Permasalahan cara penulisan nama Bung Karno ini, ternyata sudah pernah ditulis juga di Kompasiana oleh Sutomo Paguci, pada 1 September 2012. Inti tulisannya sama dengan surat pembaca tersebut di atas.
Yang menjadi pertanyaan apakah ejaan Suwandi tersebut memang juga berlaku bagi cara penulisan nama orang, sama dengan perubahan ejaan berikutnya (EYD) yang berlaku mulai 23 Mei 1972 itu, yang mengganti “dj” dengan “j”, “tj” dengan “c”, “ch” dengan “k”, “j” dengan “y”?
Sehingga dalam urusan-urusan formal dan legal nama setiap orang juga yang menggunakan ejaan-ejaan lama seperti itu seharusnya diganti, menyesuaikannya dengan ejaan baru sebagaimana disebutkan Bung Karno tersebut?
Sebab mengubah cara penulisan nama seseorang tidak sesederhana itu, apalagi jika sudah diterbitkan suatu akta kelahiran baginya. Terutama untuk kepentingan-kepentingan formal administrasi, kependudukan, dan hukum. Seperti pembuatan KSK, KTP, penandatanganan akta kontrak, kepentingan yang berkaitan dengan pemilu, dan sebagainya. Cara penulisan nama seseorang harus sesuai dengan apa yang tercantum di akta kelahirannya, jika tidak, berbeda satu huruf saja, bisa berdampak pada masalah hukum.
Jadi, untuk urusan formal dan legal, ejaan nama orang harus tetap berpatokan pada nama yang tertera pada akta kelahirannya, tidak bisa diubah, meskipun satu huruf pun, dengan alasan apapun, termasuk terjadinya perubahan ejaan yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika hanya urusan non-formal, seperti cara menulis namanya di buku otobiografi, dan ain-lain sejenisnya, bukanlah masalah, terserah yang bersangkutan sendiri. *****