Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setya Novanto Dipanggil Kejaksaan Agung, Kasusnya Sudah Layak ke Tahapan Penyidikan

12 Januari 2016   22:17 Diperbarui: 12 Januari 2016   23:02 1334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rabu ini, 13 Januari 2016, seharusnya mantan Ketua DPR, Setya Novanto memenuhi panggilan Kejaksaan Agung, untuk diminta keterangannya sebagai saksi dalam kasus dugaan telah terjadinya permufakatan jahat melakukan korupsi pada kasus “Papa Minta Saham.”

Kasus ini sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk ditingkatkan ke tahapan penyidikan, karena sudah mempunyai sedikitnya dua alat bukti.

Apabila kasus ini naik ke tingkat penyidikan, maka peluang menjadikan Setya Novanto sebagai tersangka terbuka lebar, demikian juga dengan rekannya dalam kasus ini, Riza Chalid, yang sudah melarikan diri ke luar negeri itu.

Jika Jaksa Agung-nya benar-benar serius, konsekuen, dan berani, maka sebetulnya tidak ada halangan pula bagi Kejaksaan Agung untuk melakukan peningkatan status kasus ini ke penyidikan. Sebab, adalah Jaksa Agung Muhammad Prasetyo sendirilah pihak yang pertama kali menyatakan bahwa Setya Novanto dapat dijerat dengan tindak pidana permufakatan jahat korupsi pada kasus “Papa Minta Saham” itu. Prasetyo juga mengaku, pihaknya punya beberapa bukti yang kuat bahwa memang telah terjadi permufakatan jahat tersebut.

Masyarakat, melalui rekaman lengkap yang telah diperdengarkan kepada publik juga sudah mendengar sendiri apa yang sebenarnya terjadi atau apa yang dibicarakan di dalam percakapan antara ketiga orang itu: Setya Novanto, Muhammad Riza Chalid, dan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin itu.

Setya Novanto sendiri pun tidak membantah kebenaran isi rekaman percakapan itu, dia hanya menolak membicarakan isi rekaman itu, dengan alasan perekaman itu telah dilakukan secara ilegal.

Dari pernyataan yang pernah diucapkan Prasetyo itu, dapat disimpulkan bahwa sedikitnya ada 5 bukti kuat yang telah dikantongi Kejaksaan Agung, yang sebenarnya bukan hanya cukup sebagai alasan pemanggilan Setya sebagai saksi, tetapi juga cukup untuk meningkatkan kasus ini ke tahapan penyidikan, dan menjadikan Setya sebagai tersangka. Kelima bukti tersebut adalah sebagai berikut (Koran Tempo, Senin, 11/01/2016):

1. Rekaman suara 8 Juni 2015 di Hotel Ritz-Carlton: – Suara: Setya Novanto, Riza Chalid, dan Maroef Sjamsoeddin. “Dia minta saham untuk PLTA, bukan hanya Freeport,” kata Prasetyo. Selain itu ia menyoroti pernyataan Setya, yang bilang: “Goal-nya ke presiden, (tapi) kuncinya ada di saya.”

2. Kamera CCTV di Hotel Ritz-Carlton, 8 Juni 2015: Kejaksaan Agung sudah mendapatklan salinan rekaman kamera CCTV Ritz-Carlton yang membuktikan pertemuan ketiganya. “Dari situ terlihat bahwa benar ketiganya bertemu,” kata Prasetyo.

3. Kwitansi pembayaran sewa ruang hotel: “Dari bukti itu, yang bayar Riza Chalid, dan yang memesan ruangan sekretarisnya Setya,” kata Prasetyo.

4. Keterangan saksi ahli teknologi informasi: Prasetyo mengatakan rekaman suara itu dinyatakan asli oleh ahli teknologi informasi yang meneliti dan menganalisanya.

5. Keterangan 16 saksi: Keterangan 16 saksi ytang sudah diperiksa, antara lain Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin; Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said; Deputi I Bidang Pengendalian Pembangunan Program Prioritas Kantor Staf Presiden, Damawan Prasodjo; Dina, anggota staf Setya Novanto; Komisaris PT Freeport sekaligus mantan Jaksa Agung, Marzuki Darusman; dan Sekretaris Jenderal DPR, Winantuningtyastiti, kata Prasetyo, menguatkan bukti adanya permufakatan jahat

Lima bukti yang disebutkan Jaksa Agung M Prasetyo itu jelas sudah lebih dari cukup sebagai syarat peningkatan kasus tersebut ke tingkat penyidikan, maka itu sebenarnya tidak perlu lagi ada keraguan pihak Kejaksaan Agung untuk segera meningkatkan kasus ini ke tahapan penyidikan.

Menurut hukum, meskipun kejahatan korupsi itu belum dilakukan, tetapi cukup sudah ada permufakatan untuk melakukannya, maka unsur tindak pidana korupsinya sudah terpenuhi, sehingga setiap pelakunya dapat dijerat dengan undang-undang mengenai tindak pidana korupsi, khususnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 88 KUHP berbunyi: Dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan.

Lebih spesifik lagi Pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi: Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.

Prasetyo juga pernah menegaskan bahwa penyelesaian kasus tersebut merupakan tantangan lembaganya guna menjawab tuntutan masyarakat, "Ini pertaruhan besar, tantangan apa kita mampu menjawab tuntutan masyarakat," kata Prasetyo di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat, 11 Desember 2015.

Dengan alasan-alasan tersebut di atas, maka dapat dipastikan seharusnya, tidak ada halangan apapun bagi Kejaksaan Agung untuk meningkatkan kasus ini ke tahapan penyidikan, termasuk ketika kelak menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka.

Selain Setya Novanto, Kejaksaan Agung juga harus serius dan maksimal dalam upayanya menghadirkan memulangkan Riza Chalid kembali ke Indonesia untuk memenuhi panggilan Kejaksaan Agung, yang sudah disampaikan sebanyak tiga kali, tetapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda Riza akan memenuhi panggilan tersebut. Apalagi Presiden Jokowi juga sudah memerintahkan Kapolri untuk segera mencari dan memulangkan Riza dari persembunyian di luar negeri.

Jaksa Agung M Prasetyo juga harus segera memasukkan nama Riza Chalid dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), agar Polri juga dapat bergerak cepat dengan meminta bantuan interpol untuk mencari saudagar minyak itu.

Adalah aneh, jika kemudian nanti malah terjadi antiklimaks dari hasil penyelidikan Kejaksaan Agung ini, misalnya, dengan menyimpulkan bahwa dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi, tidak cukup bukti untuk meningkatkan kasus itu ke tahapan penyidikan. *****

Ilustrasi Setya Novanto (liputan6.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun