Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Makna Terima Kasih Anas kepada SBY dan Abraham Samad

12 Januari 2014   00:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:55 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1389494132377456025

[caption id="attachment_315298" align="aligncenter" width="634" caption="Admin/KOMPAS.COM(KRISTIANTO PURNOMO)"][/caption]

Setelah menjadi tahanan KPK pertama di tahun 2014, Jumat, 10 Januari 2014, Anas Urbaningrum dengan mengenakan rompi oranye, seragam tahanan KPK, memberi pernyataannya kepada pers yang isinya lain daripada yang lain.  Dia mengucapkan terima kasihnya kepada Ketua KPK Abraham Samad yang telah menandatangani surat penahanannya, kepada dua penyidik yang memeriksanya, yakni Endang Tarsa dan Bambang Sukoco, dan terakhir, kepada Presiden SBY. Khusus kepada SBY Anas juga memberi selamat karena penahanannya itu menjadi sebuah kado tahun baru (dari KPK kepada SBY).

“Saya berterima kasih kepada Pak Abraham Samad yang menandatangani surat penahanan saya. ... Saya berterima kasih kepada Pak SBY. Sesudah ini punya arti, punya makna dan menjadi hadiah tahun baru 2014,” demikian Anas berujar dengan mimik lesu dan tegang.

Tentu saja, terima kasihnya Anas ini bukan mempunyai makna yang sebenarnya, melainkan merupakan sebuah satire, yang  ditujukan kepada Abraham Samad cs (KPK) dan SBY.

Sebelum ditahan KPK, dalam beberapa kesempatan Anas juga pernah melontarkan beberapa pernyataannya, termasuk melalui akun Twitter dan Face Book-nya, yang pada intinya secara tersirat menuduh SBY telah melakukan intervensi kepada KPK.

Ketika memberi pernyataannya kepada pers pada Jumat kemarin itu juga Anas mengingatkan wartawan tentang pidato SBY di Jeddah, Arab Saudi, 4 Februari 2013. Menurut Anas, pidato SBY itu sesuatu yang monumental, spesifik ditujukan kepadanya. Dalam pidatonya itu, SBY membuat pernyataan yang ditujukan kepada KPK berkaitan dengan kasus hukum Anas, yang dianggap SBY menggantung terlalu lama, sehingga semakin merusak reputasi Partai Demokrat.

"Pasti ingat ada pidato politik dan hukum Pak SBY yang sangat monumental dari Jeddah. Dari Tanah Yang Mulia, beliau meminta kepada KPK untuk segera mengambil kesimpulan yang konklusif. Kalau salah ya salah, kalau tidak salah ya saya ingin tahu kenapa tidak salah. Kira-kira begitu lah.... Setahu saya, Pak SBY belum pernah bikin statement yang sama untuk kasus lain. ... " ujar Anas.

Anas juga menyatakan rasa janggalnya karena SBY waktu itu juga meminta dia untuk berkonsentrasi terhadap masalah hukumnya, “Padahal waktu itu saya masih terperiksa. Belum menjadi saksi, atau tersangka.”

Anas juga menyerang KPK dengan mempersoalkan sprindik-nya yang pernah bocor ke publik. Hal itu, menurut Anas merupakan sesuatu yang mencurigakan.

Benarkah Ada Konspirasi antara SBY dengan KPK?

Pada 23 Februari 2013, sehari setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK itu, Anas dalam keterangan persnya di kantor DPP Partai Demokrat, antara lain mengatakan dia yakin, penetapan statusnya itu sudah diketahui sebelumnya oleh beberapa petinggi Demokrat, dan bahwa sejak lama SBY  tidak suka dengannya. Terpilihnya dia sebagai Ketua Umum Partai Demokrat di Kongres partai tersebut di Bandung, pada 2010, menjadikan dirinya seperti bayi yang tidak diinginkan dilahirkan. “Saya seperti bayi yang tidak diinginkan kelahirannya di Partai Demokrat,” kata Anas ketika itu.

Rangkaian pernyataan Anas tersebut sudah jelas pada suatu kesimpulan bahwa dia menuduh proses hukum sampai dengan penahananannya oleh KPK itu merupakan suatu hasil konspirasi politik jahat antara SBY dengan KPK. KPK telah diintervensi dan tunduk kepada kehendak SBY.

Pertanyaannya adalah apakah benar semua yang dituduhkan oleh Anas, dan juga para pendukungnya tentang adanya konspirasi politik jahat antara Demokrat/SBY dengan KPK itu?

Kalau permusuhan antara Anas dengan SBY itu sebenarnya sudah lama menjadi rahasia umum. Publik pun juga sudah tahu, hanya saja selama itu kubu mereka berdua berusaha menutup-nutupinya, dengan cara terus main sinetron untuk mengelabui publik bahwa hubungan mereka itu baik-baik saja, bahkan katanya, sangat baik. Supaya Demokrat bisa selamat dari “badai Nazaruddin.”

Tetapi, karena kebobrokan sudah sedemikian parah, dan akting mereka semua itu jelek, publik malah semakin yakin tentang betapa buruknya hubungan di antara keduanya. Sampai pada puncaknya ketika SBY tak tahan lagi untuk terus bersandiwara, kemudian membuka kedoknya dengan menyampaikan pidatonya dari Jeddah itu, dan Anas pun ikut-ikutan membuka kedoknya ketika merespon dengan keras pidato SBY  itu. Maka, perseteruan hebat antara mereka berdua pun menjadi terang-benderang. Tetapi, tidak berarti, pasti telah terjadi konspirasi antara SBY dengan KPK, seperti yang dituduhkan Anas itu. Perseteruan SBY dengan Anas itu dan penetapan Anas sebagai tersangka oleh KPK adalah dua kasus yang berbeda.

KPK tidak ikut-ikutan dengan perseteruan itu, yang KPK lakukan adalah melakukan proses hukum kasus korupsi Hambalang sebagaimana seharusnya, yang di antaranya menghasilkan Anas sebagai salah satu tersangkanya, yang telah diikuti dengan penahanannya pada Jumat kemarin itu.

Pada 5 Februari 2013, SBY memang telah berpidato yang antara lain meminta kejelasan dari KPK tentang status hukum Anas tersebut, tetapi itu lebih karena dia gerah dan resah akibat dari elektabilitas Partai Demokrat yang terus merosot. Reaksinya dari Jeddah itu hanya kurang dari 24 jam setelah di Tanah Air, Lembaga Survei Indonesia (LSI) melansir hasil surveinya  yang mengumumkan untuk pertamakalinya sejak 2009, elektabilitas Demokrat merosot sampai tersisa 13,7 persen (dari sebelumnya 20,85 persen), berada di posisi ketiga di bawah Golkar dan PDIP.

SBY menganggap faktor Anas-lah yang ketika itu terus dipergunjingkan terlibat dalam kasus korupsi Hambalang, yang semakin membuat rusak nama Demokrat, sementara itu Anas masih terus sebagai Ketua Umum.

Memang, hanya delapan belas hari setelah pidato SBY itu, yakni, pada 22 Februari 2013, KPK menetapkan Anas sebagai tersangka.

Dua hal yang peristiwa yang saling berdekatan itu hanya seolah-olah saja saling berkaitan, seolah-olah mempunyai hubungan sebab-akibat, tetapi sesungguhnya hanya sebuah kebetulan saja. Ketika itu memang proses penyidikan KPK terhadap Anas sudah rampung dan memenuhi syarat untuk menetapkan Anas sebagai tersangka.

Bocoran sprindik Anas bisa jadi merupakan tindakan inteljen Demokrat untuk mengetahui dari internal KPK, sudah sampai di mana tingkat penyidikan KPK terhadap Anas, tetapi bukan berarti KPK telah diintervensi.  Bukankah terbukti kemudian sekretaris Anas-lah yang secara pribadi melakukan pembocoran tersebut?

Tuduhan Konspirasi Itu Lemah

Kalau memang SBY dan KPK melakukan konspirasi politik untuk menjatuhkan Anas, betapa ceroboh dan konyolnya mereka, terutama SBY dengan pidatonya itu, karena dengan cara demikian mereka malah membuat publik curiga, atau malah tahu adanya konspirasi itu. Kalau benar mereka melakukan konspirasi politik itu, tentu mereka akan melakukannya dengan super ekstra hati-hati. Bukan malah tampil ke publik seperti itu.

Kalau SBY memang bisa mengintervensi KPK, tentu KPK tidak akan menetapkan “anak kesayangan” SBY, Andi Mallarangeng juga sebagai tersangka dan menahannya, mendahului Anas Urbaningrum.  Andi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Hambalang pada 6 Desember 2012, dan KPK menahannya pada 17 Oktober 2013.

Pasca KPK menetapkan Andi sebagai tersangka, SBY sempat terlihat gusar.

Pada 10 Desember 2012, dalam pidatonya, menyambut Hari Anti Korupsi se-Dunia, SBY  secara tersirat membela Andi. Yang dinilainya sebagai pejabat negara yang melakukan korupsi secara “tak sengaja,” dan seharusnya diselamatkan negara.

Di pidatonya itu, SBY mengatakan korupsi ada dua tahap. Pertama, yang disengaja dilakukan oleh pelaku. Kedua, korupsi yang tidak diniati oleh pelaku.

"Pengalaman empirik kita delapan tahun lebih ini, saya menganalisis ada dua jenis korupsi. Pertama, memang korupsi diniati untuk melakukan korupsi. Ya sudah, good bye. Tapi ada juga kasus-kasus korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat yang dilakukan itu keliru dan terkategori korupsi. Maka negara wajib menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat melakukan korupsi tapi bisa salah di dalam mengemban tugas-tugasnya," jelas SBY di Istana Negara, Jakarta (Inilah.com)

Meskipun tidak ada nama yang disebut, semua orang mahfum, yang dimaksud SBY dengan kasus korupsi yang terjadi dikarenakan ketidakpahaman pejabat tersangkut, dan oleh karena itu negara wajib menyelamatkan mereka itu, tak lain ditujukan untuk membela Andi Mallarangeng yang baru ditetapkan KPK sebagai tersangka. Sebelumnya Andi membela diri dengan mengatakan dia tidak tahu mengenai prosedur dalam proyek kompleks olahraga Hambalang yang menggunakan sistem multi-years, dia percaya sepenuhnya kepada bawahannya, dia hanya terima beres. Tidak tahunya telah terjadi penyimpangan alias korupsi Hambalang itu.

Apabila SBY benar-benar bisa dan telah mengintervensi KPK, tentu mereka sudah berkonspirasi untuk menyelamatkan Andi Mallarangeng.

*

Selama ini pun, yang selalu menuduh adanya konspirasi SBY dengan KPK dalam kasus Anas itu adalah selalu dari kubu Anas saja. Tidak ada pihak lain di luar mereka, para pakar politik dan hukum yang mempunyai analisa yang sama.

Baru-baru ini juga,  sebelum Anas ditahan KPK, Ma’mun Murod, Juru Bicara Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), organisasi bentukan Anas, melontarkan fitnah kepada KPK lagi. Dia menyebarkan informasi bahwa Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana telah melakukan pertemuan rahasia dengan SBY di Cikeas. Setelah tuduhannya itu tidak mampu dia buktikan, dengan entengnya dia hanya meminta maaf. Anehnya minta maafnya hanya kepada Denny Indrayana – sampai dua kali, tetapi tidak kepada Bambang Widjojanto dari KPK. Ini mengindikasikan adanya subyektifitas kebencian orang-orang Anas kepada KPK.

Lebih aneh lagi, minta maafnya Ma’mud Murod  itu disertai dengan embel-embel berandai-andai. Kata dia, sekarang dia minta maaf kepada Denny, tetapi  jika pertemuan itu benar terjadi, Denny yang harus minta maaf kepadanya. “ (Tetapi) kalau benar ada pertemuan itu, saya minta Denny Indrayana yang meminta maaf,” katanya kepada Tribunnews.com (08/01/14).

Dari sini bisa kelihatan bahwa memang ada upaya-upaya dari kubu Anas untuk menciptakan sedemikian  rupa perspektif rasa curiga dan antipati publik kepada KPK, dan sebaliknya menarik simpatik publik kepadanya.

Keluarganya pun ikut-ikutan dengan melontarkan pernyataan agar Anas tidak makan dari makanan dan minuman yang disediakan KPK, karena takut makanan dan minuman itu diracun!

"Kekhawatiran dari pihak keluarga karena alasan keamanan. Kalau diracun KPK kan bahaya," kata Anna Luthfie di kantor KPK, Jakarta, Jumat (10/1/2014) (Tribunnews.com).

Jadi, mereka mau bilang kepada publik betapa kejinya KPK itu. Tanpa memperhitungkan publik tak mungkin percaya KPK begitu bodohnya sampai mau meracuni tahanannya sendiri ketika tahanan itu berada di rumah tahanan KPK sendiri.

*

Maka, secara logika tuduhan Anas tentang adanya konspirasi SBY dengan KPK itu sebenarnya sangat lemah. Karena dengan KPK melakukan proses hukum kepada Anas seperti itu, justru sangat berbahaya bagi posisi Demokrat dan SBY.

Sudah pasti di tahap penyidikan, maupun di persidangan nanti Anas akan membuka mulut, bernyanyi seperti Nazaruddin tentang keterlibatan para petinggi Demokrat lainnya, termasuk putra SBY, Edhi Baskoro Yudhoyono alias Ibas. Hal ini secara tersirat sudah dikatakan Anas ketika berpidato merespon ditetapkan dirinya sebagai tersangka oleh KPK pada 23 Februari 2013 itu. Ketika itu Anas berjanji akan membuka halaman demi halaman kesaksiannya itu. Nyanyian Anas jelas akan lebih berbahaya daripada Nazaruddin, karena dia adalah mantan Ketua Umum yang pasti tahu lebih banyak isi perutnya partai itu.

"Ada anggapan ini akhir dari segalanya. Hari ini saya nyatakan ini baru permulaan. Ini baru halaman pertama. Masih banyak halaman-halaman berikutnya yang akan kita buka dan baca bersama. Tentu untuk kebaikan kita bersama," katanya waktu itu.

Firman Wijaya, pengacaranya Anas sendiri berujar, Anas siap membantu KPK untuk membongkar pihak-pihak lain yang terlibat korupsi Hambalang ini, termasuk Sekjen DPP Partai Demokrat, Ibas (Kompas.com, 11/01/14).

Kalau SBY bisa mengintervensi KPK, kemudian mempengaruhi KPK untuk menindak Anas secara hukum, bukankah itu sama saja dengan bunuh diri bagi SBY, maupun Demokrat?  Dipidanakannya Anas oleh KPK itu malah akan membuka semakin lebar pintu kemungkinan untuk membongkar lebih dalam lagi kebobrokan Partai Demokrat. Apalagi Pemilu Legislatif sudah semakin dekat (9 April 2014), diikuti dengan Pilpres (9 Juli 2014). Nyanyian Anas akan menjadi nyayian kematian bagi Partai Demokrat.

Adalah jauh lebih aman bagi SBY dan Demokrat jika Anas tak tersentuh KPK.

Kecuali jika KPK dan SBY benar-benar hendak melakukan konspirasi yang terang-terangan, misalnya, apa pun yang terjadi di tingkat penyidikan dan persidangan yang jelas-jelas menyebut-nyebut nama para petinggi Demokrat lainnya, termasuk Ibas, disertai dengan berbagai bukti pendukung, semuanya diabaikan oleh KPK. Sesuatu yang tak mungkin terjadi dengan reputasi KPK dan di era keterbukan seperti sekarang ini. Abraham Samad dan para pimpinan KPK lainnya jelas masih waras,  tidak akan melakukan bunuh diri KPK dengan cara sekonyol itu.

*

Bagaimana pun, dengan ditahannya Anas oleh KPK ini, pasti akan semakin membuat Anas dendam kepada SBY dan Demokrat. Dari dendamnya itu, akan semakin mendorong Anas untuk membuka halaman-halaman berikutnya dari kesaksiannya, seperti yang pernah dia janjikan. Halaman-halaman yang dibuka itu besar kemungkinan akan menyebutkan nama-nama baru petinggi Demokrat. Mereka akan saling berperang, saling membongkarkan kebusukan masing-masing, saling menghancurkan di tahun politik ini.

Seperti perseteruan Nazaruddin dengan bekas para koleganya di Demokrat, yang menghasilkan terungkapnya beberapa kasus korupsi besar, termasuk Hambalang, dengan dipenjarakannya beberapa di antara meraka. Demikian juga yang akan terjadi di perang baru antara Anas dengan beberapa bekas koleganya di Demokrat. Begitulah, kalau para maling berperang, rakyatlah yang diuntungkan. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun