Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

SBY vs FPI: 0 - 2 = SBY Memang Pecundang!

27 Juli 2013   14:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:57 6534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1374907589975415053

[caption id="attachment_256857" align="aligncenter" width="489" caption="Cover Majalah Tempo 21-27 Februari 2011: Mengapa (SBY) Harus Takut"][/caption]

Presiden SBY berlagak bicara keras dan tegas kepada FPI, tetapi giliran Ketua FPI membalasnya dengan suara lebih keras dan cenderung menghinanya, lagi-lagi SBY langsung bersembunyi di balik punggung para pembantunya di kabinetnya. Ironisnya, pejabat-pejabat negara bawahan Presiden SBY itu bukan secara tegas membela dan melaksanakan perintah atasannya yang adalah Presiden Republik Indonesia ini, sebaliknya malah terkesan menghindar dari substansi masalah, meng-ngeles dari perintah SBY. Parahnya, Presiden SBY yang juga adalah seorang Jenderal TNI bintang empat (purnawirawan) itu pun tak berdaya. Meninggalkan kontroversi yang terus mengambang.

Maka, seperti yang sudah-sudah kontroversi eksistensi dan aksi-aksi anarkis FPI yang saat ini kembali memanas akibat terjadinya bentrok massal antara FPI dengan warga Kendal, Jawa Tengah itu akan berlalu begitu saja. Untuk kemudian, kelak muncul lagi masalah serupa, kontroversi, kemudian berlalu, begitu seterusnya.

Pada Kamis, 18 Juli 2013, di Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah terjadi bentrok ratusan warga setempat dengan puluhan anggota FPI. Bentrok tersebut berawal dari ketika FPI asal Temanggung melakukan sweeping di sebuah lokalisasi. Warga setempat menolak dan melakukan perlawanan karena menganggap apa yang dilakukan FPI itu bukan wewenang mereka. Lagipula asal ormas yang setiapkali melakukan aksinya mengatasnamakan agama Islam itu berasal dari kabupaten yang berbeda.

Akibat bentrokan massal tersebut, beberapa orang anggota FPI itu menderita luka, dan seorang perempuan setengah baya tewas karena tertabrak mobil FPI yang menyeretnya bersama sepeda motornya sampai sekitar lima ratus meter jauhnya.

SBY Memutar Lagi Lagu Lamanya

Atas dasar kejadian inilah lalu pada Minggu, 21 Juli 2013, seusai acara buka puasa bersama 5.000 anak yatim di JIEXPO Kemayoran, Presiden SBY pun mengangkat suara keras dan tegasnya yang ditujukan kepada FPI, katanya, “Hukum harus ditegakkan, harus dicegah konflik atau bentrokan horizontal, dan dicegah untuk tidak ada elemen dari mana pun (yang bertindak di luar hukum), termasuk FPI!”

"Posisi negara dan saya sangat jelas, kita tidak akan memberikan toleransi kepada siapa pun yang melakukan aksi-aksi kekerasan, tindakan perusakan, main hakim sendiri, dan semua yang bertentangan dengan hukum dan aturan berlaku di negeri ini," tegas SBY lagi.

Pada kesempatan itu SBY juga mengatakan sangat malu dan sangat keberatan terhadap apa yang dilakukan oleh FPI yang mengatasnamakan Islam, padahal Islam tidak pernah membenarkan perilaku main hakim sendiri dan anarkis.

“Islam tidak identik dengan main hakim sendiri, juga tidak identik dengan dengan perusakan. Sangat jelas, kalau ada elemen yang melakukan hal seperti itu dan atas nama Islam, justru telah mencederai Islam, dan memalukan nama Islam,” ujar SBY.

Di Fan Page Facebook-nya, Presiden SBY juga menulis pesan buat FPI. Dalam pesan yang ditulis pada 21 Juli 2013 itu juga, SBY mengingatkan FPI agar tidak lagi melakukan aksi-aksi anarkis main hakim sendiri dan melakukan perusakan, "Tetapi, kalau tidak bisa dan aksi kekerasan tetap dilancarkan, hukum harus ditegakkan dengan tegas. Polri tidak perlu ragu dalam bertindak!”

Namun, semuanya itu semua lagu lama SBY yang diputar ulang setiapkali terjadi insiden seperti ini. Tanpa ada eksekusinya.

Rizieq Syihab Balik Menyerang, SBY Diam

Ketua FPI Rizieq Syihab pun langsung merespon pernyataan Presiden SBY itu dengan balik menyerangnya dengan pernyataan yang lebih keras, bahkan cenderung menghina sang Presiden. Dia bilang, “SBY begitu bersemangat berbicara tentang FPI dan bungkam terhadap preman bersenjata dan tempat pelacuran yang buka siang malam pada Ramadhan.” Presiden SBY juga dinyatakan sebagai tukang fitnah dan seorang pecundang!

Hasilnya? Seperti yang saya sebutkan di atas Presiden SBY yang tadinya berlagak galak dan tegas itu pun untuk kesekian kalinya ciut nyalinya, diam, dan buru-buru bersembunyi di balik punggung para pejabat pembantunya di kabinetnya. Ironisnya, mereka bukan mendukung dan melaksanakan perintah SBY, sebaliknya justru melakukan hal-hal yang justru semakin merosotkan wibawa Presiden SBY nyaris mencapai titik nadir.

Sulit dipercaya, aneh tetapi nyata, yang punya wibawa meskipun diperlakukan demikian pun diam saja.

Sayakatakan untuk kesekian kalinya SBY ciut nyalinya menghadapi FPI, karena memang ini bukan untuk pertama kalinya SBY kalah uji nyali dengan FPI. Pada 9 Februari 2011, Presiden SBY juga pernah mengeluarkan pernyataan senada mengenai FPI. Meskipun, pada waktu itu tidak menyebutkan nama FPI secara langsung, namun jelas yang dimaksudkan SBY itu adalah FPI. Ketika itu dalam peringatan hari Pers Nasional ke-65 di Kupang, NTT, terkait kasus Cikeusik yang menewaskan tiga orang jemaat Ahmadiyah, SBY menyerukan kepada pihak berwenang agar menindak tegas ormas yang sering melakukan aksi kekerasan. “Penegak hukum agar mencari jalan yang sah atau legal, jika perlu dilakukan pembubaran atau pelarangan!”

Meskipun SBY tidak menyebutkan nama ormas yang dimaksud, FPI yang merasakan mereka yang dimaksud SBY bukannya takut malah balik mengancam, dan memberi ultimatum kepada SBY. Sedikitnya empat kali berturut-turut FPI, mulai dari Juru Bicaranya, Munarman, sampai dengan Ketua Umumnya, Habib Rizieq Syihab mengancam dan memberi ultimatum kepada SBY: FPI tidak terlibat dalam peristiwa Cikeusik. Jangan coba-coba berani membubarkan FPI. Sebaliknya, pemerintah segera membubarkan Ahmadiyah selambat-lambatnya tanggal 1 Maret 2011. Apabila tidak dilakukan, FPI menyerukan dan akan memimpin revolusi untuk menggulingkan Presiden SBY!

Ketika itu perintah SBY tersebut tak dilaksanakan sama sekali oleh semua bawahannya, termasuk Menteri Dalam Negegeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, maupun Kapolri Jenderal Timur Pradopo.

Mendagri malah mengelak dengan berlagak menafsir perintah SBY itu. Dia bilang, yang dimaksudkan SBY itu pemerintah boleh bertindak kalau sudah ada buktinya.

Sebaliknya, seolah-olah demi melaksanakan ultimatum FPI itu juga, beberapa pemerintah daerah pun segera mengeluarkan peraturan daerahnya yang membatasi gerak-gerik Ahmadiyah di daerahnya masing-masing.

Mengenai FPI vs SBY jilid 1 ini, pernah saya tulis di Kompasiana, pada 13 Februari 2011 dengan judul Semoga Presiden SBY Tidak Ciut Nyalinya, dan pada 5 Maret 2011 dengan judul SBY vs FPI: Siapa yang Menang?

“Tong Kosong SBY Bunyinya Memang Nyaring”

Pada 20 Januari 2012, di Jakarta, dalam acara pengarahan di rapat pimpinan TNI-Polri, Presiden SBY juga kembali menyerukan soal penindakan yang tegas kepada FPI. Waktu itu SBY menyatakan, “Hukum mereka yang main hakim sendiri. Lanjutkan proses hukum itu. Itu kewajiban kita, negara. Jangan sampai ada sentimen di masyarakat, Polri lakukan pembiaran. Bahkan yang dituduh adalah negara.”

Bukan hanya ini pernyataan-pernyataan sok tegas Presiden SBY. Masih ada lagi beberapa pernyataan sok heroik, sok keras dan sok tegas lainnya, tetapi kelanjutannya dan aksinya nyatanya nihil. Sangat cocoklah peribahasa ini untuk SBY: “Tong kosong bunyinya nyaring”. Bahkan “tong kosong SBY” ini bunyinya lebih nyaring daripada tong kosong biasa.

Contoh lain, pada Juni 2008, ketika FPI melakukan penyerangan terhadap massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Lapangan Monas, Presiden SBY berseru, “Negara tidak boleh kalah dengan perilaku kekerasan yang dilakukan oleh ormas (yang menggunakan atribut agama untuk melancarkan aksi anarkisnya).”

Menurut Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha ketika itu SBY dengan tegas mengatakan: “Enough is enough!” Faktanya? Sampai 2013 ini pun FPI masih merasa belum cukup untuk terus melancarkan aksi-aksi anarkisnya.

“Menjual Nama” Pejabat Timur Tengah, Bumerang untuk SBY

Dalam kasus melawan FPI kali ini (Juli 2013), SBY mencoba menarik simpatik publik dengan menyebutkan, di masa Menteri Agama sebelum Suryadharma Ali, pernah ada seorang pejabat tinggi dari salah satu negara dari Timur Tengah menyatakan kepada SBY, keprihatinannya dengan ulah FPI yang sering anarkis itu. Karena, SBY berkisah -- menurut pejabat tinggi negara Timur Tengah itu, ulah FPI itu merusak nama Islam dan merusak nama Arab. Karena, pertama Islam tidak pernah mengajar apa yang dilakukan oleh FPI itu. Dan, kedua, ketika melakukan aksi-aksi memalukan itu, mereka mengenakan busana khas Arab.

SBY merasa mempunyai nilai plus dengan kisahnya ini yang dikatakan sebagai “true story” yang disampaikan saat pertemuan dengan Forum Rektor Perguruan Tinggi Islam di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 23 Juli 2013. Padahal, yang terjadi justru nilai minus lagi buat dia dalam kasusnya melawan FPI. Betapa tidak, SBY mengatakan itu kejadian sebelum sejak era Menteri Agama sebelum Suryadharma Ali, berarti sedikitnya sebelum 2009, sudah ada seorang pejabat negara Timur Tengah yang secara terang-terangan menyatakan rasa prihatinnya terhadap ulah FPI itu, tetapi, kenapa sampai sekarang (2013) urusan FPI dengan ulah anarkisnya itu masih terus berulang? Presidennya di mannnnnaaaa?

Bukan hanya pejabat negara Timur Tengah itu, tetapi dunia internasional pasti terheran-heran, kok bisa ada seorang Presiden, yang memerintah sampai dua periode, menang Pilpres dengan dukungan lebih dari 60 persen suara, seorang Jenderal Bintang Empat (purnawirawan). didukung oleh kekuatan Polisi Republik Indonesia, yang beberapa kali sukses dalam misi pemberantasan terorisme, didukung oleh kekuatan militer dari TNI, tetapi mengurus sebuah ormas yang bernama FPI ini saja tidak becus bahkan takut?

Harga Diri SBY

Anggota Dewan Pembina DPP Partai Demokrat Hayono Isman mengaku prihatin dengan pernyataan Ketua Front Pembela Islam FPI Rizieq Syihab tentang Presiden SBY itu. Dia minta supaya FPI menghargai SBY sebagai Presiden. Tetapi, apakah SBY itu memang layak dihargai kalau dia sendiri berperilaku demikian? Kenapa SBY sendiri seolah tidak menghirau harga dirinya ketika dilecehkan oleh seorang Ketua FPI itu?

Ketika SBY memerintahkan bawahannya agar menindak tegas FPI yang menyebabkan terjadinya bentrokan massa dan jatuhnya korban jiwa di Kendal, Jawa Tengah, pada 18 Juli 2013 itu,  yang dilakukan oleh Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan Politik) Pemda Temanggung dan Pemda Kendal adalah hanya berupa teguran kepada FPI.

“(FPI) sudah diberi sanksi teguran oleh Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan Politik) Pemda Temanggung dan Pemda Kendal pada Selasa (23/7/2013) lalu," ujar Kepala Sub Direktorat Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar, saat dihubungi, Jumat (26/7/2013) (Kompas.com).

Dengan kata lain sebenarnya Pemda Temanggung dan Pemda Kendal mengabaikankan perintah Presiden SBY. Mereka hanya melakukan sanksi basa-basi untuk FPI dengan hanya memberi sanksi teguran itu. Padahal yang diserukan SBY adalah penegakan hukum dan sanksi yang tegas.

Hal yang sama juga terjadi pada Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Mendagri Gawaman Fauzi, Menteri Agama Suryadharma Ali dan pihak Kepolisian RI (Kapolri Jenderal Timur Pradopo). Mereka semua pada prinsipnya menganggap sepi pernyataan dan perintah-perintah Presiden SBY yang sudah diucapkan berulang-ulang sejak beberapa tahun lalu itu, karena mereka sudah tahu semua pernyataan itu hanya terdengar keras dan tegas, tetapi isinya kosong-melompong. Tong kosong SBY memang semakin nyaring bunyinya, tetapi yang namanya tong kosong, ya, tetap saja tong tanpa isinya.

Apalagi selama ini dalam mengeluarkan pernyataan-pernyataan kerasnya itu SBY tidak pernah berani menyebut nama FPI secara terang-terangan. Yang disebutkan hanya dengan nama “ormas tertentu”, pada hal tidak ada ormas lain yang berulah seperti FPI. Baru sekarang setelah memerintah sejak 2004, atau 9 tahun berkuasa, setahun menjelang berakhirnya masa pemerintahannya, SBY baru berani menyebut nama FPI secara terang-terangan. Yang langsung kemudian mendapat serangan balik dari Ketua FPI itu, dan langsung membuat SBY berbalik ketakutan.

Dipo Alam

Menanggapi wacana pembubaran FPI, Sekretaris Kabinet Dipo Alam menyebut FPI belum terdaftar di Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kementerian Dalam Negeri sebagai organisasi masyarakat (ormas). Dipo menyebut FPI hanyalah forum kumpul-kumpul. Sehingga tidak bisa dibubarkan dengan menggunakan UU Ormas.

"Organisasinya itu hanya forum, belum terdaftar sebagai ormas, itu hanya forum kumpul-kumpul," kata Dipo di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (24/7/2013).

Oleh karena itulah, Dipo merasa heran dengan wacana pembubaran FPI. Pasalnya, sanksi pembekuan suatu ormas tidak dapat dikenakan pada FPI.

"Menurut Mendagri belum terdaftar sebagai ormas, apa yang mau dibekukan?" kata Dipo (Kompas.com).

Kalau benar Dipo Alam merasa heran atas wacana pembubaran FPI itu, sebaiknya dia mencari jawaban juga kepada SBY, sebab SBY juga pernah menyebutkan soal pemburan FPI tersebut.

Gawaman Fauzi

Pernyataan sebaliknya diucapkan oleh Menteri Dalam Negeri Gawaman Fauzi pada hari yang sama di lokasi yang sama, Istana Kepresidenan.  Dia mengatakan, untuk membubarkan FPI berdasarkan UU Ormas bisa saja dilakukan, tetapi harus melalui mekanisme yang ribet dan panjang.

"Di situ diatur, kalau memang dia melakukan tindakan yang melanggar, yang mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, mengambil peran penegak hukum, dia (FPI) dapat dihukum. Tapi mekanismenya panjang sekali, dan itu pun tergantung ruang lingkupnya, apakah nasional, provinsi, kabupaten/kota," ujar Gamawan.

Menurut Gamawan, UU Ormas mengatur larangan-larangan yang harus dihindari suatu ormas agar tidak dibekukan. Untuk FPI, menurut dia, ormas tersebut bisa saja dianggap melanggar Pasal 59 Ayat 2 huruf d dan huruf e UU Ormas, yakni menganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mengambil peran penegak hukum.

Kendati demikian, lanjut Gamawan, mekanisme pemberian sanksi untuk dugaan pelanggaran yang dilakukan FPI itu terlalu ribet dan sangat prosedural (Kompas.com).

Pernyataan Gamawan yang terkesan kuat sengaja menciptakan persepsi bahwa FPI hampir tidak mungkin dibubarkan itu seharusnya dia ajarkan juga kepada Presiden SBY. Sebab bukankah SBY sendiri juga pernah menyerukan soal pembubaran FPI ini?

Mengenai pembubaran FPI sebenarnya bukan hal yang paling subtansial saat ini. Pembubaran FPI juga tidak akan efektif menghentikan aksi-aksi kekerasan dan anarkis sekelompok massa seperti yang dilakukan FPI itu. Kalau pun FPI bubar, maka sangat mungkin mereka  akan kembali muncul dengan hanya mengubah nama ormas-nya.

Saat ini yang terpenting dan paling efektif adalah soal kepastian dan ketegasan  penegakan hukum tanpa kompromi dan tanpa toleransi terhadap segala tindakan yang dilakukan FPI yang sudah bertahun-tahun ini terbiasa melakukan tindakan-tindakan main hakim sendiri dan anarkis, tanpa berani disentuh pihak yang berwajib. Sebaliknya, yang terjadi adalah polisi biasanya melakukan pembiaran, atau bahkan mem-back-up FPI, atau polisi berubah menjadi sekumpulan pramuka yang hanya berani menonton aksi-aksi perusakan dan teror yang dilakukan oleh FPI.

Suryadharma Ali

Tidak diragukan lagi, sebenarnya Menteri Agama Suryadharma Ali ini adalah simpatisan FPI. Apa yang dilakukan oleh FPI hampir selalu dibelanya.

Ketika SBY menyerukan pernyataan yang keras dan memperingatkan FPI, Suryadharma Ali malah mengatakan untuk menghadapi FPI, kita memerlukan kesabaran tingkat tinggi. Sebelumnya juga dia mengatakan sekarang ini FPI sudah berubah banyak menjadi lebih baik.

Ketika terjadi insiden penyiraman air teh ke wajah Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia (UI) Tamrin Tomagola oleh Juru Bicara FPI Munarman di acara siaran langsung Apa Kabar Indonesia Pagi TV One pada Jumat, 28 Juni 2013, Suryadharma Ali membela Munarman. Munarman yang jelas-jelas yang tidak bisa mengontrol emosinya malah dipuji Suryadharma Ali sebagai sosok pemuda yang idealis yang bisa mengendalikan dirinya. Sebaliknya, Tamrin Tomagola yang menjadi korban dikatakan Suryadharma Ali sebagai cendekiawan yang tidak bisa mengendalikan dirinya karena menyela orang yang lagi berbicara.

Kepolisian RI (Kapolri Jenderal Timur Pradopo)

Untuk pertama kalinya dalam insiden yang melibatkan FPI, dalam peristiwa bentrok FPI dengan warga di Kendal, pihak Kepolisian juga menahan dan memproses hukum pelaku-pelaku perusakan/pembakaran. Tetapi itu karena yang dirusak.dibakar adalah aset (mobil) milik FPI. Untuk itu tiga orang telah ditahan oleh Kepolisian Kendal dengan sangkaan sebagai pelaku utama pembakaran mobil FPI yang telah menabrak sampai tewas seorang ibu-ibu itu. Biasanya, setiap ada anggota FPI yang melakukan perusakan aset/harta orang lain, tidak pernah ditahan dan diproses hukum.

Janganlah mengharap Kapolri Timur Pradopo akan benar-benar memerintahkan anak buahnya untuk menindak tegas apalagi sampai menahan Ketua FPI  Rizieq Syihab atas pernyataan yang dinilai menghina Presiden SBY itu. Memang informasinya adalah Polri telah membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus ini, tetapi percayalah itu tidak lebih dari sebuah tim khusus berbasa-basi belaka.

Februari 2011, ketika Rizieq Syihab juga melakukan serangan balik terhadap SBY lewat pernyataannya yang lebih keras daripada sekarang, yakni mengancam SBY dengan aksi makar penggulingan Presiden SBY jika berani membubarkan FPI, Kapolri Timur Pradopo tidak melakukan tindakan apapun juga. Ketika wartawan menanyakan apa tindakan Polri atas ancaman Ketua FPI itu, Timur tidak mau menjawabnya. Dia hanya terus mengatakan “terima kasih, terima kasih …” sambil berjalan cepat menghindari wartawan yang terus mengikutinya. Baca tulisan saya tentang ini di sini.

Sebelum terjadi bentrokan FPI dengan warga di Kendal, menjelang Ramadhan 2013, Wakapolri Komisaris Jenderal Nanan Sukarna sudah mengeluarkan pernyataan bahwa Polri akan melakukan tindakan tegas kepada setiap ormas yang berani melakukan sweeping di bulan Ramadhan ini. Namun ketika belum dingin seruan Wakapolri itu,  pada 6 Juli 2013, di Mojokerto, Jawa Timur, FPI melakukan aksi sweeping-nya di hotel-hotel, tempat karaoke dan toko-toko. Polisi bukannya mencegah dan menindak tegas sebagaimana diserukan Wakapolri itu, mereka malah – seperti biasa – mengawal dan hanya menonton aksi sweeping FPI itu.

Membaca reaksi dari Sekretaris Kabinet Dipo Alam sampai dengan sikap Kepolisian RI (Kapolri Timur Pradopo) yang cenderung menguntungkan posisi FPI ini, apa yang bisa masyarakat harapkan dari pemerintah SBY saat ini dalam menghadapi aksi-aksi anarkis dan teror yang acapkali dilancarkan oleh FPI? Nyaris tanpa harapan.

Setelah ini,  FPI tidak akan ragu-ragu untuk mengulangi lagi aksi-aksi anarkisnya seperti biasa. Apalagi semakin terbukti berkali-kali Presiden negara ini begitu lemahnya, hanya besar di omongan dan besar badannya, tetapi nyalinya tidak cukup bisa dipakai untuk melawan FPI. FPI akan bak harimau yang tumbuh sayapnya. Negara yang dipimpin oleh SBY dan para pembantunya ini akan terus mengalami kekalahan dari sebuah ormas sekecil FPI. Sesuatu yang di luar logika, tetapi itulah faktanya.

SBY vs FPI: 0 - 2 =  SBY Memang Pecundang!

Jadi, ada benarnya apa yang disebut Rizieq Syihab bahwa SBY itu adalah seorang pecundang (orang yang selalu kalah), karena terbukti selalu kalah dalam uji nyali dengan FPI, sedikitnya dua kali. Pertama di tahun 2011 dan yang kedua di Juli 2013 ini. Skor SBY vs FPI adalah 0-2. Bagaimana SBY bisa menang kalau para bawahannya dari Sekretaris Kabinet sampai dengan Kapolri malah cenderung ngepro pada FPI?

Dari Presiden sampai dengan menteri-menterinya berikut Kapolri setiap saat, dan setiap Ramadhan akan selalu disibukkan oleh FPI dengan urusan-urusan seperti ini. Yang tidak pernah dibereskan. Padahal masih sangat banyak urusan bangsa dan negara yang jauh lebih penting untuk diselesaikan.

Apabila pemerintahan SBY terus menunjukkan ketidakberdayaan dalam menghadapi FPI seperti ini, maka potensi terjadinya konflik horizontal akan semakin kuat. Peristiwa di Kendal itu sudah merupakan signal kuning bagi SBY.  ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun