Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penelusuran Rekam Jejak Calon Pimpinan KPK Tak Menjamin Tak Bakal Ada Lagi Kriminalisasi terhadap KPK

30 Juli 2015   23:42 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:07 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Asalkan ada kepentingan pihak tertentu yang dimaksud karena tersangkut kasus di KPK, maka tindak pidana masa lalu pemimpin KPK itu bisa “dicari dan ditemukan kembali”, sehingga cukup ada alasan hukumnya mereka ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian, atau Kejaksaan Agung. Tidak perlu “temuan” itu merupakan suatu tindak pidana berat, tetapi cukup suatu tindak pidana ringan bahkan ecek-ecek, maka ada alasan hukum menetapkan mereka sebagai tersangka.

Demikian juga soal apakah nanti dalam proses hukum selanjutnya bisa diteruskan sampai ke pengadilan atau tidak, dan jika sampai di pengadilan apakah terbukti bersalah atau tidak, itulah tidak terlalu penting. Karena dengan status tersangka itu saja sudah cukup membuat KPK lemah lagi dengan diberhentikannya untuk sementara oleh Presiden pemimpin KPK yang diincar. Memerlukan waktu proses hukum yang relatif lama untuk memastikan status hukum pimpinan KPK yang menjadi target itu, apalagi jika masa jabatannya sudah mendekati habis.

Langkah yang dilakukan Pansel Calon Komisooner KPK sekarang ini bukanlah hal yang baru pertamakali dilakukan, sebelum-sebelumnya juga sudah lazim dilakukan, termasuk terhadap pemimpin KPK periode ketiga atau di era Abraham Samad. Namun apa yang terjadi kemudian? Kita semua sudah tahu.

Padahal kasus yang dituduhkan kepada Bambang sebagai penyuruh orang lain membuat kesaksian palsu di sidang MK, misalnya, sudah pernah juga ditelusuri oleh pansel calon pemimpin KPK ketika itu, bahkan saat di uji kelayakan dan kepatutan di DPR, kasus itu juga ditanyakan. Hasilnya saat itu, semua sudah klir.

Tetapi, saat KPK menetapkan Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai tersangka penerima gratifikasi, Mabes Polri langsung melakukan serangan balik dengan “menghidupkan” kembali kasus tersebut. Yang kemudian dipakai sebagai alasan untuk menetapkan Bambang sebagai tersangka. Demikian juga dengan kasus tindak pidana ringan kelas “ecek-ecek”, pemalsuan KTP, yang ditudingkan kepada Abrahaman Samad, dengan mudah dan efektifnya diciptakan dan manfaatkan untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. Lalu, dengan alasan demi Undang-Undang, Presiden Jokowi pun memberhentikan mereka sebagai pemimpin KPK. Teorinya untuk sementara, faktanya sama saja dengan pemberhentian selamanya, karena proses hukumnya yang lama melampui sisa waktu jabatan mereka.

Soal proses hukum selanjutnya dari kedua pemimpinan KPK itu bagaimana, tidak penting lagi. Yang terpenting target sudah tercapai, yaitu melengserkan kedua tokoh utama KPK itu, sehingga KPK yang tadinya dikenal paling garang bak malaikat maut bagi para koruptor kelas paus sekalipun, berubah dalam sekejap mata menjadi nyaris lumpuh, dan kelanjutan kasus Budi Gunawan pun terhenti melalui sinetron hukum yang konyol.

Selain Bambang dan Abraham, penyidik utama KPK yang menangani kasus Budi Gunawan, Novel Baswedan pun diungkitkan kembali kasus lamanya yang juga sebenarnya sudah selesai, dan langsung ditetapkan sebagai tersangka. Demikian juga dengan 20-an penyidik lainnya, dicari-cari kesalahannya, maka “ditemukan” soal pemilikan senjata api tanpa hak. Jika tak dihentikan, maka Bareskrim Polri sudah menetapkan mereka juga sebagai tersangka.

Jika tidak kasus KPK vs Polri tidak terhenti karena adanya perkembangan kasusnya sampai sedemikian rupa itu, maka dua pemimpin KPK sisanya, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja, sebenarnya juga sudah dibidik sebagai target berikutnya dengan kasus lama mereka masing-masing.

Maka jadilah KPK yang sekarang ini adalah KPK yang paling lemah sepanjang sejarah sejak lembaga antirasuah itu didirikan pada 2002. Sangat ironis jika kita ingat dengan janji Jokowi di masa Pilpres yang akan memperkuat KPK berpuluh kali lipat dari sekarang; anggaran dinaikkan sepuluh kali lipat, penyidik diperkuat dengan seribu orang penyidik!

Dengan rekam jejak Mabes Polri seperti ini, dan selama Pasal 32 ayat 2 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK masih berlaku, maka argumen saya yang meragukan efektifitas penelusuran rekam jejak para calon di Kepolisian RI dengan tujuan agar kelak mereka tak lagi dikriminalisasikan, mempunyai dasar yang kuat.

Maka, secara satire bisa dikatakan sesungguhnya cara paling efektif mencegah terjadi lagi kriminalisasi terhadap para pemimpin KPK itu sebetulnya sederhana saja, yaitu: jangan sekali-kali berani mengusik perkara dugaan korupsi di Kepolisian RI atau Mabes Polri. Jika para pemimpin KPK itu kelak mau awet kedudukannya pura-pura tidak tahu saja seandainya kelak ada indikasi kasus korupsi di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun