[caption id="attachment_236606" align="aligncenter" width="500" caption="Hercules (tengah, jongkok) beserta puluhan anak buahnya digiring oleh aparat ke Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (8/3/2013) malam. Mereka ditangkap terkait bentrokan dengan membawa senjata api di kawasan Jalan Lapangan Bola, Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat, sore harinya. BERITA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA - tribunnews.com"][/caption]
Terkait dengan pengakuan 9 (bukan 11) orang anggota Kopassus Kartosura, Jawa Tengah, Presiden SBY telah memuji sikap mereka sebagai berjiwa ksatria karena telah mengakui perbuatannya itu. Gelar ksatria ini menurut saya tidak tepat. Sebab bagaimana pun mereka jelas-jelas telah melanggar sumpah prajuritnya, telah menyerang supremasi hukum dan kewibawaan negara. Bagi mereka supremasi hukum yang ada di tangan negara tidak ada artinya, sehingga sah-sah saja mereka untuk main hakim sendiri melancarkan aksi balas dendam menurut sistem “hukum rimba.”
Bukankah sebagai prajurit-prajurit yang baik andalan negara mereka juga harus dapat mengendalikan diri dan menghormati sistem hukum yang berlaku di negara ini? Kesetiaan pada korps dan kepada atasan (korsa), apalagi yang telah berjasa bagi kehidupannya, tidak berarti bisa membenarkan tindakan main hakim sendiri seperti yang telah terjadi. Keempat preman itu sudah ditangkap dan ditahan polisi, tinggal menunggu proses hukumnya. Mengapa mereka harus mengangkangi supremasi hukum, dan membuat supremasi hukum dan wibawa negara menjadi jatuh? Akibat aksi yang luar biasa itu, membuat kesan negara tidak mampu melindungi warganegaranya. Kita menghargai pengakuan mereka, tetapi memuji mereka sebagai berjiwa ksatria, adalah sesuatu yang berlebihan.
Para oknum Kopassus itu pun menyerbu dan membunuh empat orang yang disebut preman itu bukan semata-mata untuk membebaskan masyarakat dari gangguan preman, tetapi semata-mata untuk membalas dendam atas kematian Sersan Kepala Santoso, anggota Kopassus Grup II Kandang Menjangan, Surakarta, yang juga bekas komandan mereka.
Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul menegaskan, jiwa korsa atau korps kesatuan di tubuh prajurit TNI wajib ada. Hal tersebut berguna bagi prajurit yang tengah mengemban misi di daerah operasi.
"Jiwa korsa itu harus ada. Manakala di suatu daerah operasi, kita ingin tegakkan negara kita wajib tolong-menolong," tegas Iskandar saat konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Cipayung, Jakarta Timur, Jumat, 5 April 2013 (Kompas.com) Meski demikian, motif 11 oknum anggota Kopassus Grup II Kandang Menjangan yang menyerang Lapas Kelas II Cebongan, Sleman, Yogyakarta, hingga membantai empat tahanan juga tak dibenarkannya. Menurut Iskandar, ke-11 prajurit menempatkan rasa korsa yang salah. "Ini yang disampaikan Menko Polhukam, Panglima, dan KSAD. Jiwa korsa ini harus ditempatkan pada tempat yang benar," lanjut Iskandar. Ke depan, ujar dia, TNI akan melakukan pembekalan kembali bagi prajurit untuk menempatkan rasa korps kesatuan yang sesuai dengan cita-cita dan misi negara. Pembenaran aksi main hakim sendiri oleh sebagian masyarakat itu tak lepas dari terlalu lemahnya penindakan polisi terhadap aksi-aksi premanisme selama ini. Bahkan ada kesan sebagian preman dibeking juga oleh oknum-oknum polisi. “Sial” bagi kelompok preman Deki, karena kali ini korban kejahatan mereka adalah anggota Kopassus, sehingga terjadilah aksi balas dendam dramatisir yang berakhir pada tewasnya mereka itu secara mengenaskan. Ini bisa saja akan menjadi shock therapy bagi preman-preman yang lain. Mereka akan semakin berhati-hati untuk “memilih” lawannya. Jangan sampai sekali-kali bentrok lagi dengan anggota Kopassus/TNI. Tetapi hal ini tidak akan berlaku untuk masyarakat biasa. Para preman itu tak akan mundur seincipun kalau berhadapan dengan masyarakat biasa. Untuk membuat meraka mundur, bahkan hancur, diperlukan tindakan polisi yang super tegas dan keras. Bilamana perlu Presiden SBY segera perintahkan Kapolri untuk melaksanakan pemberantasan besar-besaran premanisme di seluruh Indonesia. Terutama di kota-kota besar, terutama preman-pereman sekelas Hercules, John key, dan lain-lain. Apabila Kapolri tidak sanggup, pecat saja! Inilah momentum yang paling tepat bagi negara yang di bawah pimpinan Presiden SBY itu untuk menindak para preman itu demi melindungi warga sipil biasa yang selama ini sudah "bosan" menjadi korban premanisme tanpa merasa perlindungan yang signifikan dari polisi. [caption id="attachment_236609" align="aligncenter" width="683" caption="Bukti aksi premanisme Hercules cs yang dilegalkan dalam bentuk surat perjanjian pengamanan terhadap sebauh perusahaan properti di Jakarta (Sumber gambar: Majalah Tempo, 18-24 Maret 2013)"]
***
Artikel terkait: SBY Bilang, Penyerang Wibawa Negara Itu Berjiwa Satria
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H