Ibu Theresia yang sedemikian mulia hatinya tidak pernah sekalipun sesumbar seperti Tjipta Lesmana ini.
Berkali-kali Tjipta Lesmana mengatakan, tidak bisa diancam dan diintervensi oleh siapapun, namun ironisnya dia sendiri mengaku bahwa keputusan yang diambil Komite Banding yang dipimpinnya itu memang tidak lazim, meskipun dibuat sebaik-baiknya, karena banyak tekanan dan ancaman yang datang selama proses keputusan tersebut diambil.
"Kami menerima tekanan, ancaman dan intimidasi dari pihak-pihak luar dengan segala bentuk. Kami tidak layani, kami jalan terus apapun terjadi, ... Kita sudah komitmen untuk lurus, tidak pro sana atau sini dan kami tidak mau didikte. Juga tidak ada money politics, tidak ada suap. Tjipta Lesmana anti suap ...,"
Tapi kemudian dia berkata lagi ...
"Kami tidak bisa bekerja dengan tenang karena intimidasi dan tekanan dari seluruh pihak. Jadinya, kami tidak punya kebebasan mengeluarkan pendapat di Komite Banding supaya kami bisa mengeluarkan keputusan yang lebih baik, ... " (Tribunnews.com, 25/02/2011).
Keputusan Komite Banding tersebut memang terasa tidak lazim, kalau tidak mau dikatakan sebagai janggal.
Pertama, Komite Banding menolak permohonan banding dari Arifin Panigoro dan Jenderal George Toisutta, tanpa menyebutkan alasannya kenapa sampai permohonan banding tersebut ditolak. Padahal berdasarkan statuta FIFA, maupun PSSI, kedua orang ini cukup memenuhi syarat sebagai calon ketua/wakil ketua umum PSSI.
Kedua, Komite Banding juga menolak keputusan Komite Pemilihan yang meloloskan Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie sebagai calon ketua/wakil ketua umum PSSI periode 2011-2015. Padahal Komite dibentuk dan bersidang hanya dalam rangka memproses permohonan banding dari Arifin dan George yang dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh Komite Pemilihan. Kenapa dalam putusan tersebut juga meluas isinya tentang menolak hasil keputusan Komite Pemilihan yang meloloskan Nurdin dan Nirwan tersebut?
Katanya, sih, memang Komite punya wewenang untuk mengoreksi seperti itu. Mengoreksi hasil keputusan dari Komite Pemilihan yang merupakan bagian dari PSSI itu sendiri. Meskipun tidak ada permohonan untuk itu.
Namun anehnya, Komite Banding yang diketuai Tjipta ini juga memutuskan mengembalikan mandat tentang proses pemilihan Ketua Umum PSSI tersebut kembali kepada PSSI, yang notabene justru merupakan sumber masalah itu sendiri.
Maka yang terjadi adalah Komisi Banding terkesan cuci tangan, tidak berani tegas mengambil keputusannya. Hanya membersihkan masalah yang sekarang, kemudian menyerahkan kembali mandat kepada PSSI, yang hampir pasti akan dengan berbagai manuver, trik rekayasa, seperti yang sudah-sudah, kembali membuat keputusan dan kebijakan yang hanya menguntungkan mereka sendiri. Kembali akan membuat seolah-olah PSSI itu adalah milik mereka pribadi.