Selain guru yang saya nilai sebagai guru berkelainan jiwa itu, saya juga pernah menjadi korban guru yang tidak punya jiwa mendidik, masih di sekolah yang sama. Suatu ketika, saya merasa penglihatan saya kabur, tidak bisa membaca tulisan-tulisannya di papan tulis. Saya lalu bertanya kepadanya, karena tidak bisa kelihatan dengan jelas tulisannya itu. Guru itu datang ke dekat tempat duduk saya, lalu melihat ke arah papan tulis, ketika dia bisa melihat dengan jelas huruf-huruf di papan tulis itu, dia langsung menampar saya. Menurutnya, saya mempermainkannya, tulisan jelas begitu saya dianggap pura-pura tidak bisa membaca karena kabur. Padahal, rupanya, ketika itu, mata saya mulai menderita rabun jauh.
Sebelumnya, saya juga ingat ketika masih di Sekolah Dasar (SD), juga pernah punya guru yang tidak beres jiwanya. Ia juga suka memukul kami murid-muridnya secara berlebihan. Kadang-kadang, satu murid dianggapnya berbuat salah, semua murid sekelas kena dipukulnya. Alat yang menjadi favoritnya untuk dipakai memukul kami itu adalah dengan seikat sapu lidi, bagian kepalanya sapunya yang dipakai untuk memukul kami. Kami disuruh meletaknya kedua tangan di atas meja, kemudian dia berkeliling memukul tangan-tangan itu satu persatu dengan sapu lidi itu.
Selain sapu lidi, guru itu juga suka memukul kami dengan mistar kayu, sepanjang 100 cm. Dengan mistar kayu itu. Sasaran bagian tubuh kami yang dipukul dengan mistar kayu itu adalah di bagian punggung. Ada kalanya sampai mistar kayu itu patah di salah satu punggung dari kami.
Puluhan tahun kemudian, ternyata kasus-kasus seperti yang pernah saya alami ketika duduk di SD dan SMP itu masih saja terus terjadi. Bahkan lebih parah lagi, dalam beberapa kasus sampai mengakibatkan murid yang dipukul guru itu meninggal dunia, seperti kasus guru memukul muridnya di Ternate tersebut diatas. *****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H