[caption id="attachment_365990" align="aligncenter" width="624" caption="Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti | Foto: Kompas.com"][/caption]
Lewat ciutan di akun Twitter-nya , 13 Mei 2015, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan bahwa ada tawaran Rp 5 triliun agar dirinya bisa dilengserkan. Menurut asistennya, Fika, tawaran Rp 5T itu bukan kepada Susi langsung, tetapi melalui orang lain. Jadi, orang lain (pihak ketiga) itu yang ditawari imbalan Rp 5T jika bisa melengserkan Susi dari KKP.
“Yang soal Rp 5 triliun itu tawarannya bukan ke Ibu Susi langsung. Tapi lewat orang lain. Rp 5 triliun itu dikasih ke orang lain, pihak ketiga, untuk menurunkan Ibu Susi. Cuma sebatas itu yang disampaikan Ibu Susi,” kata Fika, dihubungi Kompas.com, Rabu (13/5/2015).
Rupanya orang itu, yang disebut Susi sebagai otak dari illegal fishing itu tidak cukup nyali untuk menyatakan secara langsung kepada Susi, atau ia tahu bahwa untuk frontal dengan Susi adalah sesuatu yang mustahil, bahkan bunuh diri konyol.
Bayangkan saja, siapa yang masih waras dan berani mati, baik secara langsung maupun tidak menawari kepada Susi agar ia bersedia mundur dari jabatannya sebagai menteri Kelautan dan Perikanan itu, dengan imbalan Rp 5T sekalipun?
Membayangkan saja akibatnya sudah mampu membuat orang merinding ketakutan. Mereka kini sadar sepenuhnya, ternyata mereka keliru besar karena pernah memandang remeh orang yang dulu direndahkan sebab hanya lulusan SMP itu. Semua orang tahu, Susi Pudjiastuti adalah sosok yang benar-benar kebal, sakti madraguna dengan segala macam sogokan.
Jadi, siapakah orang ketiga yang sudah didekati penjahat kakap di bidang kelautan dan perikanan itu – yang bisa jadi bukan hanya seorang diri – agar bisa melengserkan Susi? Tentu dia itu mempunyai power atau pengaruh yang sangat kuat untuk melakukan itu. Apakah orang(-orang) dekat Presiden Jokowi yang telah didekati agar mau mempengaruhi Jokowi menurunkan Susi? Kalau langsung kepada Jokowi sendiri, penjahat itu juga pasti lebih tidak berani lagi, karena dia pasti tahu Jokowi lebih sakti daripada Susi soal sogok-menyogok.
[caption id="attachment_365991" align="aligncenter" width="473" caption="Cuitan Menteri Susi di akun Twitter-nya"]
Siapa pun orang ketiga itu, ia pasti punya kedekatan dengan pusat kekuasaan (Presiden), karena sehebat apapun dia, pada akhirnya yang paling menentukan untuk tetap mempertahankan Susi, atau menurunkannya adalah Presiden, dalam hal ini Presiden Jokowi.
Di dalam dunia usaha dan perpolitikan hitam Indonesia, sudah menjadi rahasia umum bahwa ada saja orang di luar maupun di dalam lingkaran kekuasaan, tetapi/dan mempunyai hubungan erat dan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pemegang kekuasaan itu, termasuk seorang Presiden sekali pun, sehingga ia mampu mempengaruhi pemegang kekuasaan itu dalam menentukan siapa-siapa saja yang akan diangkat menjadi pejabat negara tertentu, dan siapa-siapa saja yang harus dicopot.
Orang-orang yang mempunyai pengaruh kuat itu bisa saja adalah orang yang sudah bersahabat lama dengan pemegang kekuasaan itu, pengusaha besar, politikus, pejabat negara, atau bahkan anggota keluarga dari pemegang kekuasaan tersebut, terutama istri atau suaminya.
Siapakah di antara golongan orang-orang itu yang telah didekati penjahat illegal fishing itu untuk bisa menurunkan Susi dari jabatannya itu? Tentu, tak ada yang tahu, selain, penjahat illegal fishing itu, pihak ketiga itu, Susi, dan mungkin juga Presiden Jokowi.
Mungkin Jokowi sudah merasa ada yang telah melakukan pendekatan dengannya untuk upaya jahat tersebut, dan mungkin juga Jokowi-lah yang telah memberitahu kepada Susi tentang adanya penawaran Rp 5T untuk menurunkannya itu. Penjahat itu hendak memanfaatkan momen adanya kabar rencana Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet dalam beberapa bulan ke depan.
Mungkin didalam rencana itu akan dibuat alasan Susi dilengserkan karena terlalu “gila” dalam menjalankan jabatannya itu sehingga merugikan banyak nelayan, dan sebagainya. Tentu saja rencana dan upaya tersebut tak bakal berhasil, karena bukankah Jokowi sendiri pernah bilang, ia memang membutuhkan “kegilaan” Susi Pudjiastuti itu?
Tawaran Rp 5T itu tentu saja terlalu sangat menggiurkan bagi pejabat penjahat yang pada dasarnya bermental korup, yang jenis gilanya berbeda dengan gilanya Susi, yaitu gila jabatan dan uang. Jabatan dikejar semata-mata demi uang dan kehormatan semu. Oleh karena itu mereka akan tanpa ragu, bahkan dengan penuh antusias tinggi akan menerima tawaran itu seandainya saja tawaran itu ditujukan kepada mereka.
Saat mendengar tawaran RP 5T agar Susi bisa diturunkan itu, mungkin saja ada di antara menteri-menteri di Kabinet Kerja Jokowi-JK itu berandai-andai seandai saja mereka yang berada di posisi Susi, mumpung akan menjadi salah satu “korban” reshuffle kabinet nanti. Daripada terkena resfhuflle begitu saja, bukankah merupakan suatu rezeki besar jika di-reshuffle dengan imbalan yng super jumbo itu?
Semoga saja, di antara para menteri di kabinet Jokowi yang lain pun tidak ada yang bermental seperti itu.
Tetapi, di dalam rencana penjahat illegal fishing yang ingin Susi mundur itu, kemungkinan besar dia sudah mempersiapkan kandidatnya untuk menggantikan posisi Susi itu, tentu saja juga melalui pihak ketiga yang sudah didekati dengan tawaran Rp 5T itu. Siapapun dia kandidat itu, tentu saja dia harus bisa diatur dan bisa memperlancar kembali bisnis jahatnya di bidang kelautan dan perikanan tersebut, yang sudah ditutup Susi Pudjiastuti itu.
Yang dikhawatirkan pasca pengungkapan upaya menurunkan Susi dengan imbalan Rp 5T itu gagal, penjahat illegal fishing itu tidak akan berhenti sampai di situ saja. Sebagaimana watak dari mafia-mafia besar lainnya, yang sudah terbiasa tidak pernah sudi menerima kekalahan dan usaha ilegalnya diberantas begitu saja, maka setelah dengan “cara baik-baik” gagal, maka mereka akan melakukan dengan cara berikutnya, yaitu cara-cara mafia sejati, yaitu teror dan serangan fisik; seperti sabotase terhadap perusahaan-perusahaan milik Susi Pudjiastuti, atau terhadap anggota keluarga Susi, atau bilamana perlu upaya terakhir yang dilakukan, yakni dengan melakukan rekayasa pembunuhan!
Semoga saja kehawatiran seperti itu adalah kekhawatiran yang berlebihan, meskipun tak ada salahnya jika pihak-pihak yang berwenang melakukan langkah-langkah antisipasi yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kemungkinan–kemungkian seperti itu. *****
“Seorang yg punya Kebiasaan berbohong biasanya membuat orang tsb tidak percaya bahwa ada manusia yang tidak biasa bohong” (Susi Pudjiastuti, via akun Twitter-nya).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H