Anggota DPR yang suka pamer kemewahan dengan gaya hidup hedonisme, ternyata juga sangat tidak peka, dan tidak mau tahu dengan kritik/kecaman yang dilontarkan kepada mereka.
Substansi kritik yang disampaikan kepada sebenarnya sederhana saja. Kalau mereka memang benar punya nurani sebagai wakil rakyat sesungguhnya pasti akan segera menyerapnya dengan baik, introspeksi, kemudian mengubahnya sesuai dengan keinginan rakyat yang diwakilinya.
Kritik itu adalah tentang cara mereka memamerkan kekayaannya melalui mobil-mobil (super) mewah yang dipakai kerja di rumah rakyat yang diwakilinya. Banyak anggota DPR yang baik memperoleh kekayaannya secara wajar, maupun secara ajaib, dituding tidak peka terhadap kondisi rakyat kebanyakan yang masih memprihatinkan. Pergi kerja ke rumah rakyat dengan menggunakan mobil (super) mewahnya itu. Saking banyaknya sampai-sampai di tempat parkir rumah rakyat itu mengalah-ngalahi ruang pamer mobil (super) mewah manapun juga di Indonesia.
Tidak ada yang mempermasalahkan atau melarang mereka menikmati kekayaannya itu di luar waktu dinas mereka.
Mobil-mobil super mewah sekelas Mercedes S Class, Bentley dan Hummer dengan harga berkisar Rp. 3 miliar sampai Rp. 7 miliar pun merupakan pemandangan biasa di sana.
Sampai-sampai mobil sejenis Alphard yang bernilai antara Rp 800 jutaan sampai dengan Rp 1,1 miliar pun dianggap sebagai bukan mobil mewah! Seperti yang dikatakan oleh Ketua Badan Kebijakan Publik DPP PAN Tjatur Sapto Edy: “... Tidak bisa digeneralisir bahwa semua anggota dewan hidup glamor atau menggunakan mobil mewah. Paling menggunakan Alphard. Alphard belum bisa dikategorikan sebagai mobil mewah ...” , katanya (Jaringnews.com, 17 November 2011).
Alphard saja dinilai seperti itu, bagaimana dengan mobil sekelas Kijang Innova? Ternyata, menurut salah satu anggota DPR pemilik mobil Alphard, Nudirman Munir, “.. akan banyak anggota DPR yang meninggal karena kecelakaan,” kalau menggunakan mobil jenis ini.
Meskipun Kompas tidak menyebutkan secara jelas mobil apa yang dimaksud, ketika mengutip pernyataan Nudirman itu, dapat diduga yang dimaksud adalah Kijang Innova. Karena banyak yang menilai bahwa mobil yang paling pantas digunakan para anggota DPR itu adalah mobil-mobil sekelas Kijang Innova.
Di Kompas, 19 November 2011, dikutip alasan Nudirman menggunakan Alphard ke tempat kerjanya di rumah rakyat itu. “Jika naik Toyota Alphard, kami dapat rapat di dalam mobil karena di dalam mobil itu ada meja. Kalau naik mobil (menyebutkan merek lain) yang jalan 80 kilometer per jam saja sudah goyang, akan banyak anggota DPR yang meninggal karena kecelakaan.”
Entah apa sebenarnya alasan Kompas “menyensor” jenis mobil yang disebutkan Nudirman itu. Apakah karena Kompas menganggap dengan mengutip pernyataan itu secara lengkap berarti suatu pelecehan terhadap jenis mobil tersebut? Alasan yang tidak logis.
Meminjam alasan yang dikemukakan oleh Nudirman itu, kemungkinan besar publik yang sudah lama sangat geram terhadap perilaku para anggota DPR jenis ini tentu akan mengharapkan mereka semua mau menggunakan mobil jenis itu. Supaya semuanya benar-benar pada mati kecelakaan. Daripada gedung DPR dipenuhi dengan para hedonis tebal muka, tebal telinga, berkulit badak itu.
Anggota DPR jenis ini seakan pura-pura bodoh supaya punya alasan untuk tetap memamerkan kemewahannya lewat mobil-mobil (super) mewah yang mereka gunakan ke tempat kerjanya itu. Dengan cara menafsirkan kritik dan kecaman tersebut menjadi seolah-olah publik melarang mereka untuk kaya, atau menikmati kekayaannya itu. Lepas dari apakah kekayaan itu diperoleh dengan cara yang wajar, ataukah dengan cara yang ajaib. Seperti yang dikatakan oleh Anis Matta, anggota DPR dari PKS, dan Herman Hery, anggota DPR asal PDIP.
Anis Matta bilang, gaya hidup mewah, termasuk menggunakan mobil mewah milik pribadi ketika bekerja adalah hak setiap anggota dewan, dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun juga. Yang penting fokus pada pekerjaannya. Benarkah mereka (anggota) DPR itu fokus pada pekerjaannya? Saya komentar nanti.
Herman Hery, salah satu anggota Dewan pemilik Bentley Continental GT senilai Rp. 7 miliar itu, di Jawa Pos, 24 November 2011, merespon kritik tersebut, bilang, “Saya terpukul betul, masak orang nggak boleh kaya?”
Herman merasa tidak ada yang keliru atau menyimpang dengan gaya hidupnya. Jauh sebelum terjun ke dunia politik, dia sudah kaya-raya lewat kerja keras dalam membangun bisnisnya. Dia mengharapkan publik tidak menyamaratakan semua anggota DPR. Seolah kalau ada anggota DPR yang terlihat kaya, itu diperoleh dari uang hasil korupsi. Akibatnya, tak jarang anggota DPR berpura-pura menjalani gaya hidup sederhana. Herman merasa suasana semacam itu justru menumbuhkan hubungan yang tidak jujur antara wakil rakyat dengan konstituennya.
Herman juga menambahkan tidak ada aturan yang menyebutkan anggota dewan harus hidup sederhana.
Argumen tentang dasar hukum ini juga dikemukakan oleh mantan Menteri Pemuda dan Olahraga di era Presiden Gus Dur, Mahadi Sinambela, dalam diskusi di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bertema “Betulkah Pejabat Negara Hedonistis?”, Jumat, 18 November 2011. Bahkan masalah Hak Asasi Manusia (HAM) pun dibawa-bawa dalam kaitannya dengan hak anggota dewan menggunakan mobil mewah itu.
Kata dia, menggunakan kekayaan sendiri, termasuk mempertontonkan kemewahaan itu adalah hak asasi setiap anggota DPR! (Kompas.com, 18 November 2011). Gaya hidup mewah pejabat, juga tidak bisa diatur dalam bentuk peraturan hukum.
Ya, memang betul. Sebenarnya, bukan hanya anggota DPR saja yang suka menggunakan mobil-mobil (super) mewah mereka ketika berangkat kerja, tetapi juga terjadi di banyak pejabat tinggi negara. Termasuk ketika eks-pejabat tinggi negara ini masih menjabat. Maka itu tidak heran jika dia mengajukan pendapat seperti itu. Untuk membela sesama jenisnya.
Banyak sekali pejabat negara yang gajinya hanya puluhan juta rupiah tanpa latar belakang pengusaha besar, dengan cara ajaib bisa mempunyai koleksi mobil (super) mewah berharga miliaran rupiah. Hanya dalam tempo 2-3 tahun setelah menjabat.
Apakah sungguh benar, memamerkan kemewahaan oleh para pejabat tinggi negara juga termasuk hak asasi manusia? Kalau mereka mempunyai hak asasi untuk memamerkan kemewahan tersebut ketika sedang bekerja, lalu di manakah hak asasi rakyat yang diwakili untuk benar-benar diperhatikan kebutuhan-kebutuhan dasarnya? Mustahil, para pejabat negara yang hidupnya penuh dengan semangat hedonisme itu bisa mempunyai rasa empati dan simpatik terhadap rakyat kecil yang diwakilinya. Hanya orang yang punya rasa empati dan simpatik yang sesungguhnya yang bisa menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Hal ini sangat jelas kelihatan dengan apa yang terjadi di DPR (sebagai contoh aktual).
Ruang parkir rumah rakyat penuh dengan mobil-mobil berharga miliaran rupiah per unit. Tetapi kinerjanya teramat sangat memprihatinkan. Selain sering sekali bolos dalam setiap rapat (paripurna) sehingga sering terjadi tak tercapainya quarum sebagai syarat suatu rapat dilaksanakan, juga banyak yang terlibat berbagai kasus hukum. Baik itu berkaitan dengan masalah korupsi, maupun moral dan etika.
Ketua DPR, Marzuki Alie sendiri mengakui bahwa kinerja DPR masih sangat memprihatinkan. Dalam pidatonya di Rapat Paripurna DPR tanggal 14 November 2011.
Menurut Marzuki, sepanjang tahun 2011, DPR menyelesaikan 22 RUU. Di masa sidang saat ini. yang akan berakhir pada 18 Desember ini, diharapkan ada 5-6 RUU yang diselesaikan. Jika harapan itu terpenuhi, maksimal ada 28 RUU diselesaikan. Padahal, ada 70 RUU yang menjadi prioritaa program legislasi nasional tahun 2011 (Kompas, 19 November 2011).
Selain itu, Marzuki juga mengatakan bahwa selama ini dalam pembuatan UU, DPR kurang, atau bahkan tidak memperhatikan UUD 1945. Akibatnya, banyak sekali pasal dalam UU yang diuji materi ke Mahkamah Konstitusi, dan kemudian dibatalkan, karena bertentantangan dengan UUD 1945.
Kembali ke masalah HAM, yang disebutkan oleh Mahadi Sinambela. Apakah benar perilaku suka memamerkan kekayaan mereka dengan mobil mewah di tempat kerja itu dapat dikaitkan dengan HAM? HAM pejabat negara menggunakan mobil mewahnya di tempat kerjanya adalah HAM?! Dan, oleh karena itu tidak bisa dibatasi oleh peraturan hukum?
Apa itu HAM?
Secara ringkas dapat ditemukan definisinya di Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1 angka 1, menyebutkan: Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Nah, apakah menggunakan mobil mewah dalam menjalankan jabatannya bisa dikategorikan sebagai HAM? Padahal di dalam menjalankan tugas jabatannya itu terdapat unsur terpenting bagi setiap pejabat negara itu yakni kewajiban mensejahterakan rakyat, yang adalah bagian dari HAM rakyat itu sendiri. Mana yang merupakan HAM sesungguhnya; kesejahteraan rakyat itu, ataukah pamer kemewahan dengan mobil mewah di saat kerjanya sebagai pejabat negara?
*
Sudah merupakan suatu kelaziman di Indonesia adalah setiap kali pemerintahan baru, selalu saja diiringi dengan antara lain pembagian mobil-mobil dinas mewah untuk setiap menteri (dan sekarang, ditambah lagi dengan wakil menteri).
Dalam kabinet SBY saat ini, mobil dinas menteri adalah Toyota Crown Majesta terbaru, yang diimpor khusus dari negeri asalnya, Jepang. Harganya jauh di atas Toyota Camry, yang sebelumnya menjadi mobil dinas para menteri. Kalau Camry harga termahalnya Rp 600 jutaan per unit, maka Crown Majesta ini harganya sekitar Rp 1,8 miliar per unit untuk sampai masuk ke Indonesia (ditambah pajak, dan lain-lain)! Dapat disejajarkan dengan Mercedes S Class dan BMW Seri 7.
Karena di Indonesia sendiri, secara resmi, mobil mewah jenis ini tidak dijual. Aneh sekali, kenapa harus mobil mewah seperti ini yang dipilih? Apakah selain ingin tampil serba mewah, juga ingin tampil serba beda? Karena dengan Toyota Crown Majesta tidak dijual di Indonesia, maka besar kemungkinan hanya para menteri itu sajalah yang bisa menikmatinya.
Ketika memulai masa pemerintahannya yang kedua, pemerintah di bawah SBY mengimpor 79 unit Toyota Crown Majesta ini untuk para pembantu presiden, dan para pejabat tinggi negara lainnya. Anehnya, setelah dikritik, pihak Istana mengaku tidak tahu-menahu tentang impor mobil-mobil mewah tersebut. Padahal pembeliannya menggunakan anggaran dari APBN.
Secara resmi pemerintah juga secara tidak langsung memberi peluang kepada para pejabat negara untuk hidup serba glamour lewat penentuan mobil dinasnya saja harus mobil mewah seri terakhir dari jenisnya itu. Itu pun yang dipilih adalah yang tidak ada di Indonesia (secara resmi). Sehingga harus impor.
Kenapa pemerintah yang acapkali berseru kepada rakyatnya untuk hidup hemat, tetapi bersamaan dengan itu mobil dinas saja harus mewah, dan juga harus yang terbaru?
Jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang jauh lebih maju dan makmur, kelihatan sekali sesuatu yang sangat kontras dan ironi. Negara-negara yang jauh lebih maju dan makmur itu justru para pejabat negaranya bekerja dengan mobil dinas yang harganya jauh lebih murah daripada mobil dinas para pejabat negara di Indonesia.
Di Finlandia, satu satu negara terkaya di Eropa, sudah diketahui bahwa para pejabat negara, termasuk kepala pemerintahannya menggunakan mobil dinas murah, yang tidak diganti ketika pemerintahnya berganti.
Di Tiongkok, selama ini, mobil dinas para pejabat negaranya ditentukan tidak boleh memiliki mesin lebih dari 2.000 cc dengan harga harus di bawah 250.000 Yuan, atau sekitar Rp. 354,4 juta.
Ketika negara ini menjadi semakin maju dan makmur, sehingga berhasil menduduki negara dengan ekonominya terkuat nomor 2 di dunia setelah Amerika Serikat, menggeser Jepang, pemerintahnya malah menurunkan lagi standar mobil dinas para pejabat negaranya. Selain itu ada ketentuan mereka untuk wajib menggunakan mobil dinas itu ketika bekerja.
Kini standar mobil dinas pejabat negara di Tiongkok ditentukan tidak boleh memiliki mesin berkapasitas lebih dari 1.800 cc dengan harga harus di bawah 180.000 Yuan, atau sekitar Rp. 248,7 juta. Atau sekelas Toyota Innova tipe termurah. Dan, terbukti para pejabat negara Tiongkok itu tidak ada yang meninggal karena celaka, seperti yang dikatakan Nudirman Munir (kalau anggota DPR pakai mobil sekelas Innova, bisa mati karena kecelakaan. Jadi, mesti memakai sejenis --- minimal -- Alphard).
Tidak hanya di Tiongkok, di Malaysia dan India, misalnya, juga ada peraturan dari pemerintahnya masing-masing yang menentukan mobil dinas pejabat negara adalah mobil murah. Dengan harga kira-kira sama dengan yang ditetapkan pemerintah Tiongkok, atau lebih murah.
Berikut gambar-gambar perbandingan mobil dinas pejabat negara di Indonesia, Malaysia, dan India (sumber dari sini):
Mobil Dinas Pejabat Negara Indonesia:
Mobil Dinas Pejabat Negara Malaysia:
Mobil Dinas Pejabat Negara India:
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H