Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Aneh tapi Nyata, Kapolri Samakan Konvoi Moge dengan Pemudik Lebaran 

21 Agustus 2015   09:24 Diperbarui: 21 Agustus 2015   11:38 5598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat sudah lama sangat antipati dengan perilaku arogan para pengendara motor gede (moge) Harley-Davidson yang sering merasa mereka sebagai “raja-raja jalanan”, dan berada di atas supremasi hukum ketika berkonvoi di jalan-jalan raya. Semua rambu jalan menjadi tak berlaku bagi mereka. Masyarakat harus menyingkir, kepentingan umum harus disingkirkan jika mereka lewat.

Masyarakat juga yakin bahwa konvoi yang dikawal polisi dengan melanggar rambu-rambu lalu lintas itu merupakan suatu pelanggaran hukum, khususnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bahwa konvoi moge bukan pengecualian dari kendaraan bermotor yang boleh melanggar rambu-rambu lalu-lintas, termasuk lampu lalu lintas.

Ketika terjadi peristiwa di Yogyakarta, Sabtu, 15 Agustus 2015, saat seorang pesepeda bernama Elanto Wijiyanto, menghadang konvoi moge, karena menganggap mereka melanggar lampu lalu lintas, pihak Istana sendiri telah merilis pernyataan resminya di situs http://setgab.go.id , isinya: menyatakan bahwa konvoi moge dengan pengawalan polisi dengan melanggar rambu lalu lintas itu merupakan pelanggaran hukum. Argumen dengan dasar hukumnya dipaparkan secara cukup komprehensif oleh pihak Sekretariat Kabinet itu bisa dibaca di sini.

Apa yang dijelaskan di situs itu juga sebenarnya sudah merupakan pengetahuan umum masyarakat yang perduli terhadap persoalan ini.

Namun, pihak Kepolisian RI pun tetap saja pada pendiriannya, membela mati-matian para pemilik moge  dengan hobi konvoi di jalan-jalan rayanya itu. Pihak Polri ngotot konvoi moge dengan pengawalan polisi itu tidak melanggar hukum, termasuk mengabaikan semua rambu lalu lintas.

Dengan kata lain, menurut polisi, sesuai hukum negara, masyarakat umum sesama pengguna jalan memang harus mengalah saat konvoi moge itu lewat, dan rambu-rambu lalu-lintas tak berlaku bagi mereka. Termasuk ketika konvoi itu masuk tol, semua mobil yang berada di sana juga harus menyingkir.

Kepala Korps Lalu Lintas Irjen Condro Kirono  sudah menegaskan hal itu beberapa waktu lalu. Bahwa konvoi moge dengan pengawalan oleh polisi adalah hal yang benar, sesuai dengan hukum, sebagaimana bisa dibaca di sini.

Mabes Polri di akun Face Book-nya juga membuat pernyataan mengenai kasus Elanto Wijoyono yang menghadang dan memrotes polisi dan konvoi moge karena menganggap mereka melanggar lampu lalu lintas itu.

Di situ Mabes Polri malah menyalahkan Elanto dengan aksi beraninya itu, yang disebutkan telah membahayakan dirinya sendiri dengan melakukan pelanggaran hukum karena menghadang konvoi yang dikawal polisi yang sudah sesuai dengan prosedur hukum. Elanto bahkan dituding sebagai pelanggar hukum. Mabes Polri menghimbau kepada masyarakat agar jangan meniru perbuatan Elanto tersebut.

“Jangan ditiru ya aksi berbahaya pak Elanto,” nasihat Mabes Polri kepada masyarakat di akun Face Book-nya itu.

Jadi, sama saja juga Mabes Polri menyatakan, pernyataan yang dirilis pihak Istana tersebut di atas adalah salah. Bukan polisi dan konvoi moge yang melanggar hukum seperti yang disebut pihak Istana, tetapi sebaliknya.

 

Kengototan Polri membela para pemilik moge itu mungkin juga karena cukup banyak para perwira Polri, baik yang masih aktif, maupun sudah purnawirawan juga merupakan anggota dari klub pemilik sepeda motor gede yang harganya melebihi sebuah Kijang Inova, atau setara dengan sebuah mobil mewah kelas menengah itu (mulai dari Rp 400 jutaan sampai dengan lebih dari Rp 1 miliar per unitnya).

Ketuanya yang sekarang saja, yaitu Ketua Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) adalah  Komjen Polisi (Purn) Nanan Sukarna. Nanan juga dalam pernyataannya telah menyalahkan masyarakat khususnya Elanto Wijoyono yang telah menghadang konvoi moge di Yogyakarta itu. (lihat daftar harga Harley-Davidson di sini)

Maka itu, rasanya kita tak perlu heran, ketika Polri terus bersikeras membela para pemilk moge itu, meskipun harus berseberangan dengan masyarakat dan pihak Istana sekali pun.

Tak mau ketinggalan, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti pun merasa perlu ikut menyampaikan pembelaannya itu. Dan, saking bersemangatnya Badrodin, sampai-sampai ia membuat pernyataan pembelaan yang kedengarannya lucu, konyol, tidak nyambung.

Badrodin menganalogikan konvoi moge dengan pengawalan polisi itu dengan pemudik Lebaran yang juga dikawal polisi!

Katanya dengan nada protes kepada mereka yang mengritik polisi yang mengawal konvoi moge itu, kenapa polisi mengawal konvoi moge diprotes dan dikecam, tetapi kenapa ketika polisi juga mengawal para pemudik Lebaran, masyarakat dan media tidak protes.

"Kenapa media dan masyarakat tidak sekalian protes saat polisi mengawal pemudik?!"  seru Badrodin, di kompleks Polri, Jakarta, Rabu (19/09/2015).

Menurut dia, kedua peristiwa itu sama. Polisi memiliki kewenangan untuk mengawal kegiatan masyarakat dengan pertimbangan tertentu.  

"Misalnya demi keselamatan, keamanan. Polisi kan memiliki diskresi," katanya.

Badrodin keliru, masyarakat sebenarnya tidak berkeberatan dan protes polisi mengawal konvoi moge itu. Yang membuat masyarakat tidak suka, dan protes itu adalah konvoi-konvoi itu seolah-olah berada di atas hukum, melanggar rambu-rambu lalu lintas, dan melanggar hak-hak publik sesama pengguna jalan raya. Sudah begitu, mereka kerap berperilaku sangat arogan dan tidak mau bertanggung jawab jika ada masyarakat yang menderita kerugian karena ulah mereka itu.

Dalam aksi konvoi moge itu, kepentingan publik justru diharuskan mengalah, demi kepentingan hanya sekelompok orang yang hanya menyalurkan hobi mahalnya itu.

Jelas sangat jauh berbeda kepentingan para pemudik Lebaran dengan kepentingan para pemilik moge itu.

Dalam mudik Lebaran yang ada adalah kepentingan umum, kepentingan ratusan juta orang yang secara serentak dengan menggunakan aneka ragam moda transportasi mengalir dari berbagai kota ke kampung-kampung halamannya di seluruh Indonesia. Oleh karena itu merupakan kewajiban polisi untuk mengatur dan mengawal arus lalu lintas yang jumlahnya sangat banyak itu.

Di saat itulah kepentingan umum wajib diutamakan dibandingkan dengan kepentingan individu-individu. Oleh karena itu antara lain, sejak beberapa hari sebelum Lebaran tiba, berlaku larangan semua truk angkutan barang (dagangan) melintas di jalan raya, kecuali truk angkutan sembako yang berkaitan dengan kepentingan Lebaran itu sendiri.

Di sinilah waktu dan tempatnya polisi melaksanakan slogannya: Melayani dan mengayomi masyarakat umum.

Hal yang sangat berbeda dan sangat bertolak belakang dengan konvoi moge di jalan raya dengan segala macam arogansinya.

Di sini yang terjadi adalah sebaliknya, kepentingan segelintir orang lebih diutamakan daripada kepentingan umum sesama pengguna jalan raya. Dan, kepentingan yang dimaksud itu hanyalah merupakan penyaluran hobi mahal mereka. Demi menyalurkan hobi mereka mengendarai Harley-Davidson-nya di jalan raya, masyarakat diharuskan mengalah!

Mau tak mau masyarakat harus paham bahwa meskipun mereka dan para pemilik moge adalah sama-sama WNI, tetapi WNI bagi para pemilik moge itu ditambahkan singkatannya dari Warga Negara Istimewa!

Seperti konvoi di Yogyakarta itu, yang katanya dalam rangka memperingati 70 tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, dengan membawa bendera Merah-Putih segala, meraka pun memaksa masyarakat harus mengerti bahwa mereka adalah warga negara istimewa yang merdeka dan boleh bertindak sebebas-bebasnya mereka.

Para pemilik moge  itu selama ini kerap berperilaku arogan di jalan itu mungkin karena mereka berpikir saat dengan moge-nya melintas di sepanjang jalan raya, masyarakat akan terkagum-kagum dengan mereka yang tampak gagah dengan moge mereka yang super mahal itu, padahal yang sebenarnya adalah sudah lama masyarakat semakin muak dengan mereka.

Masyarakat tidak iri, masyarakat tidak berkeberatan mereka menyalurkan hobinya di jalanan dengan dikawal polisi, yang membuat masyarakat muak terhadap mereka adalah ulah arogansi mereka terhadap masyarakat sesama pengguna jalan. Mereka tak segan-segan main hakim sendiri terhadap masyarakat yang dianggapnya menghalangi kelancaran jalan mereka, atau berani melawan mereka, mereka  merasa seolah-olah di atas hukum dengan tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas, masuk jalan tol, dan sebagainya.

Contoh paling nyata dan paling hangat adalah kejadian di  Yogyakarta, pada Sabtu, 15 Agustus 2015 itu. Saat sebuah moge yang merupakan bagian dari konvoi moge itu, menyerempet sebuah sepeda motor bebek Yamaha Vixion, lalu terjatuh menimpa sebuah mobil Toyota Rush yang sedang berhenti karena lampu merah. Akibatnya pintu kiri Toyota Rush itu tergores dan penyok. Saat pengemudi Rush itu meminta pertanggungjawaban pengemudi moge itu, ia menolak, sehingga terjadi pertengkaran mulut di antara mereka.

Ketika pengemudi Yamaha bebek itu berupaya mengingatkan pengemudi moge itu atas ulahnya, ia bersama beberapa kawannya malah menganiaya pengemudi Yamaha bebek itu. Kemudian mereka pergi begitu saja meninggalkan korban-korbannya.

Katanya, polisi Yogyakarta sedang mengusut kasus ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Benarkah bukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku khusus untuk warga negara istimewa pemilik moge?

Saya sendiri pernah menjadi korban arogansi konvoi moge di Surabaya. Ketika mereka hendak lewat, seperti biasa dikawal oleh voorijder polisi, yang memerintahkan semua kendaraan lain minggir memberi jalan kepada konvoi moge itu. Saya sudah berupaya menepikan mobil saya, tetapi karena sudah ada mobil-mobil lain, saya tidak bisa menepi dengan sempurna. Konvoi moge itu lewat, tiba-tiba mobil saya itu dipukul dengan keras kaca spionnya oleh salah satu pengemudi moge itu, belum hilang kaget saya, berselang beberapa saat kemudian, yang lain menendang mobil saya.

Jika para pemilik moge itu hendak mengintrospeksi diri, demikian juga polisi, dengan memperbaiki perilakunya, dengan tetap taat hukum, menghormati hak-hak pengguna jalan lainnya, pasti masyarakat pun akan dengan sendiri bersimpatik terhadap mereka. *****

Sumber berita:

Kapolri, kenapa Tidak Protes Saat Polisi Kawal Pemudik 

Istana Sebut Tindakan Polisi Kawal Konvoi Moge Langgar Aturan

Ingatkan Ugal-ugalan, Warga Malah Dikeroyok Pengendara Moge

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun