Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrat Vs PKS: Karena Mereka Sedang Ketakutan

2 April 2012   09:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:08 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_169436" align="aligncenter" width="600" caption="(sumber: Inilah.com)"][/caption]

Selain melestarikan kader-kadernya yang tidak cerdas, Partai Demokrat sesungguhnya juga melestarikan “musuh dalam selimut” di dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) partai politik koalisi pendukung pemerintah. Anehnya, meskipun sudah tahu lama keberadaan “musuh dalam selimut” itu Demokrat tidak punya nyali untuk menyingkirkannya. Ketua Dewan Pembinanya, SBY pun hanya berani sebatas pernah melontarkan ancaman untuk mengeluarkannya dari Setgab Koalisi, dan mencopot menteri-menterinya. Begitu pula dengan para kader di bawahnya hanya bisa bermulut besar.

Akibat dari terus melestarikan “musuh dalam selimut”-nya itu, yang tidak lain adalah PKS, (dan juga Golkar) maka kembali Demokrat harus menerima akibatnya. Ketika PKS dalam sidang paripurna DPR, Jumat, 30-31 Maret 2012, “berkhianat” dengan menolak kebijakan pemerintahan SBY untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Mengikuti keputusan PDIP, Gerindra, dan Hanura.

Akibat dari “dobel ketidakcerdasannya” itu, Partai Demokrat pun gagal dalam misinya mendukung pemerintahan SBY untuk menaikkan harga BBM. Ketidakcerdasan yang pertama adalah pernyataan Djafar Hafsah (mantan Ketua Fraksi PD) di detik-detik terakhir menjelang rapat paripurna DPR tentang Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie ternyata diam-diam telah mengusulkan kepada SBY untuk menaikkan harga BBM sebanyak Rp. 2.000. Yang mengakibatkan Golkar marah, dan menarik dukungan sepenuhnya kepada Demokrat tentang rencana menaikkan harga BBM itu. Padahal dukungan Golkar sangat signifikan untuk mengegolkan rencana tersebut. Akibat dari ketidakcerdasannya itu Djafar pun segera dipecat sebagai Ketua Fraksi PD, tetapi semuanya telah terlambat. Kerusakan telah terjadi (baca tulisan saya sebelumnya, di sini).

Akibat dari keputusan PKS yang bertolak belakang dengan partai-partai koalisi itu, membuat Demokrat kembali meradang. Terutama sekali para kader/petingginya yang sejak dulu memang terkenal hanya bisa bermulut besar. Mereka ramai-ramai mengomel, marah-marah, memaki dan mengecam PKS. Sedangkan Ketua Dewan Pembinanya sendiri kali ini memilih (sementara) diam saja.

Ironisnya di antara pernyataan-pernyataan bernada kecaman dan ancaman itu kembali lagi mereka mempertontonkan betapa tidak kompak dan tidak cerdasnya mereka itu.

Setelah mengencam PKS, tang dikatakan parpol yang aneh dan tidak bisa dipercaya, Ramadhan Pohan dalam jumpa pers pada Sabtu sore, 31 Maret 2012,mengatakan bahwa Demokrat tidak bisa mengeluarkan PKS dari partai-partai koalisi. Karena menurutnya Demokrat menerapkan perpolitikan yang dewasa. Seharusnya PKS-lah yang tahu diri, keluar sendiri.

“Ada yang bilang PKS ditendang saja, tapi kami tidak mungkin tendang PKS. Ini ‘kan politik kedewasaan. Silakan ambil sikap sendiri,” demikian yang dikatakan Ramadhan Pohan (Kompas.com).

Pernyataan ini bertentangan dengan pernyataan dari kader Demokrat lainnya, Andi Nurpati pada kesempatan yang sama. Andi malah mengatakan bahwa karena ketidakkonsintensinya PKS itru maka para kader Demokrat telah meminta Ketua Umum PD Anas Urbaningrum, dan juga akan kepada SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Demokrat untuk segera mengevaluasi keberadaan PKS di Setgab.

Menurut Andi, PKS sudah beberapakali berbeda pendapat dengan anggota koalisi yang lain. “Karena ini sudah berkali-kali ada gangguan terhadap roda pemerintahan. Kalau roda pemerintahan ini tidak solid, maka akan sulit”. Sejumlah kader Demokrat telah menyampaikan aspirasinya untuk meminta keberadaan PKS dievaluasi.

Untuk apa para kader itu menyampaikan aspirasinya untuk mengevaluasi keberadaan PKS di Setgab, seperti yang dinyatakan Andi Nurpati itu? Kalau toh, menurut Ramadhan Pohan bahwa Demokrat tidak mungkin mengeluarkan PKS, karena itu Demokrat menganut perpolitikan dewasa? Mengevaluasi adalah penghalusan dari kata untuk mengeluarkan PKS. Kalau begitu, para kader yang menyampaikan aspirasi untuk mengevaluasi keberadaan PKS itu, tidak dewasa, dong?

Ketua Bidang pengembangan Strategi dan Kebijakan DPP Partai Demokrat, Ulil Abshar Abdalla pun ikut-ikutan mengecam PKS. Menurut Ulil, PKS telah melanggar etika politik dalam koalisi, karena berseberangan dengan Demokrat, dan malah bersepakat dengan parpol lain.

“Partai koalisi tidak cukup berani mendukung pemerintah. Terutama PKS. Partai yang akhlak politiknya tidak shaleh. Etika politik yang tidak layak diteladani” kata Ulil, Sabtu, 31 Maret 2012 (Kompas.com).

Sebenarnya, para kader ini berteriak-teriak itu untuk apa? Bikin orang tertawa saja. Ketua Dewan Pembinanya saja diam seribu bahasa, kok. Ini anak-anak buahnya pada berlagak galak. Untuk apa teriak-teriak di luar? Kenapa tidak dijadikan urusan internal mereka saja dengan PKS? Kalau memang Anda semua merasa PKS itu parpol yang aneh, tidak bisa dipercaya, tidak punyak akhlak politik, bahkan sampai mengganggu roda pemerintahan segala, desak saja Pak SBY untuk mengeluarkannya dari koalisi. Beres, kan? Malu, lho, sudah teriak-teriak seperti itu, tetapi ujung-ujungnya tidak ada aksi apa-apa.

Ramadhan Pohan, Andi Nurpati, dan Ulil Abshar Abdalla, dan koleganya yang lain, kalian jangan lupa bahwa ucapan-ucapa kalian itu bisa menjadi bumerang bagi Ketua Dewan Pembina kalian sendiri. Ketika SBY tidak berani mengambil keputusan untuk mengeluarkan PKS, maka apa yang sudah keluar dari mulut kalian akan menjadi bumerang bagi SBY sendiri. Ternyata, meskipun PKS itu parpol yang tidak bisa dipercaya, tidak punya etika politik, bahkan peganggu roda pemerintahan, SBY masih mau mempertahankannya. Sebaliknya, kalau SBY sampai mengeluarkan PKS dari Setgab Koalisi, maka meminjam istilah Ramadhan Pohan, berarti SBY tidak punya kedewasan berpolitik. Karena seharusnya Demokrat tidak bisa menendang (mengeluarkan) PKS. PKS yang harus minta keluar sendiri.

Apakah SBY punya nyali untuk mengeluarkan PKS? Kemungkinan besar tidak. Indikasinya sudah ada. Dalam Rapat Ketua Dewan pembina Partai Demokrat, SBY dengan DPP PD, yang berlangsung Minggu kemarin (01/04/2012), di Jakarta, ternyata persoalan tentang PKS ini tidak dibahas secara khusus. Jadi untuk sementara posisi PKS aman (JPNN.com, 02/04/2012).

Untuk sementara?

Rasanya, SBY memang tak bakalan punya keberanian tetap untuk itu. Karena sebelumnya SBY juga pernah marah-marah kepada PKS berkaitan dengan persoalan serupa (PKS dinilai tidak punya komitmen dengan keberadaannya di Setgab Koalisi). Bahkan sampai pakai ancaman akan terkena reshuffle segala. Tetapi terbukti kemudian itu tidak dilakukkan juga. Itu terjadi pada awal Januari 2011 lalu, ketika PKSbersama Golkar malah mendukung kasus Bank Century dibawa ke Sidang Paripurna DPR. Berlawanan dengan sikap Partai Demokrat.

Sebenarnya, sikap yang berseberangan dengan kebijakan pemerintah bukan hanya datang dari PKS saja, tetapi juga Golkar. Tetapi karena Demokrat, mulai dari kader-kadernya sampai dengan SBY sendiri tidak punya nyali dengan Golkar, maka itu. semua kemarahan mereka, termasuk kepada Golkar pun, ditumpahkan ke PKS. Tetapi mereka itu hampir pasti hanya sebatas berani di mulut saja, karena kalau sampai bertindak, publik malah bisa lebih menertawakan. Karena kok berani benar menindak PKS, sedangkan Golkar yang bersikap kurang-lebih sama kok dibiarkan?

*

PKS sudah memahami dalam kasus seperti ini, sebenarnya seberapa besar nyali SBY untuk bertindak. Oleh karena itu meskipun sudah dikecam beramai-ramai oleh para kader Demokrat, mereka malah seolah-olah balik menantang, apakah SBY memang berani menindak PKS.

DPP PKS malah mempersilakan kepada Presiden SBY dalam kapasitasnya sebagai Ketua Setgab Koalisi untuk menentukan sikapnya, perlu tidaknya mengeluarkan mereka dari Setgab Koalisi, atau mengganti menteri-menterinya di kabinet yang ada saat ini. Penegasan itu disampikan oleh Juru Bicara DPP PKS, Mardani Ali Sera, seperti yang dikutip Tribunnews.com, Minggu, 01/04/2012.

Sedangkan, Ketua DPP PKS Aboe Bakar Al Habsy, malah menilai sikap para kader/petinggi Demokrat terhadap partainya itu hanyalah bentuk kegaulan Demokrat, dan akal-akalan Demokrat untuk melakukan pengalihan isu.

Menurutnya, hal ini menunjukan bahwa Partai Demokrat galau dan mencoba mengalihkan isu. "Saya lihat ada yang galau dengan pilihan politiknya, mereka berhitung popularitasnya akan turun, maka kemudian mereka mengalihkan isu dari kenaikan harga BBM ke persoalan koalisi" (Tempo.co, 01/04/2012).

Apakah PKS sesungguh benar-benar tidak takut “ditindak” oleh SBY?

Mengingat kejadian sebelumnya, sesungguhnya PKS ini akan takut juga kalau sampai SBY benar-benar bertindak; mengeluarkan mereka dari partai koalisi dan mencopot semua menterinya yang ada tiga orang itu di kabinet sekarang.

Hal ini pernah terjadi. Pada Oktober 2011 lalu, ketika SBY berancang-ancang untuk melakukan reshuffle kabinet, beredar kabar bahwa SBY akan mencopot menteri(-menteri)-nya di kabinet, PKS pun galau, gelisah, dan meradang.

Galau, dan resah ketika itu tercermin dari sampai banyak kali mereka melontarkan ancaman-ancaman secara terbuka kepada SBY. Bahwa kalau sampai SBY mengurangi satu saja kadernya di kabinet, maka mereka akan menarik semua kader mereka di kabinet yang totalnya pada waktu itu ada empat itu.

Pada waktu itu, tidak kurang dari mantan Presiden PKS, yang saat ini adalah salah satu calon gubernur DKI, Muhammad Nur Wahid pun ikut melontarkan ancaman yang senada. “Kalau empat menteri, koalisinya lima tahun. Kalau tiga menteri, koalisinya berarti tidak sampai lima tahun. Itu bagian yang akan diputuskan oleh Majelis Syuro PKS,” katanya (Kompas.com, 18 Oktober 2011).

Faktanya kemudian menunjukkan, ternyata SBY berani menantang ancaman PKS tersebut dengan benar-benar mengurangi satu jatah menteri mereka di kabinet pasca perombakan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Yakni, Suharna Surapranata, dicopot dari Menteri Riset dan Teknologi, diganti oleh Gusti Muhammad Hatta. Tetapi PKS pun ternyata tidak berani melaksanakan ancamannya itu.

Maka sebenarnya tidak perlu juga heran, sekarang, ketika para kader petinggi Demokrat sampai memaki mereka dengan kata-kata merendahkan, mengusir-ngusirnya, PKS pun tetap tak mau lepas dari Setgab Koalisi, dan juga tidak mau menarik kembali menteri-menetrinya. Jurus menyerahkan ke pihak yang berwenang memecat pun dipakai. Katanya, terserah kepada SBY bagaimana sikapnya terhadap mereka. Padaha,l kalau benar-benar mau konsisten, kalau benar-benar menganggap pemerintahan SBY tidak mendengar aspirasi rakyat lagi, kok masih mau tetap menjadi bagian darinya?

*

Apa sesungguhnya yang membuat para politisi kita bersikap demikian? Baik itu dari Partai Demokrat, PKS, maupun Golkar, dan parpol lain yang berperilaku serupa?

Rehald Kasali, di Jawa Pos, Senin, 2 April 2012, di artikelnya yang berjudul Penakut Tak Akan Melakukan Perubahan, antara lain menulis dengan mengutip kalimat dari Aung San Kyi di dalam film The Lady: “Kekuasaan bukan sumber dari korupsi, melainkan ketakutan. Ketakutan terhadap hilangnya kekuasaanlah yang menjadi sumber dari korupsi”.

Rhenal menulis, “Saya kira Suu benar. Orang-orang politik yang takut kehilangan dukungan, termasuk anggota koalisi yang takut kehilangan popularitas, entah mengorupsi keinginan rakyat dengan rasa takutnya yang berlebihan, yaitu takut suaranya hilang pada pemilu yang akan datang”.

Demikian yang dikatakan Rhenald.

Perseteruan Demokrat vs PKS ini sesungguhnya mencerminkan ketakutan mereka seperti yang ditulis Rhenald Kasali itu. Demokrat takut mendepak PKS, karena takut kehilangan dukungan politiknya, baik saat ini, maupun nanti di Pemilu 2014. Demokrat juga takut kalau akibat dari kekalahan mereka di Parlemen itu membawa dampak semakin buruk di Pemilu 2014 nanti.

PKS takut kehilangan dukungan dalam Pemilu 2014 nanti kalau ikut-ikutan mendukung pemerintah dalam rencana menaikkan harga BBM. Bersamaan dengan itu PKS juga takut kehilangan nikmatnya ikut menikmati kue kekuasaan bersama di Setgab Partai Koalisi Pendukung Pemerintah. Aneh bukan, namanya saja "koalisi pendukung pemerintah", tetapi praktiknya tidak mendukung pemerintah. Tetapi bersamaan dengan itu juga tidak mau lepas sebagai bagian parpol dari pendukung pemerintah.

Tetapi, rakyat sekarang tidaklah sebodoh yang mereka kira. Rakyat akan menilai mana sikap yangasli berpihak kepadanya, dan mana hanyalah kamuflase dari perilaku oportunis dan hipokrit. ***

Tulisan saya lainnya, yang berkaitan:

-Koalisi Tidak Samadengan Konspirasi,

-SBY Menantang Keberanian PKS.

Referensi:

http://nasional.kompas.com/read/2012/03/31/19320689/Ramadhan.PKS.Aneh.Sebaiknya.Keluar.Koalisi

http://www.tribunnews.com/2012/04/01/andi-nurpati-pks-bikin-roda-pemerintahan-terganggu

http://www.tribunnews.com/2012/04/01/pks-persilakan-sby-evaluasi-menterinya

http://www.tempo.co/read/news/2012/04/02/078394023/PKS--Demokrat-Galau-dan-Alihkan-Isu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun