Sesungguhnya di balik dorongan dan gerakan yang semakin masif agar Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau biasanya disapa Bu Risma ikut pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017 itu ada strategi busuk segerombolan politikus dan pejabat di Surabaya untuk menyingkirkan Bu Risma dari Surabaya dan Jawa Timur, setelah beberapa tahun lalu upaya yang sama pernah mereka lakukan tetapi gagal total.
Mereka memanfaatkan momen pilgub DKI Jakarta 2017 untuk mengkamuflasekan maksud mereka sebenarnya itu. Mereka berpikir: Inilah momen yang paling pas untuk menyingkirkan Bu Risma dari Surabaya (sebagai walikota), dan selanjutnya dari Jawa Timur (sebagai calon kuat gubernur di pilgub Jatim 2018).
Mereka tahu menang atau kalah di Jakarta, begitu Bu Risma termakan strategi mereka untuk ikut pilgub DKI 2017, maka Bu Risma sudah pasti berhasil disingkirkan dari Surabaya, selanjutnya Jawa Timur.
Sebab sesuai dengan ketentuan UU Pilkada 2016, jika Bu Risma hendak ikut pilgub DKI 2017, maka ia harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wali Kota Surabaya. Â
Begitu Bu Risma mundur, maka otomatis wakilnya, Wisnu Sakti Buana, naik menjadi Walikota Surabaya, menggantikan Bu Risma. Suatu jabatan yang sudah lama sekali didambakan oleh Wisnu, tetapi tak kunjung bisa tercapai karena ada Bu Risma yang sangat dipercaya warga Surabaya.
Jika Bu Risma menang, ia akan menjadi Gubernur DKI Jakarta 2017-2022, maka selanjutnya Jawa Timur pun berhasil diamankan dari Bu Risma. Karena jika Bu Risma tidak mau ikut pilgub DKI Jakarta, tetapi bertahan sebagai Walikota Surabaya, maka kelak saat pilgub Jatim 2018, besar kemungkinan Bu Risma akan diusung, dan itu sama artinya dengan peluang orang mereka menduduki kursi Jatim 1 itu pun tertutup, karena sudah hampir dapat dipastikan Bu Risma-lah yang akan terpilih. Siapapun yang mereka jagokan kelak di pilgub Jatim 2018, jika ada Bu Risma, dia pasti kalah.
Jika Bu Risma kalah di pilgub DKI 2017, -- inilah yang kemungkinan besar bakal terjadi jika Bu Risma memaksakan diri ikut bertarung di Ibu Kota melawan calon petahana Ahok. – maka Bu Risma akan kehilangan segala-galanya: gagal menjadi gubernur DKI Jakarta, ia tak bisa lagi kembali menjadi walikota Surabaya, Bu Risma akan pulang sebagai pecundang yang membuat malu pula warga Surabaya. Sebagai pecundang nilai Bu Risma di bursa pilgub Jatim 2018 itu sudah pasti merosot tajam.
Maka, seanadainya Bu Risma termakan strategi busuk mereka untuk ikut maju di pilgub DKI Jakarta, gerombolan politikus dan pejabat di Surabaya itu pun sudah pasti bersorak gembira, karena mereka sukses menyingkirkan Bu Risma, yang selama ini telah membuat mereka tak berkutik, seperti Ahok terhadap gerombolan politikus dan pejabat serupa di DKI.
Mereka mengira Bu Risma terlalu naif untuk mengetahui strategi tersebut. Bu Risma sudah lama tahu itu, ia sengaja pura-pura tidak tahu untuk memancing lebih jauh strategi macam apa lagi yang ingin gerombolan musuh politiknya itu lakukan, dan siapa saja mereka selain pentolan-pentolannya yang sudah sejak dahulu diketahui Bu Risma.
Setelah gerakan mendorong Bu Risma maju di pilgub DKI 2017 itu semakin masif sekaligus semakin kelihatan belangnya, Bu Risma pun bersuara.
Kata Bu Risma, ia sudah lama tahu bahwa gerakan mendorong dia maju di pilgub DKI itu sesungguhnya merupakan upaya terselubung untuk menyingkirkan dia dari Surabaya (sebagai walikota) dan dari Jawa Timur (sebagai calon kuat gubernur Jawa Timur di pilgub Jatim 2018).