Dilihat dari rangkaian polemik terbuka yang akhirnya membuat Jokowi berang itu, menteri yang paling dominasi adalah Rizal Ramli. Dia yang punya lawan terbanyak. Ia berpolemik dengan beberapa menteri sekaligus, dengan Sudirman Said lebih dari satu masalah, dengan Rini Soemarno, bahkan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang nota bene adalah atasannya, belum lagi dihitung polemiknya dengan RJ Lino, ketika Lino masih menjabat sebagai Direktur Utama PT Pelindo II mengenai kebijakan pengelolaan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Selain itu, Rizal Ramli juga pernah bikin heboh publik dengan pernyataan yang menuding bahwa ada mafia pulsa listrik di PLN, yang ternyata tidak terbukti, dia salah dalam cara memperhitungkan transaksi pembelian dan pemakain pula oleh pelanggan PLN itu. Setelah pihak PLN mengklarifikasikannya, Rizal Ramli tak pernah berkomentar lagi.
Polemik terakhir yang merupakan polemik pamungkas pemicu reaksi marah Jokowi adalah polemik Rizal Ramli dengan Sudirman Said mengenai rencana pembangunan kilang gas alam cair di Lapangan Gas Abadi, Masela, Maluku.
Siapakah yang dimaksud Presiden Jokowi dengan “menteri yang mendahuluinya dalam mengambil kebijakan tertentu”?
Meskipun Jokowi menggunakan kalimat jamak, yaitu “para menteri”, dari pemberitaan beberapa media, dapat disimpulkan bahwa fokus utama kemarahan Jokowi itu sebenarnya ditujukan kepada Rizal Ramli, karena dialah yang menciptakan kegaduhan-kegaduhan tersebut.
Dalam rapat kabinet terbatas yang diadakan pada awal Februari lalu, Rizal Ramli dengan Sudirman Said kembali terlibat perdebatan seru mengenai opsi mana yang paling tepat dalam pembangunan kilang gas alam cair di Blok Masela itu, Rizal membawa data untuk memperkuatkan argumennya bahwa opsi onshore (di darat) yang paling tepat, sebaliknya Sudirman Said juga mengemukakan datanya untuk membuktikan opsi offshore-lah (di laut) yang paling tepat.
Setelah rapat usai, Jokowi meminta perdebatan selesai sampai di ruang rapat saja, jangan dibawa sampai ke luar, apalagi di media. Ketika keluar dari ruang rapat itu, saat wartawan bertanya kepadanya, Sudirman tidak mau berkomentar, dia bilang, “Presiden berpesan, jangan lagi berpolemik.”
Sumber dari Istana mengatakan bahwa Jokowi berencana mengumumkan keputusan tentang Blok Masela sepulangnya dari kunjungan ke Amerika Serikat. Belum sempat keputusan itu diumumkan, pada Senin, 22 Februari 2016, Rizal Ramli membuat pernyataan mendahului Presiden Jokowi.
Melalui rilis resmi Kementerian Koordinator MKemaritiman dan Sumber Daya Nomor 16/II/2016, Rizal mengklaim bahwa Presiden menginginkan pembangunan kilang gas Lapangan Abadi Blok Masela di darat. “Pertimbangannya, pemerintah memperhatikan multiplier effect serta percepatan pembangunan ekonomi Maluku” (sumber).
Presiden Jokowi terkejut oleh rilisan tersebut, itulah sebabnya, keesokan harinya, Juru Bicara Presiden, Johan Budi, segera mengumumkan bahwa sampai saat ini Presiden belum memutuskan metode pembangunan Blok Masela apakah di laut (off shore) ataukah di darat (on shore).
"Presiden masih mengkaji seluruh aspek Proyek Masela. Mengingat besaranya skala dan kompleksitas proyek gas blok Masela, keputusan harus dibuat dengan sangat berhati hati," kata Johan Budi dalam keterangan tertulisnya itu (sumber).