Kemudian ada lagi pernyataan yang terkesan naif dari Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam, yang menyatakan bahwa pelaku bom bunuh diri di Masjid At-Takwa di kompleks Mapolresta Kota Cirebon itu sasarannya adalah polisi.
Tanpa perlu pihak Polri bilang begini, orang awam sudah mahfum bahwa pasti sasarannya memang polisi. Bagaimana tidak begitu, kalau dia meledakkan bom tersebut di dalam kompleks polisi, dan di antara para polisi yang sedang sholat itu. Masa bisa dibikin analisa diduga sasarannya, misalnya, turis asing?
Selain itu dalam peristiwa ini juga terungkap bahwa lemahnya implementasi dari insting seorang polisi.
Seperti yang diberitakan Kompas.com, sebetulnya, sejak awal gerak-gerik pelaku bom bunuh diri itu sudah mencurigakan. Dia berpakaian serba hitam: celana hitam, kaus hitam, dan jaket hitam. Padahal udara panas, kenapa paket jaket segala? Di dalam masjid lagi.
"Ia mencari sandaran dekat pintu dan seperti menutupi sesuatu di balik jaket hitamnya," kata salah seorang saksi mata, Aiptu Sukri, di lokasi kejadian, Jumat (15/4/2011).
Saat shalat, Sukri berada satu saf dengan pelaku, yaitu di saf ketiga. Sementara Kapolres Cirebon AKBP Herukoco berada di saf paling depan.
Nah, kenapa sampai gerak-geriknya sudah sedemikian mencurigakan di tengah-tengah para polisi itu, tidak segera dilakukan suatu gerakan antisipasi, seperti dalam salah satu latihan gabungan antiteror yang dilakukan TNI-Polri di Bandara Juanda, Surabaya seperti gambar ilustrasi yang saya pakai di tulisan ini? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H