Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Karena Ahok Masih “Gila”

9 April 2015   10:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:20 2965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia bilang, sebetulnya dia bukan mau menantang DPRD DKI, tetapi hendak memberi pelajaran kepada mereka tentang pemahaman terhadap konstitusi.

"Makanya, saya pikir DPRD belajar dari mana enggak mengerti undang-undang. Saya menantang, bukan menantang-lah, tetapi mengajari supaya mereka mengerti konstitusi kalau sudah sampai paripurna angket, ya harus HMP. Enggak berani kayaknya mereka takut, ayo dong saya panas-panasin supaya tambah jelas," kata Ahok yang tampaknya semakin “gila” itu.

Hak angket DPRD DKI itu sejatinya adalah hak yang bisa mereka gunakan dalam mengontrol penggunaan anggaran oleh Pemprov DKI Jakarta, demi kepentingan warganya. Kepentingan warga DKI Jakarta itu di antaranya adalah agar penggunaan anggaran daerahnya harus benar-benar sepenuhnya digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan warga DKI Jakarta, bukan demi kepentingan wakilnya di DPRD DKI.

Faktanya, dari apa yang dilakukan oleh DPRD DKI Jakarta dengan hak angketnya itu, sangat kelihatan sama sekali bukan demi kepentingan rakyat, melainkan demi kepentingan anggota Dewan. Hak angket digunakan sebagai alat untuk menyingkirkan lawan politiknya, dalam hal ini Ahok, Gubernur DKI Jakarta yang telah menggagalkan mereka meneruskan tradisinya selama ini dalam menggunakan anggaran siluman, yang tahun 2015 ini besarnya mencapai Rp 12,1 triliun itu.

Ahok harus disingkirkan lewat mekanisme rekayasa pemakzulan,  karena ia adalah Gubernur DKI yang untuk pertamakalinya menghentikan kebiasaan DPRD DKI bersama dengan pejabat-pejabat tertentu di Pemprov DKI Jakarta dalam memainkan anggaran, yang disebutkan Ahok dengan nama “anggaran siluman” itu. Padahal, kebiasaan ini sudah berlangsung lama sekali, sehingga seolah-olah sudah bukan bagian dari korupsi lagi. Selama ini, sebelum Ahok dan Jokowi, gubernurnya diduga pura-pura tidak tahu adanya permainan anggaran itu, supaya kedudukannya juga bisa aman-aman saja tidak diusik DPRD.

Kini, Ahok datang sebagai Gubernur DKI Jakarta, dan sangat perduli dengan permainan kotor tersebut, dan bertekad baja untuk menghentikannya, apa pun taruhannya, meskipun untuk itu ia harus kehilangan jabatannya.

Dari proses pengggunaan hak angket itu saja sudah terasa janggal. Selama sebulan proses itu berlangsung, Ahok yang menjadi obyek pemeriksaan, malah sama sekali tidak dipanggil untuk diminta keterangannya secara langsung. Penyebabnya, kemungkinan besar apa yang dikatakan Ahok itu benar adanya, yaitu, tim angket itu takut kalau mereka langsung memeriksa Ahok, ia malah akan semakin membongkar modus dan praktek penggunaan anggaran siluman itu secara lebih mendetail.

Ahok bilang, "Anda (DPRD DKI)  sudah menyatakan saya melanggar undang-undang walaupun secara pribadi menurut saya itu tidak adil. Saya enggak punya hak angket kan, kalau (dokumen RAPBD) saya palsu, kenapa enggak panggil saya, katanya mau hak interpelasi, eh enggak mau, enggak jadi, malah langsung angket. Angket juga saya sudah minta dipanggil biar saya jelaskan, biar saya kasih muka kalian malu, enggak (dipanggil) juga".

Tanpa meminta keterangan Ahok secara langsung, tim angket begitu saja berkesimpulan Ahok telah melakukan dua pelanggaran: pelanggaran terhadap Undang-Undang dan pelanggaran terhadap etika itu.

Sebenarnya, sejak semula DPRD DKI itu hendak mengajak Ahok berkompromi, dengan cara membiarkan atau pura-pura tidak tahu tentang adanya anggaran siluman Rp. 12,1 triliun itu. Kalau kompromi itu disepakati, maka DPRD juga tidak akan mengganggu Ahok, tidak akan ada hak angket bagi Ahok, syaratnya pokok pikiran (pokir) DPRD DKI bernilai Rp. 12,1 triliun itu harus diloloskan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.

Ahok itu memang “gila”, tetapi bukan gila jabatan, oleh karena itu ia menolak mentah-mentah kompromi tersebut. Katanya, satu sen pun anggaran tak sudi ia relakan untuk dimasukkan di dalam anggaran siluman itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun