Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok, Teman Ahok, dan Sembilan Naga, Daur Ulang Kisah Pilpres 2014

7 Juni 2016   01:00 Diperbarui: 10 Juni 2016   12:33 13580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus 2 pendiri Teman Ahok, Amalia Ayuningtyas dan Richard Saerang, yang ditolak masuk Singapura, diinterogasi, dan kemudian dideportasi kembali ke Indonesia oleh Otoritas Imigrasi Singapura (Immigration & Checkpoints Authority of Singapore/ICA), karena dianggap hendak melakukan kegiatan politik di negera tersebut, sebenarnya bukan suatu kasus yang terlalu luar biasa.

Hukum di negara yang terkenal dengan tingkat kepastian hukum, ketegasan, dan kedisplinannya yang sangat tinggi itu melarang setiap aktifitas politik apapun oleh warganegara asing di negaranya. Apapun alasannya, Teman Ahok itu salah ketika hendak ke Singapura memenuhi undangan komunitas WNI di Singapura, dengan agenda acara yang mengandung unsur politik tersebut, di antaranya kegiatan pengumpulan KTP warga DKI yang mendukung Ahok, dan penjualan merchandise untuk pengumpulan dana. 

Meskipun dikarenakan adanya peringatan dari pemerintah Singapura acara tersebut sempat diubah menjadi hanya merupakan Festival Bazaar Makanan khas Indonesia, tetapi tetap saja unsur politis yang sudah terlanjur meresap dan merebak tidak bisa disingkirkan begitu saja, pemerintah Singapura yang tidak toleran terhadap setiap pelanggaran hukum itu, tentu saja tidak mau mengambil risikonya.

Maka itulah imigrasi Singapura menetapkan Amalia dan Richard sebagai unwanted person, dan tak diperbolehkan masuk Singapura. Untuk mendapat informasi yang lebih detail, kedua aktivis Teman Ahok itu pun harus menjalani interogasi selama 3 jam.

Tidak lebih dari itu kasusnya. Buktinya setelah menjalani semua proses pemeriksaan imigrasi Singapura itu, Amalia dan Richard dilepas bebas di dalam Terminal. Mereka bahkan sempat diterapi singkat oleh pihak imigrasi setempat  karena  mengalami shock akibat peristiwa tersebut.

Acara  Festival Makanan oleh komunitas WNI di Singapura itu pun diizinkan berjalan seperti biasa tanpa kegiatan lainnya.

Sesungguhnya, kasus ini adalah akibat dari terlalu bersemangatnya para anak muda itu dalam mendukung Ahok, baik itu dari komunitas WNI di Singapura, maupun Teman Ahok, tetapi tidak disertai dengan pengetahuan dan pengalaman politik yang cukup, dan ketidaktahuan mengenai hukum di Singapura. Kalau tahu, tentu mereka tidak melakukan tindakan bodoh dengan secara terang-terangan melanggar hukum Singapura itu.

Komunitas WNI di Singapura mengira persoalan selesai jika mereka mengubah acaranya, demikian juga dengan Teman Ahok (Amanah dan Richard), padahal dengan terlebih dahulu sudah ada niat melakukan kegiatan politik di sana, maka apa pun yang dilakukan kemudian, tidak akan mengubah keadaan, sikap dan tindakan pemerintah Singapura.

Oleh karena itu perubahan acara yang dilakukan oleh komunitas WNI di Singapura itu lebih tepat disebut dikarenakan ketidaktahuan mereka ketimbang menuduh mereka bermaksud menipu pemerintah Singapura, sebagaimana disebut oleh seorang penulis di Kompasiana, yang saya tanggapi artikelnya di tulisan ini

“Keluguan” politik Teman Ahok juga terlihat jelas ketika mereka dilanda kepanikan dan sempat mengalami spontanitas emosional begitu mendengar Amanda dan Richard ditahan oleh Otoritas Imigrasi Singapura itu, sampai-sampai sempat terlontar ancaman lewat akun Twitter-nya, akan mengerahkan massa ke Kedutaan Besar Singapura di Jakarta untuk melakukan protes.

Setelah kasus tersebut menjadi jelas duduk perkaranya, dan mereka bisa berpikiran tenang, rekan-rekan Amalia dan Richard pun menyadari kesalahan mereka, lalu menyatakan permintaan maafnya kepada pemerintah Singapura.

Peristiwa ini tentu merupakan suatu pengalaman politik yang sangat berharga bagi Teman Ahok.

Lepas dari mereka berpihak kepada siapa di dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta itu, semangat anak-anak muda itu seharusnya diapresiasi, bukan malah dicela, dihina, apalagi disertai dengan berbagai fitnah, yang dilakukan dengan cara membesar-besarkan kasus itu, disertai dengan segala macam bumbu fitnah seolah-olah kasus tersebut, Teman Ahok, merupakan bagian dari grand design. suatu konspirasi tingkat tinggi, yang melibatkan “9 Naga  konglomerat hitam”, uang puluhan miliar, bahkan ratusan miliar rupiah, untuk mendukung Ahok.

Itulah antara lain yang terdapat di setidaknya dua artikel di Kompasiana, yang ditulis oleh Yon Bayu, dengan artikel berjudul Mengapa Teman Ahok Cari Dana di Singapura? Dan oleh pembenci sejati Ahok, Go Teng Shin di artikelnya yang berjudul Ahok, Heru, 'Teman Ahok', Singapura, dan Pertempuran para Kurawa. Kedua artikel tersebut secara substansial sama mengenai kasus ini.

Kisah 9 Naga yang Didaur Ulang

Kedua penulis tersebut menuduh di artikelnya itu bahwa keberangkatan Amalia Ayuningtyas dan Richard Saerang ke Singapura atas undangan komunitas WNI di Singapura itu sesungguhnya merupakan suatu kamuflase saja, yang sesungguhnya terjadi di balik itu adalah adanya grand design untuk memasukan dana dalam jumlah fantastis ke Jakarta. Disebutkan, desas-desus terkait dana dari Singapura ini sudah menjadi perbincangan publik sejak beberapa bulan lalu bersamaan dengan munculnya isu 9 Naga pendukung Ahok yang bermarkas di Singapura.

Kisah 9 naga pembeking Ahok dengan dana ratusan miliar rupiah tersebut sebenarnya merupakan kisah yang pernah digunakan kubu Koalisi Merah Putih (KMP) melawan Jokowi di Pilpres 2014.

Ketika itu secara “di bawah tanah” kubu KMP menyebarkan berbagai macam berita fitnah yang menyerang Jokowi, salah satunya mengenai Jokowi yang dibekingi dana ratusan miliar rupiah oleh 9 naga yang bermarkas di Singapura, selain informasi fitnah SARA, dan informasi yang menyebutkan Jokowi terlibat berbagai kasus korupsi.

Setelah itu, muncullah tabloid  Obor Rakyat  yang mengangkat informasi-informasi tersebut sebagai berita-berita utamanya, dengan menyebutkan antara lain, adanya desas-desus yang kian santer menyatakan Jokowi dibeking 9 naga konglomerat hitam, Jokowi terlibat berbagai kasus korupsi, dan sebagainya.

Lalu, giliran TV One, juga menyebarkan informasi yang sama, termasuk di acara andalannya "Indonesia Lawyer Club", yang mengangkat isu tentang Jokowi yang dibeking 9 naga konglomerat tersebut. Ketika itu juga dihadirkan mantan petinggi PDIP, yang membelot ke kubu KMP, Kwik Kwan Gie. Di acara ILC itu, Kwik menantang PDIP untuk membantah berita bahwa Jokowi dibeking 9 naga.

Lihatlah, bukankah kisah-kisah tersebut sedemikian miripnya dengan berbagai informasi fitnah yang kini tersebar menyerang Ahok? Ahok (dulu Jokowi) dibeking 9 naga, dan Ahok (dulu Jokowi) terlibat berbagai kasus korupsi.

Kisah-kisah tersebut hanya didaur ulang, dengan mengganti nama Jokowi dengan Ahok.

Di bawah ini adalah contoh berita di tablod Obor Rakyat:

Sebuah artikel di salah satu edisi tabloid
Sebuah artikel di salah satu edisi tabloid
Tabloid
Tabloid
Yon Bayu menulis:

“Desas-desus terkait dana dari Singapura ini sudah menjadi perbincangan publik sejak beberapa bulan lalu bersamaan dengan munculnya isu 9 Naga pendukung Ahok yang bermarkas di Singapura.

Bukankah tidak ada yang protes ketika usai acara pihak panitia langsung mengumumkan pihaknya berhasil, menggalang dana sekian puluh miliar?

Setelah itu tinggal menggelar ‘konser’ lanjutan di posko Teman Ahok di Hongkong, sehingga target untuk memasukkan dana sekian ratus miliar akan sukses tanpa bisa dilacak siapa penyumbangnya.

Berbeda jika hal itu dilakukan di dalam negeri. Jika kelak KPU meminta audit hasil sumbangan masyarakat, Teman Ahok akan kesulitan untuk mencari nama-nama penyumbang besar karena pasti akan ditelusuri kebenarannya. Apalagi sudah ada ketentuan besarnya sumbangan hanya Rp 50 juta/orang dan Rp 500 juta/lembaga sesuai Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2015.

...

Saya tidak mengerti dengan paragraf di artikel itu: “Bukankah tidak ada yang protes ketika usai acara pihak panitia langsung mengumumkan pihaknya berhasil, menggalang dana sekian puluh miliar?” , karena kalimat tersebut tidak nyambung dengan kalimat sebelum, dan sesudahnya. Dan, selama ini tidak ada peristiwa di mana pihak panitia pendukung Ahok pernah mengumumkan pihaknya berhasil mengumpulkan dana puluhan miliar rupiah.

Apakah mungkin paragraf tersebut merupakan bagian dari paragraf artikel lama di Pilpres 2014 yang ketika diedit (didaur ulang) lupa dihapus?

Analisa di kutipan artikel tersebut juga membingungkan; seandainya saja informasi rekaan itu benar,  bahwa Teman Ahok berhasil mendapat dana sampai puluhan bahkan ratusan miliar rupiah dari 9 naga melalui kamuflase acara di Singapura itu, bagaimana strategi mekanisme penerimaan dan penggunaan dana jumbo tersebut, sehingga tidak bisa diendus KPU, atau KPK?

Bukankah semua peserta pilkada, baik itu melalui jalur parpol, maupun perorangan akan diaudit keuangannya? Jika belanja kampanye kubu Ahok sangat besar, tidak sesuai pemasukannya, bukankah akan dengan mudah diketahui? Baik penerimaan sumbangan di dalam negeri, maupun di luar negeri, tetap sama saja saat diaudit.

Kalau Yon Bayu dan GTS saja dengan mudah bisa membaca "konspirasi jahat" Ahok, Teman Ahok, dan 9 Naga itu, masa iya, KPU, KPK, dan PPATK tidak bisa? Masa iya, Yon Bayu dan GTS jauh lebih pintar dan lebih tahu banyak daripada KPU, KPK, dan PPATK?

Puluhan Posko Teman Ahok Ada Juga di Pemukiman Miskin

Tanpa melakukan pengecekan terlebih dahulu, Yon Bayu langsung menuduh Teman Ahok itu anti orang miskin, terbukti, katanya, booth Ahok hanya dibuka di mall-mall tertentu, tetapi tidak ada satu pun booth/posko Teman Ahok, yang dibuka di gang-gang sempit, di pemukiman kumuh, dan sebagainya.

Yon bayu menulis:

Pertanyaan yang menggelitik warga Jakarta secara umum adalah mengapa selama ini Teman Ahok terkesan alergi dengan rakyat Jakarta yang tinggal di gang-gang sempit, di bantaran sungai, di tepi laut, di daerah-daerah kumuh lainnya? Mengapa mereka hanya membuka booth di mal-mal? Berapa banyak manusia Jakarta yang berkunjung ke mal setiap harinya? Apalagi booth teman Ahok hanya dibuka di 12 dari 200-an pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta.

“Apakah benar alasan bahwa selain menjaring KTP, Teman Ahok juga menggunakan booth untuk jualan kaos dalam rangka mencari dana, sehingga jika dibuka di daerah kumuh (baca: miskin) jualannya tidak laku dan tidak bisa dijadikan tameng ketika dilakukan audit? Apakah alasan itu juga yang dipakai Teman Ahok ketika memilih melanjutkan ‘konser’ ke Singapura dari pada ke Angke atau ke Kampung Pulo?”

“Kejadian di Singapura mestinya bisa menjadi pelajaran bagi Teman Ahok untuk tidak ‘membelakangi’ masyarakat Jakarta yang ada di sela-sela gedung megah, di antara debu pembangunan. Gunakan pendekatan yang lebih intens, sentuh ego mereka seperti yang dulu dilakukan Joko Widodo, niscaya Teman Ahok tidak perlu jauh-jauh pergi ke Singapura untuk mencari dana..”

Faktanya adalah justru posko Teman Ahok jauh lebih banyak berada di luar mall daripada yang ada di mall, bahkan tidak sedikit juga yang dibuka di gang-gang sempit, pemukiman kumuh, dan sebagainya. Bahkan banyak pula di antaranya yang dibuka dengan sukarela oleh warga di pemukiman itu sendiri – tentu saja dengan persetujuan Teman Ahok, karena mereka bisa lebih berpikiran jernih, jauh dari segala macam kepentingan politik, sehingga melihat dengan nuraninya bahwa Ahok sungguh-sungguh pimpinan sejatinya, yang memimpin DKI Jakarta demi kesejahteraan warganya, bukan kesejahteraan Ahok pribadi, atau partai politik manapun.

Silakan lihat sebagain foto posko-posko Teman Ahok yang ada di pemukiman miskin, dan gang-gang sempit seperti yang dimaksudkan di atas, yang saya ambil dari situs Teman Ahok, di bawah ini. Ini hanya beberapa di antaranya saja:

Posko Teman Ahok di Cakung Barat
Posko Teman Ahok di Cakung Barat
Posko Teman Ahok di Cengkareng Timur
Posko Teman Ahok di Cengkareng Timur
Posko Teman Ahok di Cijantung
Posko Teman Ahok di Cijantung
Posko Teman Ahok di Ciracas
Posko Teman Ahok di Ciracas
Posko Teman Ahok di Gandaria Utara
Posko Teman Ahok di Gandaria Utara
Posko Teman Ahok di Jatipulo
Posko Teman Ahok di Jatipulo
Posko Teman Ahok di Kali Anyar
Posko Teman Ahok di Kali Anyar
Posko Teman Ahok di Kalideres
Posko Teman Ahok di Kalideres
Posko Ahok di Kapuk
Posko Ahok di Kapuk
Posko Teman Ahok di Kemanggisan
Posko Teman Ahok di Kemanggisan
Posko Teman Ahok di Maphar
Posko Teman Ahok di Maphar
Posko Teman Ahok di Palmerah
Posko Teman Ahok di Palmerah
Posko Teman Ahok di Pinangsia
Posko Teman Ahok di Pinangsia
Posko Teman Ahok di Rawa Badak Utara
Posko Teman Ahok di Rawa Badak Utara
Mengenai Teman Ahok jualan kaos dan merchandise lainnya, dan mengadakan konser seperti yang dilakukan baru-baru ini di acara Teman Ahok Fair, di Gedung Sarinah, pada Minggu malam,  29 Mei 2016 lalu, untuk menggalang dana, apakah yang salah dari hal ini? Apakah menggalang dana dengan menjual kaos, merchandise, dan acara konser itu salah?

Penjualan merchandise dan acara konser hanya dipakai sebagai tameng saat diadakan audit? Jelas ini hanya merupakan asumsi, apriori, dan prasangka prematur, semata-mata untuk menanam opini di publik bahwa betapa jahat dan culasnya Ahok dan Teman Ahok itu. 

Strategi yang mirip sekali dengan strategi di Pilpres 2014, bedanya di Pilpres 2014 itu Jokowi targetnya, di Pilkada DKI Jakarta 2017, Ahok adalah targetnya. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun