[caption id="attachment_290957" align="aligncenter" width="672" caption="Taksi khas Fakfak (Sumber:Fakfakkab.blogspot.com)"]
[caption id="attachment_290934" align="aligncenter" width="461" caption="Jalan Izak Telussa (foto milik Penulis)"]
[caption id="attachment_290949" align="aligncenter" width="717" caption="Dari pinggiran kota Fakfak masih bisa dilihat hutan lebat seperti ini (foto milik Penulis)"]
[caption id="attachment_290950" align="aligncenter" width="717" caption="Pemandangan alam nan indah dari pinggiran kota Fakfak (foto milik Penulis)"]
[caption id="attachment_290952" align="aligncenter" width="717" caption="Pelabuhan Fakfak dilihat dari bukit, ketika masih tertutup kabut (foto milikPenulis)"]
[caption id="attachment_290953" align="aligncenter" width="717" caption="Ketika udara cerah (foto milik Penulis)"]
Selama 7 hari di Fakfak (tanggal 3 Januari pagi kami sudah meninggalkan Fakfak) saya mengalami sekitar 20 kali padam listrik! Kata saudara saya, untuk bisa menghitung berapakali listrik padam dengan akurat, lihat saja ada berapa lembar kertas fax yang terpotong. Di kantornya menggunakan mesin fax dengan kertas jenis thermal paper (kertas fax khusus dalam bentuk rol) dengan pemotong otomatis. Setiap kali listrik padam dan menyala lagi, kertas terpotong secara otomatis sebanyak satu lembar ukuran A4. Kadang-kadang kertas fax itu bisa habis terpotong sampai habis sebelum dipakai saking banyaknya kalinya terjadinya byar-pet listik!
Setelah 20 tahun meninggalkan Fakfak, dan mudik lagi ke sana, secara keseluruhan boleh dikatakan tidak ada perubahan pembangunan yang signifikan, kecuali tanah reklamasinya yang saya sebutkan di atas.
Tetapi dari semua itu, tentu saja mudik ke kampung halaman, apalagi dengan renggang waktu yang sedemikian lama membawa kesenangan tersendiri. Saya pun menyempatkan diri mengunjungi lokasi-lokasi yang dahulu di masa kecil sering saya datangi, termasuk sekolah dasar saya (SD Katholik “Fatimah”) dan SMP Katholik “Don Bosco.”
Kami sangat menikmati perjalanan ini, apalagi anak-anak yang sangat senang ketika kami berwisata ke Pulau Samai sebuah pulau kosong yang sangat natural, dengan pantai pasirnya yang indah, yang ditempuh dari Fakfak menggunakan kapal motor bertenaga 80 PK, selama sekitar 1 jam perjalanan. Juga ke Pantai Wambar, yang ditempuh lewat jalan darat sejauh sekitar 40 km selama 1 jam juga karena kondisi jalannya yang tidak terlalu bagus, melewati dan membelah hutan.
Sayangnya, kami tidak sempat mengunjungi Pulau Kiti-kiti yang sangat terkenal keindahannya di Fakfak. Karena lokasinya yang jauh, sekitar 4 jam perjalanan dengan kapal motor. Kiti-Kiti punya pemandangan laut yang lebih indah daripada Pulau Samai. Antara lain ada air terjun yang langsung jatuh ke laut. Untuk menikmati keindahan Kiti-kiti, kita harus menginap minimal satu malam di pulau kosong itu, dengan cara membangun tenda dan tidur di atas pasir pantainya, bersatu dengan alam.
[caption id="attachment_290924" align="aligncenter" width="500" caption="Salah satu pemandangan pantai di pulau kosong di Fakfak (sumber:http://discover-indo.tierranet.com/blog/?p=56)"]
[caption id="attachment_290928" align="aligncenter" width="521" caption="Putri Indonesia 2005, Nadine chandrawinata pun pernah dan benar-benar menikmati keunikan dan keindahan Fakfak (sumber: http://nadinechandrawinata.blogdetik.com/2010/10/25/matahari-ceria-fakfak/ )"]
'
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H