Di dalam suatu acara diskusi di Jakarta, pada 4 Februari 2015, Rizal Ramli bahkan dengan terang-terangan mengatakan bahwa banyak menetri di Kabinet Kerja Jokowi sangat tak berkwalitas. Kwalitasnya bukan “kw-2” lagi, tetapi “kw-3”.
"Banyak menteri di kabinet Jokowi masih 'kw-3' (tak berkwalitas)”, kata Rizal Ramli ketika itu.
Dia pun mencontohkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno yang pernah justru memperkeruh konflik antara KPK dan Polri, saat mengatakan rakyat pendukung KPK adalah rakyat yang tidak jelas.
"Tolong hentikan 'ludruk' ini karena ini menjadi ketawaan dunia," ujar Rizal.
Kini, “Mentri Ludruk” ala Rizal Ramli itu sudah diberhentikan oleh Presiden Jokowi, menggantikannya dengan Luhut Binsar Pandjaitan.
Rizal juga mempertanyakan kinerja menteri-menteri yang membidangi ekonomi dan energi, karena menaikkan harga BBM. Menurutnya, meskipun kemudian harga BBM diturunkan lagi mengikuti harga minyak dunia, tetapi harga bahan pokok sudah terlanjur naik dan tak bakal turun lagi.
"Kalau jadi pejabat hanya bisa menaikkan harga, enggak usah sekolah tinggi-tinggi. Padahal banyak cara menurunkan harga," kritik Rizal.
Saat melancarkan kritik ini; mengatai banyak menteri di Kabinet Kerja Jokowi tak punya kwalitas alias “kw-3”, Rizal tampaknya tak sadar bahwa dengan mengatakan demikian berarti sama saja dengan dia mengatai juga Jokowi sebagai Presiden yang tak mampu memilih para pembantunya yang berkwalitas. Pilih menteri-menteri kok seperti “pemain ludruk” dan hanya kw-3.
Kalau menteri-menterinya banyak yang ber-kw-3, lalu yang memilihnya kw berapa, dong?!”
Demikian juga dengan kritiknya tentang menaikkan harga BBM bersubsidi, Rizal Ramli lupa bahwa justru Presiden Jokowi-lah yang memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi itu. Tak mungkin menteri bisa menaikkan harga BBM tanpa perintah/persetujuan dari Presiden Jokowi.
Ataukah Rizal Ramli sebenarnya memang hendak menyerang Jokowi melalui para menterinya yang secara kasar dikatakan “bodoh-bodoh” itu?