Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketakutan, Badan Anggaran Memilih Frontal dengan KPK?

1 Oktober 2011   17:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:26 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kasus DPR vs KPK, Pramono Agung bilang, “Jangan ada lembaga yang arogan! KPK seharusnya memenuhi panggilan DPR.” (Kompas.com, 30 September 2011). Maka berarti, yang dimaksud Pramono adalah “KPK janganlah arogan, kalau dipanggil DPR harus datang.

Tapi, siapa sebenarnya yang arogan?

Kalau menurut saya, justru DPR-lah arogan. Dalam kasus ini terutama sekali Badan Anggarannya dan pimpinan DPR. Bukan saja arogan, tetapitidak tahu diri. Sudah arogan, ngambek kayak anak kecil (mogok membahas RAPBN 2012 gara-gara diperiksa KPK), pembangkang, merasa diri paling benar dan maha superior, eh, masih tidak mau bercermin.

Kenapa mereka menjadi sedemikian arogannya, sampai-sampai wewenang dan kewajibannya membahas RAPBN karena jabatannya itu, yang sedemikian penting mau mereka gunakan sebagai senjata melawan KPK?

Maunya mereka, KPK jangan memeriksa mereka. Kalau KPK ngotot, mereka akan menyandera kepentingan bangsa dan negara ini dengan cara memboikot pembahasan RAPBN. Kepentingan dan keselamatan pribadi mereka dari kejaran KPK mau mereka lawan dengan memanfaatkan, atau lebih tepatnya menyalahgunakan wewenang jabatan mereka itu? Rakyat banyak akan dijadikan tumbal demi keselamatan mereka dari kemungkinan jeratan KPK?

Ketua DPR Marzuki Alie pun ikut-ikutan membikin pernyataan yang mendukung aksi mogok Badan Anggaran itu. Dia mempersalahkan KPK sebagai penyebab mandeknya pembicaraan tentang RAPBN 2012 tersebut, serta mengatakan bahwa KPK harus menunda pemanggilan para pimpinan Badan Anggaran, karena begitu pentingnya materi yang akan dibicarakan. Kalau KPK memanggil pimpinan Badan Anggaran itu nanti RAPBN tidak dapat diselesaikan, katanya.

Dengan pernyataannya ini, Marzuki juga ikut-ikutan mau menakut-nakuti KPK dan rakyat Indonesia dengan memanfaat kewenangan Badan Anggaran itu. Agar KPK takut, dan rakyat mendukung supaya para pimpinan Badan Anggaran jangan dipanggil lagi. Padahal pemanggilan KPK tersebut bukan berkaitan dengan DPR atau Badan Anggaran sebagai lembaga, tetapi para pimpinan itu secara perorangan untuk mengetahui tentang mekanisme dan tanggung jawab jabatan mereka dalam menentukan pencairan anggaran-anggaran yang diduga telah dimanipulasi dan dikorupsi.

Ada indikasi kuat bahwa arogansi dan aksi mogok yang dipamerkan itu merupkan kamuflase dari kepanikan dan ketakutan terhadap hasil pemeriksaan KPK yang pasti akan menerebos masuk ke Badan Anggaran itu sendiri.

Pada waktu empat orang Pimpinan Badan Anggaran DPR itu dipanggil KPK pada 20 September lalu, mereka memenuhi panggilan tersebut. Mungkin waktu itu mereka mengira KPK akan sungkan karena takut kepada mereka. Jadi, pemeriksaan sebagai saksi itu hanyalah semacam formalitas saja.

Ternyata, tidak seperti yang mereka bayangkan. Proses pemeriksaan KPK itu ternyata mendalam. Mungkin pada waktu itu para pimpinan Badan Anggaran itu mulai merasa terusik karena dalam pemeriksaan tersebut arahnya justru mulai menuju ke Badan Anggaran itu sendiri. Kepanikan pun mulai merasuki. Keringat dingin pun mengucur.

Dugaan ini diperkuat dengan pernyataan dari KPK sendiri melalui Juru Bicaranya Johan Budi dalam acara Polemik Sindo Radio bertajuk: “Banggar DPR Geger” di Warung Daun, Jakarta, Sabtu, 1 Oktober 2011, bahwa kasus dugaan suap Kemenakertrans tidak akan berhenti pada tiga tersangka saja.

Oleh karena itulah ketika KPK hendak melanjutkan pemeriksaan itu lagi, mereka pun melakukan gerakan super defensif yang diekspresikan lewat cara menolak panggilan kedua itu dengan alasan KPK telah memasuki dan mencampuri wewenang mereka sebagai pimpinan Badan Anggaran, diikuti dengan memboikot pembicaraan tentang RAPBN 2012.

Mereka baru measa terpojok ketika aksi itu justru menjadi bumerang, berupa kecaman keras bertubi-tubi yang diarahkan kepada mereka. Maka, dengan sangat terpaksa mereka pun menyatakan akan melanjutkan pembicaraan tentang RAPBN tersebut.

Padahal seharusnya kalau memang mereka itu semua bersih kenapa harus risih, kenapa harus takut? Bukankah justru dengan memenuhi panggilan KPK, peran mereka tersebut akan sangat membantu KPK mengungkapkan segala macam praktek penyalahgunaan dan manipulasi anggaran?

Sangat sulit diterima logika bahwa pemanggilan KPK itu justru direspon dengan berbalik melawan KPK.

Sebagai ganti dari aksi mogok yang ternyata tidak mempan itu, mereka pun bekerja sama dengan para kolega lainnya di DPR, termasuk dan terutama Ketua DPR Marzuki Alie, untuk melakukan aksi balas dendam dengan balas memanggil para pimpinan KPK untuk datang menghadap DPR dengan alasan kamuflase, untuk melakukan rapat konsultasi antara lembaga.

Padahal maksud sebenarnya adalah untuk balas dendam terhadap KPK, sekaligus menghambat proses pemeriksaan terhadap para pimpinan Badan Anggaran tersebut, dan kalau bisa KPK akan menyatakan tidak lagi memerlukan keterangan dari mereka itu. Dengan demikian praktek-praktek korupsi yang kemungkinan besar terjadi di DPR (bukan hanya sebatas soal mafia naggaran) tetap tak terungkapkan.

Eksistensi KPK ini semakin terasa mengganggu oleh DPR. Dengan konflik antara mereka dengan KPK, akan semakin memperkuat keinginan mereka supaya KPK kalau bisa dibubarkan saja. Kalau tidak bisa, dibatasi kekuatannya.

Bukankah Marzuki Alie ini pernah secara terbuka mengusulkan pembubaran KPK? Bukankah juga ada indikasi kuat adanya gerakan di DPR yang bermaksud membatasi kewenangan KPK lewat UU Tipikor yang baru nanti?

Ketika KPK tidak memenuhi undangan tersebut DPR pun memasang muka marah. Arogansi mereka pun kembali menonjol dengan mengeluarkan pernyataan-pernyataan seperti:

“KPK wajib datang kalau dipanggil DPR. Sebaliknya, kalau DPR dipanggil KPK tidak ada kewajiban untuk datang kecuali ada anggotanya yang terlibat korupsi (padahal bagaimana bisa tahu terlibat atau tidak, kalau tidak diperiksa terlebih dahulu)”.

“DPR berhak memanggil siapapun juga, dan yang dipanggil itu harus datang. Presiden saja kalau dipanggil harus datang, apalagi KPK”.

Kemudian KPK pun mau diatur-atur, didikte mereka, seperti yang dinyatakan oleh Ketua DPR Marzuki Alie dan Wakil Ketua DPR Anis Matta bahwa KPK seharusnya menunda pemanggilannya terhadap para pimpinan Badan Anggaran. Marzuki Alie bilang KPK jangan dulu panggil Badan Anggaran, panggil saja dulu saksi-saksi lainnya.



Sebenarnya, alasan KPK tidak mememnuhi undangan DPR pun terasa adanya ambigu. Katanya, mereka tidak bisa memenuhi undangan tersebut karena terkait soal etika yang harus dipegang, yakni KPK tidak boleh bertemu dan berbicara dengan pihak-pihak yang terkait dengan kasus yang sedang diperiksa. Namun di lain kesempatan KPK terasa terlalu tolerir terhadap pimpinan KPK Chandra Hamzah yang bisa melakukan pertemuan sampai dengan lima kali dengan Nazaruddin dan tokoh petinggi Demokrat lainnya, tanpa melaporkannya ke pimpinan KPK lainnya.

Ketika mendengar alasan tersebut, Pramono Agung mengatakan bahwa rapat konsultasi antara DPR dengan KPK nanti akan tidak dihadiri oleh para pimpinan dan anggota Badan Anggaran. Tetapi pernyataan ini dibantah oleh Marzukie Alie, dengan mengatakan bahwa KPK jangan memberi syarat, KPK tidak punya hak memberi syarat kepada DPR. Harus datang tanpa syarat, dan Badan Anggaran pun akan ikut hadir.

Nah, sekarang nanti kita lihat, apabila Badan Anggaran ikut hadir dalam rapat konsultasi mendatang, apakah KPK akan konsisten dengan pernyataannya tersebut di atas, atau mereka akan menjilat ludahnya sendiri, takluk di bawah DPR yang semakin lama semakin super power dan arogan itu?

Dan, apabila KPK tetap konsisten dengan pernyataannnya itu, ketika Badan Anggaran ikut hadir dalam rapat konsultasi itu, mereka akan melakukan walk-out? Yang berarti pula perang antara KPK versus DPR dilanjutkan. Terus, kapan negara ini diurus? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun