Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kemarahan SBY, Cermin Pertentangan Generasi Baby-Bomber dengan Generasi X dan Y

22 Maret 2016   08:47 Diperbarui: 22 Maret 2016   14:45 2768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa pula SBY marah besar gara-gara beredarnya banyak meme yang mengritik Tour de Java-nya dan membandingkannya dengan kunjungan Presiden Jokowi di mega proyek mangkrak yang berasal dari pemerintahannya di Hambalang itu?

Padahal kritik-kritik seperti itu sudah lazim di media sosial, itu juga merupakan bagian dari aspirasi rakyat, bagian dari hak kritik rakyat kepada siapa pun juga. Hanya saja memang beda gaya dan cara kritiknya, itulah kritik gaya anak-anak muda sekarang, gaya anak-anak generasi X dan Y, generasi internet, yang tidak suka berbasa-basi, yang tidak suka bertele-tele, yang tidak suka bersopan-sopan secara berlebihan, mereka yang selalu menambakan perubahan yang cepat, pimpinan yang baru, yang jujur dan bersih, yang mengayomi, yang melayani bukan minta dilayani, yang karakternya kurang-lebih sama dengan mereka.

Bagaimana pun, SBY harus sadar bahwa inilah risikonya jika ia mau turun gunung lagi, mau memasuki kembali “dunia kang-ouw” (dunia persilatan, istilah di dalam cerita silat Kho Ping Hoo), dunia politik yang kini sangat dominan peran anak-anak muda generasi X dan Y itu.

Cermin Pertentangan Generasi Baby-Bomber dengan Generasi X dan Y

Dari rangkaian kicauannya itu dapat dilihat betapa sensi, sensitifnya SBY itu, ia tidak bisa menerima kritik gaya anak-anak muda, para netizen di media sosial, ia gampang tersinggung, gampang marah, dan gampang mencurigai pihak-pihak yang mengritiknya, padahal apa yang dilakukan para netizen itu sesungguhnya termasuk bagian dari aspirasi rakyat, bagian dari sikap kritis rakyat terhadap politikus seperti dirinya.

Sesunggunya tiada maksud netizen mengatakan kunjungan Jokowi ke Hambalang itu menghancurkan SBY Tour de Java, yang sebenarnya dimaksud netizen adalah kritik-kritik SBY yang disampaikan kepada Jokoi selama safarinya itu, khususnya tentang kebijakan pembangunan infrastrukur Jokowi itu, menjadi tak berarti dengan kunjungan Jokowi ke Hambalang itu. Karena dari situ, Jokowi langsung tanpa banyak bicara untuk menanggapi kritik-kritik SBY itu, membuktikan bahwa SBY sendiri di masa menjadi presiden juga punya masalah besar dengan pembangunan infrastruktur, yang diwariskan ke Presiden Jokowi. Menjadi beban bagi Jokowi untuk memutuskan akan diapakan proyek tersebut, dilanjutkan, atau diapakan.

Reaksi kegalauan SBY terhadap kritikan netizen yang nota bene terdiri dari anak-anak muda ini merupakan contoh yang bagus dari tulisan psikolog Sarlito Wirawan Sarwono di koran Kompas, Senin, 21 Maret 2016, yang berjudul “Perang Antargenerasi,” yakni pertentangan antara generasi baby-bomber dengan generasi X dan Y. Generasi baby-bomber diwakili oleh SBY, dan Generasi X dan Y diwakili oleh para netizen pengritik SBY.

Menurut Sarlito, Generasi baby-boomer adalah generasi sisa masa lalu,  yang lahir selama dan sesudah Perang Dunia II. Mereka adalah generasi yang bangkit dari kehancuran perang dan menginginkan negara yang aman, sejahtera, tata-tentrem, kerta raharja. Mereka mendambakan kemapanan, mencari pekerjaan yang bisa memberi jaminan sampai pensiun, para politisi pun mengharapkan gaji tetap dan besar dari pekerjaannya sebagai anggota parlemen atau sebagai menteri, perubahan harus bertahap. Senioritas sangat dijunjung tinggi; tidak ada yunior yang bisa naik pangkat sebelum seniornya pensiun atau meninggal dunia. Mereka sulit menerima hal-hal baru, sangat mengandalkan hukum dan peraturan yang tidak berubah, dan seterusnya.

Satu ciri khas dari generasi ini: mereka gagap teknologi. Jangankan memainkan gadget, memindahkan saluran TV dengan alat kontrol jarak jauh pun mereka lebih suka minta bantuan cucu. Karena itu, mereka lebih mengandalkan jaringan dunia nyata yang dasarnya sejak dulu adalah perkoncoan, kekeluargaan, dan primordialismeyang dipertahankan melalui tradisi dan penokohan orang-orang tertentu berdasarkan keturunan yang cenderung feodalistik.

Sedangkan, Generasi X dan Y adalah generasi anak-anak dan cucu-cucugenerasi baby-boomer. Di Indonesia, generasi X adalah mereka yang ketika lahir sudah ada TVRI siaran berwarna, dan generasi Y adalah yang lahir di era bukan hanya ada satu stasiun TV, tetapi belasan bahkan puluhan. Teknologi informasi sudah sangat maju sehingga akses terhadap segala macam informasi bisa dijelajah, diunggah, dan diunduh dengan sangat cepat. Berita dan grafis beredar real time, dan dunia benar-benar bukan selebar daun kelor lagi (meminjam kalimat pepatah Melayu lama).

Maka, watak generasi X dan Y tak sabaran. Mereka bukan hanya mendambakan perubahan, tetapi betul-betul ditabrak oleh perubahan yang sangat cepat sehingga kalau tidak ikut berubah mereka akan digilas oleh perubahan itu sendiri. Generasi X dan Y sangat lentur, cepat menyesuaikan diri, anti kemapanan, siapa yang mau maju cepat akan berlari kencang, tidak peduli pada senioritas, kurang peduli pada sistem, prosedur dan birokrasi, berganti- ganti pekerjaan tidak masalah selama pendapatannya meningkat terus. Mereka tak lagipercaya pada satu sumber informasi karena bisa mengakses informasi dari 1001 sumber hanya dengan memencettombol-tombol telepon seluler dengan jari jempol. Jaringan mereka terbangun melalui dunia maya, yang lebih impersonal dan jauh dari primordialisme dan feodalisme. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun