Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Menantang Adnan Pandu Praja, Zulkarnain, dan Johan Budi

23 April 2015   21:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:45 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DAHULU: Kenangan lama empat komisoner KPK sebelum KPK dilumpuhkan pasca penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka (aktualpost.com)

Meskipun belum melakukan gelar perkara Budi Gunawan, Kabareskrim Polri Komjen Budi Waseso, sudah memastikan bahwa perkara yang dilimpahkan KPK kepada Kejaksaan Agung, dan oleh Kejaksaan Agung dilimpahkan ke Polri itu tidak layak diteruskan. Itulah juga alasan dari Kapolri Badrodin Haiti untuk melantik Budi Gunawan sebagai Wakapolri, Rabu, 22 April 2015.

Budi Waseso mengatakan ketidaklayakan itu berdasarkan hasil sidang praperadilan Budi Gunawan, yang memenangkan Budi, dan mengenai kualitas berkas perkara yang dibuat KPK itu yang sangat jauh dari layak. “Tolong KPK ajarkan saya mengenai teknik pembuatan berkas perkara yang belum pernah saya tahu itu,” begitu kira-kira sindiran Budi Waseso saat diwawancara Metro TV, Rabu malam  (22/04/15).

Sebelumnya pada hari yang sama, saat di Mabes Polri, ia juga bilang, "Sementara ini, penilaian kepolisian dan saksi ahli yang kita panggil, berkas ini tidak layak disebut berkas. Berkas ini tidak bisa dijadikan dasar penetapan tersangka seseorang".

Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane bahkan lebih lantang lagi suaranya daripada Budi Waseso tentang berkas perkara Budi Gunawan dari KPK itu. Neta tanpa tedeng aling-aling mengatakan  berkas perkara yang dibuat KPK itu sama derajatnya dengan sampah!

"Dari temuan kita berkas yang disodorkan KPK itu bodong dan sampah," kata Neta dalam dialog Prime Time News Metro TV, Rabu malam (23/04/2015).

Menurut Neta, KPK tak mampu menunjukkan dokumen asli berkas perkara Budi Gunawan saat itu. Ia juga menyebutkan Ketua non-aktif KPK Abraham Samad tak mampu memaparkan persoalan Budi Gunawan secara jelas kepada publik.

"Berkas yang dipaparkan Samad itu tidak ada. Makanya ketika ditanya wartawan mereka tidak bisa tunjukkan. Cuma hasil fotokopi dan scan-an saja. Jadi sangat sampah," lanjutnya (Metrotvnews.com).

Padahal sebelumnya, saat mengumumkan Budi Gunawan sebagai tersangka, Abraham Samad secara singkat sudah menjelaskan mengenai proses penyelidikan dan penyidikan sampai akhirnya KPK memutuskan menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Semua itu diputuskan secara kolektif kolegial oleh keempat komisioner KPK.

Saat persidangan praperadilan Budi Gunawan, kepada Hakim Sarpin Rizaldi, pihak penyidik KPK sebagai saksi juga menjelaskan secara lebih rinci tentang proses bagaimana dari awal sampai akhirnya KPK memberkaskan perkara Budi Gunawan dan menetapkannya sebagai tersangka itu.

Penyidik KPK Iguh Sipurba yang memberi penjelasan itu menyatakan bahwa pemberkasan perkara Budi Gunawan itu dibuat berdasarkan proses penyelidikan yang sudah dimulai sejak Juni 2014, pengumpulan data dan keterangan (pulbaket), gelar perkara atau ekspose yang dihadiri oleh keempat pimpinan KPK, lalu meningkat ke penyidikan.

"Setelah ekspose, disepakati untuk naik ke penyidikan. Kemudian, kami melanjutkan pembuatan laporan tindak pidana korupsinya," jelas Iguh ketika itu.

Dalam kesaksiannya, Iguh juga menerangkan laporan hasil analisis (LHA) yang dikeluarkan Pusat Penelusuran dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Iguh menegaskan bahwa KPK telah memiliki LHA tahun 2008 usai mendapat laporan dari masyarakat. Namun pada 2014, KPK meminta PPATK untuk mengeluarkan LHA terbaru milik BG.

"(Pada) 2014, kita minta resmi ke PPATK untuk mempertajam LHA 2008 ...” katanya (hukumonline.com).

Inti dari keterangan penyidik KPK tersebut di atas  juga dengan kata lain menyatakan bahwa berkas perkara Budi Gunawan itu diketahui dan disepakati oleh keempat pimpinan KPK, yaitu: Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain. Tanpa persetujuan kolektif kolegial tersebut tak mungkin KPK bisa menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka.

Kini, kenapa Kabareskrim Polri Budi Waseso dan Presidium IPW Neta S Pane mengatakan bahwa berkas perkara Budi Gunawan yang dibuat KPK itu sangat tak layak disebut berkas perkara, bahkan disebut sebagai sampah oleh Neta S Pane, maka dari itu, perkara Budi Gunawan juga tak layak diteruskan?

Begitu ceroboh dan bodohkah KPK sehingga bisa membuat berkas perkara mengenai seorang calon Kapolri itu sampai seperti sampah saja itu? Bukankah dengan demikian, seandainya saja perkara ini sampai di pengadilan tipikor akan sangat mudah dipatahkan oleh tim hukum Budi Gunawan, sehingga ia pasti juga dinyatakan bebas murni?

Benarkah berkas perkara itu sedemikian buruknya?

Baiklah, kita tanyakan, atau kita tantang saja dua komisoner KPK yang tersisa yang sekarang menjadi bagian dari lima pimpinan KPK yang baru dilantik Presiden Jokowi pada 20 Februari 2015 itu, yaitu Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain: Benarkah ketika itu mereka telah menyepakati juga berkas perkara “sampah”-nya KPK itu?

Kalau benar, kenapa ketika itu mereka mau turut menyetujui pemberkasan perkara Budi Gunawan yang tak layak disebut berkas perkara itu? Bahkan sampai saat Budi Gunawan dinyatakan sebagai tersangka mereka pun akur saja?

Kalau tidak benar berkas perkara Budi Gunawan dari KPK di masa pimpinan KPK yang lama (termasuk mereka berdua) itu hanya sekelas sampah, kenapa mereka (Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain) kini hanya diam saja saat ada orang lain (Kabareskrim Polri Budi Waseso dan Presidium IPW Neta S Pane) melecehkan berkas perkara yang tempo hari mereka turut setujui itu?

14298005471339128035
14298005471339128035
SEKARANG: Lima pimpinan KPK yang baru dilantik Presiden Jokowi, 20 Februari 2015. Apa komentar Adnan, Zulkarnain, dan Johan Budi tentang berkas perkara BG dari KPK yang katanya sederajat dengan sampah itu? (metrosiantar.com)

Apakah karena sekarang sudah merasa aman dan nyaman menjadi pemimpin KPK yang tak mungkin lagi dijadikan tersangka oleh Polri? Lebih baik diam, aman dan nyaman, daripada mau jadi pahlawan, cari perkara, sehingga malah bisa senasib dengan dua mantan kolega mereka itu: Bambang Widjojanto dan Abraham Samad?

Apa kabar juga dengan Johan Budi, yang kini “naik pangkat” menjadi Wakil Ketua KPK? Apakah sekarang juga setuju berkas perkara Budi Gunawan yang dibuat KPK tempo hari itu tidak layak naik persidangan, tetapi lebih layak masuk keranjang sampah?

Apakah jawab kalian?

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun