Tanpa mengganggu usaha mereka dalam jangka panjang dan seterusnya, pembinaan yang kelak diikuti dengan penerapan hukum sepenuhnya tersebut harus bisa dilakukan. Karena bagaimana pun kita harus lebih mementingkan anak-anak sekolah itu, yang jumlahnya jutaan dan merupakan bakanl generasi muda penerus bangsa ini. Apakah kita mau melindungi para penjual jajanan berbahaya di sekolah-sekolah itu dengan mengorbankan anak-anak kita (diracuni secara perlahan-lahan)?
Kesadaran dari para orangtua pun kelihatannya masih kurang untuk mengedukasi anak-anaknya untuk tidak jajan sembarangan. Hal ini terindikasi dengan rata-rata orangtua yang masih membiarkan begitu saja anak-anaknya membeli jajanan apa saja sesuai kehendak mereka tanpa melihat apakah jajanan itu sehat ataukah tidak. Yang penting menarik dilihat dan enak dirasanya.
Bagaimana bisa diharapkan orangtua itu memberi edukasi sedemikian rupa kepada anaknya, kalau orangtua / orang dewasa itu sendiri sebenarnya kurang atau tidak perduli terhadap sangat pentingnya mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat. Hal ini terbukti dengan banyak pula orang dewasa yang mengkonsumsi makan dan minuman yang dijual di warung-warung pinggir jalan dan di PKL-PKL tanpa memperdulikan tingkat higinisnya, dan terutama apakah berbahaya bagi kesehatan manusia ataukah tidak.
Pada 7 September 2010, saya pernah menulis di Kompasiana mengenai makanan dan minuman yang berbahaya bagi kesehatan kita (baca di sini), dan khusus mengenai jajanan sekolah yang berbahaya bagi kesehatan, yang mengancam jiwa anak-anak kita di sekolah, saya tulis pada 3 September 2011 (baca di sini).
Yang menjadi keprihatinan saya adalah fenomena apa yang saya tulis dua-tiga tahun yang lalu itu sampai hari ini tidak menunjukkan perbaikan apapun. Sebaliknya, justru semakin menunjukkan peningkatan ke arah yang lebih berbahaya bagi kesehatan kita. Terutama sekali bagi anak-anak sekolah. Di mana peran BPOM?
Dari sini, dapat kita simpulkan bahwa tingkat perhatian pemerintah, khususnya BPOM dalam menangani problem kesehatan jajanan berbahaya di sekolah-sekolah itu tidak serius. Kalau serius, tentu saja tidak akan begini jadinya. Yakni, terus meningkatnya jajanan berbahaya di sekolah-sekolah. Baik secara kulitas, maupun secara kuantitas.
BPOM janganlah hanya terus berwacana tentang jajanan berbahaya di sekolah-sekolah seperti yang disebutkan di atas itu. Karena jumlah korban akibat jajanan berbahaya di sekolah-sekolah pasti akan terus meningkat.
Berikut ini saya sertakan artikel saya yang pernah ditayangkan di Kompasiana, pada 3 Maret 2011, mengenai jajanan berbahaya di sekolah-sekolah, yang telah saya edit seperlunya.
Berdasarkan hasil penilitian BPOM di 6 ibukota provinsi (DKI Jakarta, Serang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya), diketahui 72,08 persen positif mengandung zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Kompas.com, 2/3/2011).
Jajanan di sekolah-sekolah tersebut mengandung bahan kimia yang sangat dilarang untuk dicampur ke dalam makanan dan minuman, seperti formalin, boraks, zat pewarna B dan methanyl yellow. Karena sangat berpotensi menimbulkan reaksi akut berupa alergi, keracunan, diare, dalam jangka panjang sebagai pencetus utama berbagai macam kanker. Kepala BPOM, Kustantinah mengatakan permasalahan ini jelas mengkhawatirkan. Menurut dia, secara rutin BPOM terus melakukan pengawasan, yang dilakukan oleh balai-balai BPOM yang ada di provinsi, termasuk Jakarta.
"Mereka sudah dengan rutin melakukan pengambilan sample, diuji di laboratorium," kata Kustantinah seusai penandatanganan kerja sama penanganan Pangan Jajanan Anak Sekolah yang bergizi, bermutu dan berkualitas di Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jakarta, Rabu, (Tempo Interaktif, 02/03).