[caption caption="(You Tube)"][/caption]Dalam kicauan di akun Twitter-nya, pembawa acara Indonesia Lawyer Club (ILC), di TV One, Karni Ilyas, menulis sebagai berikut:
@karniilyas Setiap ILC saya selalu usaha utk imbang. Malam ini utk thema DKI 1, Ahok dàn teman Ahok tdk mau hadir. Penantang hadir semua. Salahkah saya?
Kicauan Karni itu berkaitan dengan acara ILC yang dibawakan pada Selasa malam, 8 Maret 2016, dengan judul DKI 1: “Siapakah Penantang Ahok.”
Dari awal sampai akhir praktis acara tersebut dikuasai oleh semua penentang Ahok. ILC malam itu benar-benar milik mereka, sehingga dengan bebas mereka berbicara apa saja tentang segala macam kesalahan dan keburukan Ahok versi mereka, singkat kata ILC edisi ini menjadi panggung penghakiman bagi Ahok oleh para penentangnya, termasuk parapengamat yang antiAhok.
Sebaliknya, ILC edisi itu juga merupakan kesempatan seluas-luasnya bagi mereka untuk memamerkan kepada pemirsa bahwa mereka semua itu, termasuk para calon lawan Ahok di Pilkada DKI 2017 itu, terdiri dari orang-orang yang berbudi pekerti luhur, berakhlak tinggi, sangat perduli terhadap kepentingan rakyat kecil, halus tutur katanya, sopan, jujur dan bersih, tidak seperti Ahok yang anti-rakyat, pro-investor, kasar, tidak berakhlak, bermulut kotor, tidak tahu sopan-santun, dan koruptor.
Tentu saja Ahok tidak bisa membela diri, karena dia tidak hadir. Dia memang sudah diundang bersama dengan Teman Ahok oleh Karni, tetapi seperti yang ditulis Karni di akun Twitter-nya itu, mereka menolak hadir.
Kehadiran tokoh pendukung Ahok, seperti Anton Medan, dan Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD DKI, Bestari Barus, sama sekali tidak menolong atas didominasinya acara itu oleh para lawan Ahok. Anton Medan yang tak tahan dengan suasana penghakiman seperti itu, akhirnya memilih walk-out dari acara itu, beberapa celutukan terdengar dari peserta acara, “Pulang saja (kau).” Sedangkan Karni hanya bisa diam, karena memang ia tidak bisa berbuat apa-apa atas keputusan Anton Medan itu.
“Salahkah saya?” Tanya Karni.
Tentu saja Karni tidak salah, tetapi Ahok dan Teman Ahok juga tidak salah. Terserah mereka, mau datang atau tidak, keputusan yang diambil pasti punya alasan dan pertimbangan masing-masing, jadi sebaiknya kita menghormati pilihan tersebut.
Ahok mungkin saja tidak bisa meninggalkan pekerjaannya sebagai Gubernur DKI, Teman Ahok mungkin saja lebih memilih berkonsentrasi penuh mengumpulkan KTP pendukung Ahok, apalagi waktunya yang kian mepet untuk mengejar angka minimal 1 juta KTP. Lebih-lebih lagi ada kewajiban baru, yaitu harus mengumpulkan pula KTP dukungan terhadap calon wakil gubernur yang akan mendampingi Ahok, Heru Budi Hartono.
Lagipula ILC bukan segala-galanya, bukan penentu sesuatu yang signifikan, termasuk dalam kaitannya dengan Pilkada DKI 2017. Bukan juga sebagai ukuran apakah seseorang itu berani atau tidak, punya nyali atau tidak, sebagainana ditulis dalam satu artikel di Kompasiana ini, bahwa Ahok tidak datang itu berarti nyalinya tidak ada. Sejak kapan ILC menjadi ukuran bernyali atau tidak seseorang?