PDAM Fakfak juga menjual air di salah satu wilayah yang terdapat ujung pipa yang bisa dibuka penutupnya, dari situ air diambil untuk dijual ke warga dengan harga Rp. 1.000 per jerigen berkapasitas 20 liter. Jerigen dibawa warga sendiri, PDAM hanya menjual airnya. Tentu hal ini selain merepotkan, warga juga harus menambah biaya transportasi pergi-pulang untuk membeli air di sana.
Sumur air tidak memungkin digali di Fakfak, karena tanah Fakfak adalah tanah dengan banyak bebatuan yang keras-keras.
Kenapa pasokan air PDAM di Fakfak itu nyaris terhenti sama sekali?
Belum ada penjelasan resmi pihak PDAM ke masyarakat.
Konon kabarnya dikarenakan ada pipa utama PDAM dari Kali Mati (salah satu sumber air PDAM) yang bocor, jika benar, entah kenapa belum juga diperbaiki sampai sekarang.
Sedangkan sumber air lainnya di Kali Air Besar, tidak sanggup mengalirkan airnya sampai ke daerah perkotaan.
Kabar lain mengatakan, ada warga yang membocorkan pipa PDAM untuk diambil airnya, untuk dipakai sendiri, maupun untuk dijual ke para pedagang air yang berjualan dengan truk-truk di kota itu.
Berikut ini adalah foto-foto masyarakat kota Fakfak yang sedang mengambil air dari sebuah sungai di Werba, di luar kota Fakfak (Foto-foto: Alex Ferdinand):
Pada saat keadaan normal pun pasokan air tetap tidak normal. Karena yang disebut normal itu, ternyata adalah aliran yang hanya berlangsung selama 1-2 bulan, dengan per minggunya 2 kali mengalir, per 3 jam, secara bergilir dari rumah ke rumah.
Saat ada rumah yang terkena giliran mengalir di tengah malam, atau dini hari, maka si empunya rumah terpaksa bergadang menunggu air mengalirnya air, untuk ditampung ke sebanyak mungkin wadah.