Hal ini sesuai dengan keterangan Kepala Badan Perencana Pembagunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati. Tuty menuturkan, Taufik menyampaikannya dalam rapat antara jajaran Pemerintah Provinsi dan Badan Legislasi Daerah DPRD pada Selasa (8/3/2016).
Dalam rapat itu, Tuty menyebut Taufik sempat menyampaikan kertas berisi rumus hitung-hitungan alasan DPRD mengajukan penurunan kewajiban pengembang dari 15 persen menjadi 5 persen.
Itulah sebabnya, setelah M Sanusi ditangkap, KPK lalu menyegel, kemudian menggeladah juga ruang kerja M Taufik, selain Ruang Perundang-undangan, ruang CCTV, dan ruang kerja Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi.
Kenapa ruang kerja Prasetyo juga digeledah KPK?
Mungkin karena posisinya sebagai Ketua DPRD DKI, yang sepertinya dengan sengaja tidak menjalankan tanggung jawabnya untuk mencegah terjadinya penundaan sidang karena masalah kuorum sampai tiga kali itu, sehingga KPK pun mencurigainya juga.
**
Setelah pihak DPRD DKI melakukan sidang internalnya, pada 10 dan 14 Maret 2016, diputuskan sidang paripurna Raperda Zonasi itu diadakan pada Kamis, 17 Maret 2016.
Ternyata, pada 17 Maret itu, sidang paripurna itu kembali ditunda, lagi-lagi dengan alasan tidak memenuhi kuorum.
Kali ini yang hadir cuma 50 anggota. Anggota dari Fraksi Partai Demokrat, PAN, dan PPP bahkan tidak hadir satu orang pun. Sebagian besar yang absen itu menulis alasannya di daftar absen: “Izin.”
Saat itu penjadwalan ulang sidang paripurna tersebut belum diumumkan, karena masih harus menunggu sidang Badan Musyawarah (Bamus) DPRD DKI. Bamus inilah yang berwenang menentukan jadwal sidang paripurna itu.
Dari fakta dan kronologis yang saya beberkan tersebut terlihat bahwa penundaan berkali-kali oleh DPRD DKI itu memang sangat mencurigakan, alias patut diduga memang disengaja sebagai bagian dari suatu skenario konspirasi.