Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Makan Siang Gratis (di Istana Negara)

14 Desember 2015   14:42 Diperbarui: 15 Desember 2015   00:40 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

“Tak ada makan siang yang gratis”, itulah pepatah yang sudah sering kita dengar, terutama di dunia politik yang penuh dengan strategi dan intrik dalam menghadapi lawan, meraih kawan. Artinya, jika dari suatu pihak berbuat kepada pihak lainnya, maka pasti punya maksud dan tujuan politik terselubung demi keuntungan dirinya.

 

Tiba-Tiba

Namun, saat Presiden Jokowi tiba-tiba mengundang 100 kompasioner makan siang di Istana Negara, Sabtu, 12 Desember 2015, pepatah itu tidak berlaku. Makan siang itu benar-benar gratis, tanpa ada maksud terselubung apapun. Selain sebagai suatu bentuk apresiasi Presiden Jokowi kepada komunitas Kompasiana yang selama ini telah menulis berbagai artikel kritis tentang pemerintahannya.

Itu benar-benar murni bentuk suatu keperdulian dan perhatian seorang Presiden kepada rakyatnya, mendengar secara langsung dan menghargai aspirasi-aspirasi rakyat yang bergabung dalam komunitas blogger terbesar di Indonesia itu, yang sudah menyampaikan aneka ragam aspirasinya dalam bentuk tulisan-tulisannya di Kompasiana.

Saya sebutkan Jokowi “tiba-tiba” mengundang 100 kompasianer itu, karena memang tiba-tiba. Seperti yang sudah diprogram sejak beberapa bulan lalu, Presiden Jokowi akan membuka dan sebagai “key speaker” Kompasianival 2015, di Piaza Gandaria City Mall, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 12 Desember itu.

Tetapi, sehari sebelumnya datang kabar dari Istana kepada Admin Kompasiana, bahwa Jokowi tidak bisa menghadiri acara Kompasianival 2015 di Gandaria City itu, sebagai gantinya Jokowi-lah yang mengundang para kompasianer untuk santap siang bersamanya di Istana Negara. Tentu saja, tidak mungkin mengundang seluruh kompasianer, yang hadir di acara Kompasianival itu saja diperkirakan total ada sekitar 5.000 orang, apalagi seluruh kompasianer yang lebih dari 300.000 orang. Oleh karena itu Istana meminta Admin untuk menyeleksi sendiri 100 orang kompasianer itu.

Jadi, Admin hanya punya waktu kurang dari 24 jam untuk melakukan seleksi tersebut. Yang saya dengar intinya kriteria yang ditetapkan Admin adalah mereka yang pernah menulis secara kritis di Kompasiana terhadap kebijakan-kebijakan Jokowi. Kebetulan, saya salah satu yang terpilih.

 

Hampir Saja Gagal Masuk Istana Negara

Namanya mendadak, saya pun dihubungi Admin secara mendadak. Jumat pagi, saya ditelepon Admin, menginformasikan saya terpilih sebagai salah satu kompasianer untuk santap siang dengan Jokowi di Istana, Sabtu, 12 Desember itu. Padahal, saya sudah siap-siap untuk berangkat ke Bandara Juanda, terbang ke Jakarta, pukul 12:50.

Saya diberitahu untuk menghadiri acara itu saya harus memakai kemeja Batik dan jangan memakai celana jeans. Untung saya belum berangkat ke Bandara Juanda, jadi masih sempat mengambil celana panjang biasa saya, yang sebelumnya tidak saya bawa.

Besok paginya, di hari H-nya, saya mendapat SMS dari Admin bahwa kemeja Batiknya harus yang lengan panjang. Wah, saya sudah tiba di lokasi tempat berkumpul di Piaza Gandaria City dengan mengenakan kemeja Batik lengan pendek! Saya juga tidak membawa kemeja Batik lengan panjang. Bagaimana ini? Mau beli juga tidak mungkin karena mall/toko-tokonya nasih tutup. Sedangkan rombongan sudah harus berangkat ke Istana pukul sepuluh pagi. Lagipula waktu keliling di mall yang toko-tokonya masih tutup itu, tidak tampak toko yang menjual kemeja Batik.

Di undangan yang baru dibagikan pagi itu juga tercantum pakaian wajib yang dikenakan para undangan pria adalah kemeja Batik lengan panjang.

Akhirnya, saya pasrah saja, bagaimana nanti setibanya di Istana.

Syukurlah, setelah Mas Nurulloh berbicara dengan seorang Paspampres, saya diperboleh masuk ke dalam ruangan acara, meskipun mengenakan kemeja Batik lengan pendek.

Di dalam ruangan Istana Negara yang biasa dipakai untuk acara-acara kenegaraan tertentu, seperti pelantikan pejabat tinggi negara dan pemberian penghargaan/gelar kehormatan negara itu, para peserta dibagi sekitar 20 meja, dengan tiap mejanya terdiri dari 5-6 orang.

Sekitar sepuluh menit menunggu, Presiden Jokowi memasuki ruangan, didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki.

Setelah semua berdiri dan berjabat tangan dengan Jokowi dan duduk kembali, Jokowi menghampiri mikropon untuk memberi sambutan se’ mat datang, tapi Jokow hanya berkata, “Jangan serius-seriusllah, mari kita makan siang dulu!”

Makan siang pun dimulai.

Menu makan siangnya, antara lain, Sup Buntut Tomat, Sate Kambing Muda, Nasi Kibuli, Ayam Bumbu Rujak, dan beberapa lainnya, rasanya enak semua. Termasuk es buahnya sebagai penutup.

 

Curhat

Beberapa kompasianer diberi kesempatan untuk curhat langsung kepada Jokowi, di antaranya adalah Fera Nuraini, seorang buruh migran Hongkong yang menyampaikan keluhannya tentang pelayanan kurang baik staf Kedutaan Besar Indonesia di Hongkong. “Bagaimana bisa mengubah mereka dari mau dilayani, menjadi mau melayani,” katanya.

Jokowi mengaku memang kwalitas kerja staf Kedutaan Besar di Hongkong itu masih kurang, dia sudah pernah juga mendapat laporan seperti itu. Sudah berupaya keras memperbaikinya, tetapi belum juga berhasil.

Jokowi mengaku sangat sulit mengubah pola pikir, pandangan, dan kesadaran itu. Tidak dapat dihasilkan dalam waktu singkat.

Ketika dia menjadi Walikota Solo saja baru 60 persen berhasil, waktu menjadi Gubernur DKI Jakarta, masalah e-budgeting dua tahun gagal. Dilanjutkan oleh Ahok, tahun pertama juga masih gagal, terbentur dengan Dewan (DPRD DKI Jakarta).

Perubahan adalah harapan masyarakat yang harus bisa diwujudkan, meskipun tidak gampang dan memerlukan waktu.

Itulah juga yang menjadi alasan Jokowi sering melakukan blusukan agar bisa mengetahui langsung keadaan sesungguhnya di masyarakat.

“Harus ada yang mengontrol langsung. Setiapkali saya blusukan, pasti ada yang bisikin, ‘itu di sana ada yang tidak beres’,” kata Jokowi.

Selain curhat Fera Nuraini, ada juga curhat Agung Soni dari Bali, menyangkut masalah yang menurutnya ada provokasi SARA dari luar Bali di Bali, yang berpotensi mengganggu kerukunan umat antaragama di sana.

Terhadap hal ini, Jokowi mengatakan telah mencatatnya, dan akan dibahas secara khusus dengan para pembantunya yang terkait.

 

Pesan Jokowi kepada Kompasianer

Kepada para kompasianer, Jokowi berpesan agar menulislah tulisan-tulisan yang penuh optimisme publik di Kompasiana. Jauhilah yang negatif dengan unsur-unsur kebencian.

“Tulisan harus bisa membuat optimisme publik. Dorongan integritas, makna etos kerja dan berisi harapan-harapan ke depan yang cerah,” pesan Jokowi.

Tulisan-tulisan di Kompasiana janganlah berisi pesimisme-pesimisme, hal-hal negatif, dan kebencian. Tulisan-tulisan itu tidak boleh membuat masyarakat pesimistis, saling bermusuhan, karena yang dibutuhkan adalah semangat optimisme dan persatuan bangsa. Dengan hal-hal seperti itulah menjadi bekal kita menghadapi persaingan global.

Sekarang persaingan sudah merupakan persaingan terbuka antar negara. Sebentar lagi kita akan menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN ), untuk bisa memenangi persaingan masyarakat kita harus bersatu dan penuh dengan semangat optimisme yakin menang.

“Saya anti ngomong hal-hal yang pesimistis, negatif. Kalau ada kendala, masalah, itu tantangan yang harus kita selesaikan (bersama),” kata Kokowi.

Jokowi memberi contoh, belum lama ini dia mengundang sekitar 12 orang CEO yang bergerak di bisnis yang menggunakan teknologi informasi, antara lain Buka Lapak, Go-Jek, ... Mereka semua berusia di bawah 30 tahun, tetapi semangat dan optimismenya luar biasa. Ketika Jokowi bertanya kepada mereka, apakah siap menghadapi pesaing-pesaing dari luarnegeri yang akan masik ke Indonesia (dalam rangka MEA), dan yakin bisa menang, semuanya dengan yakin menjawab, “Siap, dan yakin bisa menang”. Pertanyaan itu diulang Jokowi sampai tiga kali, dan mendapat jawaban yang sama sampai tiga kali pula.

 

Kompasianer Pendukung Prabowo Subianto

Di antara curhat beberapa kompasianer yang sudah disebutkan di atas, ada satu kompasianer yang tampil “beda”, dialah Thamrin Dahlan, salah satu kompasianer senior, yang pada Pilpres 2014 lalu bukan pendukung Jokowi, tetapi Prabowo Subianto.

Dukungannya terhadap Prabowo itu bukan sekadar dukungan biasa, tetapi pendukung berat yang sampai menerbitkan buku khusus tentang Prabowo yang ditulisnya sendiri, dengan judul “Prabowo Presidenku”.

Hal itu diungkapkan lagi dengan terus terang di hadapan Jokowi, yang disambut dengan tertawanya seisi ruangan, termasuk Jokowi.

“Tetapi, setelah Pilpres, dan Jokowi-lah yang terpilih sebagai Presiden, maka saat itu pula, Jokowi adalah presiden saya, presiden seluruh rakyat Indonesia,” kata Thamrin Dahlan yang disambut dengan tepuk tangan semua orang.

 

Kompasianer Berkesempatan Ikut Blusukan dengan Pesawat Kepresidenan

Thamrin Dahlan pulalah yang mengusulkan kepada Jokowi, agar mau menyertakan kompasianer saat dia blusukan ke daerah-daerah, agar ada liputan langsung dari sudut pandang rakyat sendiri, yang dalam hal ini “diwakili” Kompasiana. Selama ini yang meliput blusukan Jokowi kan hanya dari sudut pandang media saja.

Di luar dugaan, Jokowi merespon saran ini dengan serius.Ia mengatakan usulan itu sangat menarik, dan bisa direalisasikan. Kepada Admin Kompasiana diminta nanti memilih dua kompasianer untuk bisa mengikutinya blusukan ke daerah-daerah dengan pesawat Kepresidenan. Jika, memungkinkan sudah bisa direalisasikan saat dia melakukan kunjungan ke Papua bulan Desember ini juga. Kepada Teten Masduki, Jokowi memintanya untuk mencatat hal tersebut. Jadi, ini betul-betul serius.

Jokowi juga bilang agar pertemuan dengan para kompasianer seperti ini bisa dijadikan program yang rutin, yakni 3 bulan sekali.

 

 

Ada Makan Siang Gratis

Kesan kuat apakah yang saya rasakan dengan pengalaman masuk Istana Negara dan bertemu, bahkan sempat berdialog singkat dengan tuan rumah sekaligus orang Nomor Satu di negeri ini?

Kesan pertama, tentu ada perasaan senang dan bangga bisa masuk ke Istana Negara yang sejak dulu “sakral” bagi rakyat biasa seperti saya. Tidak sembarang orang bisa masuk di sana apalagi bertemu dengan Presiden secara langsung dan berinteraksi sedemikian akrab dengannya. Sepanjang acara ramah-tamah itu tidak ada jarak antara rakyat dengan Presidennya. Jokowi memperlakukan kami semua, tamu-tamunya dari Kompasiana itu layaknya sahabat-sahabat baiknya saja. Ketika kami, tampak serius menyimak pernyataan-pernyataan Jokowi, dia malah dengan cepat mencairkan susana dengan berkata, “Kok, jadi serius?”, disambut dengan gelak tawa kami, suasana menjadi cair kembali.

Ketika acara santap siang selesai, memasuki sesi foto bersama, ada satu-dua kompasianer yang meminta Jokowi menandatangani undangannya, Jokowi dengan senang hati memenuhinya, bahkan kemudian berinisiatif meminta semua undangan dikumpulkan saja supaya dia bisa menandatangani semuanya, satu per satu.

Dengan menjadikan meja sebagai tumpuannya, sambil membungkuk Jokowi menandatangani satu per satu undangan tersebut dikerubungi sekitar 100 “sahabat-sahabatnya” dari Kompasiana itu. Beberapa anggota Paspamres hanya mengawasi dari jauh.

Keterangan foto: Jokowi saat meladeni tandatangan di atas undangan santap siang para kompasianer (Setneg)

 

Saat berpamitan ada yang menyelutuk, “Pak Jokowi, cepat sembuh, ya?”

Jokowi menoleh, berkata sambil tersenyum, “Sembuh dari apa? Saya sehat-sehat saja, kok!” Dan, memang Jokowi tampak sehat-sehat saja, tidak seperti yang diberitakan media mengutip pernyataan Tim Komunikasi Kepresidenan Ari Dwipayana. Pada 10 Desember lalu, Ari mengatakan, Jokowi kurang enak badan, karena itu batal melakukan kunjungan kerja ke Bandung, untuk membuka Festival Antikorupsi 2015 di sana.

Makan siang bersama Jokowi di Istana Negara bersama sekitar 100 kompasianer hari itu benar-benar adalah makan siang gratis, sebagaimana juga saat makan siangnya dengan 16 kompasianer dan Admin pada 19 Mei 2015 lalu. Demikian juga sama dengan ketika Jokowi menjamu 12 CEO perusahaan berbasis teknologi informasi, para pengemudi Go-Jek, perwakilan mahasiswa, dan sebagainya. Itu semua merupakan perwujudan dari seorang Presiden yang ingin sungguh-sungguh mendengar secara langsung aspirasi rakyatnya, mulai dari pengusaha, mahasiswa, sampai dengan rakyat biasa yang bergabung dalam berbagai komunitas penyuara suara rakyat, seperti Kompasiana.

Apa yang dilakukan Presiden Jokowi ini tak bedanya saat dia menjadi Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta; mengundang rakyat makan siang gratis untuk mendengar secara langsung dari hati ke hati berbagai masalah, curhat, dan bentuk aspirasi lainnya demi kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan negara.

Tidak ada secara eksplisit, maupun implisit yang mengingsyaratkan Jokowi memanfaatkan makan siang gratis itu untuk memperoleh dukungan politik dari rakyat yang diundangnya itu.

Makan siang gratis hanyalah merupakan cara ala Jokowi menjalin komunikasi langsung dengan rakyatnya dari semua lapisan masyarakat. *****

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun