Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lewat Verifikasi Faktual, Calon Perseorangan di Pilkada Akan Diganjal

4 Juni 2016   15:32 Diperbarui: 4 Juni 2016   15:48 3154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah gagal mempersulit calon perseorangan dengan cara menaikkan batas minimal dukungan pasangan calon (karena kuatnya penolakan dari publik), ternyata “diam-diam” DPR mengggunakan cara lain yang luput dari perhatian publik, sehingga lolos menjadi bagian dari ketentuan RUU Pilkada 2016 yang telah disetujui DPR untuk diundangkan, pada 2 Juni 2016.

Cara tersebut adalah dengan menetapkan metode sensus pada tahapan verifikasi faktual pendukung pasangan calon: Panitia Pemungutan Suara (PPS) menemui satu per satu pendukung sesuai dengan data yang tercantum pada KTP dukungan yang sudah dikumpulkan sebelumnya. PPS wajib bertemu langsung dengan setiap pendukung  untuk dilakukan verifikasi faktual tersebut.

Jika saat mendatangi alamat pendukung, PPS tidak berhasil bertemu langsung dengan pendukung itu, maka pihak pasangan calon wajib menghadirkan pendukung bersangkutan dalam tempo 3 hari di kantor PPS. Apabila sampai lewat batas waktu tersebut, pendukung dimaksud belum hadir, maka secara otomatis dokumen dukungannya dinyatakan gugur (Pasal 48 UU Pilkada 2016).

Ketentuan tentang verfikasi faktual dengan metode sensus ini jelas sengaja dibuat untuk membuat pelaksanaan verifikasi tersebut menjadi njlimet, merepotkan, membuat kerja calon perseorangan dan tim suksesnya menjadi semakin berat, dengan harapan akhirnya bisa mengganjal calon persorangan tersebut.

Sebagai contoh, jika pasangan calon berhasil mengumpulkan 1 juta KTP dukungan – seperti pada pasangan Ahok-Heru, maka PPS harus melakukan verifikasi faktual itu dengan cara menemui secara langsung muka dengan muka satu per satu dari 1 juta pendukung tersebut di alamatnya masing-masing sesuai dengan data di KTP-nya.

Hal ini tentu akan memakan waktu yang relatif lama dan memakan biaya yang besar. Padahal KPU telah bertekad untuk meminimalkan biaya pilkada sekecil mungkin.

Padahal, sangat mungkin, saat PPS mendatangi tempat tinggalnya, si pendukung calon perseorangan itu sedang tidak berada di tempat tinggalnya,  karena sedang kerja, sekolah, atau kuliah.

Kemungkinan lain adalah tempat tinggal sebenarnya/terkini dari yang bersangkutan tidak sama dengan domisili yang tercantum di KTP, meskipun masih di dalam wilayah DKI Jakarta. Misalnya, karena pindah alamat (sedangkan KTP-nya masih alamat yang lama), atau memilih tempat tinggal di dekat tempat kerja, atau kuliah.

Hal-hal kecil pun bisa membuat saat PPS mendatangi tempat tinggal si pendukung, ia kebetulan sedang tak berada di rumahnya, misalnya, sedang pergi berbelanja, menjemput anaknya di sekolah, dan lain-lain.

Masa, iya, “hanya” demi bisa ditemui PPS di rumahnya, maka para pendukung calon perseorangan itu dianjurkan untuk minta izin tidak masuk kerja, sekolah, dan kuliah?

Bahkan bukan tak mungkin, ada saja petugas-petugas PPS yang dengan sengaja tidak menjalankan tugasnya dengan  baik, yaitu dengan sengaja tidak berusaha menemui para pemilik KTP dukungan itu, entah karena malas (tidak punya tanggung jawab), karena pertimbangan politiknya sendiri, atau karena dibayar oleh lawan-lawan pasangan calon perseorangan.

Hal ini bukan sesuatu yang tidak atau kecil kemungkinannya, karena berdasarkan data Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), sejak 2012 sampai 2016, sebanyak 360 anggota KPU daerah diberhentikan, dan 2.000 lainnya mendapat peringatan keras karena pelanggaran kode etik.

Kemudian, tentang kewajiban pasangan calon untuk mendatangkan pendukungnya yang tidak berhasil ditemui PPS ke kantor PPS, paling lambat 3 hari setelahnya. Tentu ini membuat pihak pasangan calon akan kerepotan luar biasa, semakin banyak yang gagal ditemui PPS, semakin repot pasangan calon, karena harus dalam tempo waktu yang begitu singkat harus bisa membawa mereka ke kantor PPS.

Sebenarnya, ketentuan kewajiban PPS menemui langsung pendukung calon perseorangan di alalamat yang tertera di KTP-nya itu diadopsi dari Pasal 23 (6) dan Pasal 24 Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pilkada.

Namun, jika di Peraturan KPU itu waktu yang diberikan kepada pihak pasangan calon untuk membawa pendukungnya yang tak berhasil ditemui PPS ke kantor PPS itu diberi waktu selama masa verifikasi berlangsung, yang di pilkada 2017 akan berlangsung dari 23 Juni-6 Juli 2016, atau 14 hari, maka di UU Pilkada 2016 waktu tersebut dipangkas menjadi hanya 3 hari.

Seharusnya verifikasi tersebut cukup dilakukan dengan mekanisme verifikasi administrasi, yang juga sudah diatur di dalam Undang-Undang tersebut, yakni dengan mencocokkan dan meneliti setiap berkas dukungan berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK), nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, serta alamat dengan berdasarkan KTP elektronik, atau surat keterangan yang diterbitkan dinas kependudukan dan catatan sipil.

Jika verifikasi faktual juga hendak dilakukan, cukup dengan mengkonfirmasikan ke alamat yang tercantum di KTP si pendukung, dengan bertemu siapa saja di alamat tersebut untuk memastikan benar yang bersangkutan berdomisili di situ. Lebih baik lagi jika saat itu bisa bertemu langsung dengan si pendukung sendiri, tetapi itu bukan suatu keharusan.

Terbersit ada niat jahat dari ketentuan tersebut di atas, yaitu dengan memberi batasan waktu yang sedemikian singkatnya (hanya 3 hari), diharapkan pihak calon perseorangan akan gagal membawa sebagian besar pendukung mereka yang gagal ditemui PPS ke kantor PPS, sehingga syarat verifikasi faktualnya tidak terpenuhi, lalu sebagian besar dokumen pendukungnya dinyatakan gugur, dan – inilah yang paling diharapkan -- pasangan calon perseorangan itu pun otomatis dinyatakan tidak memenuhi syarat ikut pilkada. *****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun