[caption id="attachment_312752" align="alignnone" width="539" caption="Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di acara Mata Najwa, Rabu, 25 Juni 2014 (Metro TV)"][/caption]
Dalam Acara Mata Najwa dengan judul “Ahok dan Ibukota”, Metro TV, Rabu, 25 Juni 2014, ada satu pertanyaan warga via Twitter kepada Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dibacakan Najwa Shihab: “Ahok pilih mana menjadi DKI-1 atau Mendagri (Menteri Dalam Negeri)?”
Pertanyaan ini ada kaitannya dengan pernyataan Ahok beberapa waktu lalu bahwa siapa pun yang menang di antara dua calon presiden yang kini bersaing ketat: Prabowo atau Jokowi, dia (Ahok) tetap diuntungkan. Sebab jika Prabowo yang menang, dia sudah dijanjikan untuk menjadi Mendagri, sedangkan jika Jokowi yang menang dia akan menjadi Gubernur DKI secara penuh, bukan lagi pelaksana tugas. Meskipun pernyataan itu disampaikan dengan nada bercanda, hal ini cukup menarik perhatian banyak orang juga. Terbukti dengan adanya pertanyaan tersebut di atas.
Menjawab pertanyaan itu, Ahok berkata, dia memilih menjadi DKI-1. Sebab (jika Jokowi menjadi presiden), sebagai DKI-1 dia akan bisa bersinerji dengan Jokowi, karena di antara mereka sudah saling cocok. Tetapi, kalau menjadi Mendagri, ‘kan belum tentu bisa serasi dan bersinerji. Bisa malah bentrok.
Jawaban seperti ini bukan baru pertama kali disampaikan Ahok. Seingat saya paling tidak ini adalah kali ketiga Ahok menjawab pertanyaan serupa.
Salah satu yang lain adalah pertanyaan Najwa Shihab sendiri di salah satu acaranya itu, ketika itu Najwa bertanya, di Pilpres nanti Ahok pilih Jokowi atau Prabowo?
Ahok tidak langsung menjawab, tetapi dengan gaya diplomatis, dia menjelaskan, dia dengan Jokowi itu sudah bersama-sama selama satu setengah tahun. Sering bertemu, sering berdiskusi, makan bersama, dan sebagainya. “Kami berdua merasa sangat cocok, sudah seperti saudara. Kalau dengan Pak Prabowo sangat jarang ketemu, dalam beberapa bulan belum tentu ada sekali bertemu. Itu pun tidak pernah lama-lama. Tetapi, yah, saya ‘kan kader Gerindra.... ?”
Pada kesempatan lain, Jokowi juga mengatakan hal yang sama. Bahwa dia dengan Ahok selama hampir dua tahun ini sudah merasa sangat dekat dan cocok, saling mengisi.
Dari jawaban-jawaban Ahok itu jelaslah bahwa suara hatinya, nuraninya mengatakan dia lebih memilih Jokowi ketimbang Prabowo, meskipun Prabowo aadalah atasannya di Partai Gerindra. Bukan soal jabatan mana yang akan diadapat jika salah satu dari mereka menang, tetapi lebih dari ikatan bathin yang sudah sekian lama terjalin di antara kedua tokoh berbeda karakter itu. Jelas, Ahok jauh lebih mengenal Jokowi daripada Prabowo. Jokowi sudah seperti saudaranya, sedangkan dengan Prabowo masih seperti dengan orang asing. Meskipun secara politisi, Prabowo berjasa membawa Jokowi dan dia ke kursi DKI-1 dan DKI-2.
Kedekatan Jokowi-Ahok bukan hanya dirasakan oleh mereka berdua, tetapi juga dirasakan banyak orang, rakyat biasa. Itu bisa dilihat antara lain ketika berlangsung acara Mata Najwa edisi 7 Mei 2014 dengan judul “Pertaruhan Jokowi-Ahok.” Thema Mata NajwaI edisi ini berkaitan dengan Jokowi yang ketika itu belum lama telah secara resmi menjadi calon presiden dari PDIP. Yang berarti jika Jokowi jadi presiden, maka dia harus berpisah dengan Ahok, dan siapakah calon wakil presiden pasangan Jokowi.
Sebagai respon atas permintaan Najwa agar pemirsa menyampaikan pesan-pesan mereka kepada Jokowi-Ahok melalui gambar-gambar kreatif dan dikirim di Twitter @MataNajwa. Terkirimlah banyak gambar kreatif lucu yang berisi pesan-pesan kepada Jokowi-Ahok, beberapa di antaranya ditayangkan di acara itu. Inti dari pesan-pesan warga biasa kepada Jokowi-Ahok ketika itu di antaranya adalah menganggap Jokowi-Ahok adalah sepasang dwi-tunggal, tidak mengharapkan mereka berpisah, ingin mereka berdua maju bersama sebagai pasangan capres-cawapres, dan sebagainya. Pesan-pesan itu menandakan betapa rakyat mencintai kedua pasangan tersebut. Di antaranya juga ada pesan bahwa sejatinya meskipun seandainya kelak Jokowi menjadi presiden, maka dia dengan Ahok itu tidak berpisah, tetapi saling bersinerji. Bersinerji antara Pusat dengan DKI – sesuatu yang belum terwujud sampai saat ini, sehingga menjadi kendala kelancaran pembangunan di DKI.
Berikut beberapa dari pesan kepada Jokowi-Ahok berupa gambar-gambar kreatif dimaksud:
Di penghujung acara ketika Najwa menanyakan Jokowi apa pesan-pesan yang akan diasampaikan kepada Ahok sebelum meninggalkan DKI, Jokowi menjawab, tidak ada pesan apapun untuk Ahok, karena Ahok sudah tahu semua apa yang harus dilakukan, (karena dia dan Ahok sejalan dalam pemikiran bagaimana seharusnya Jakarta itu diurus).
Sedangkan Ahok ketika ditanya hal yang sama oleh Najwa, menjawab dengan bergurau, “Pesan saya, jika Pak Jokowi menjadi Presiden, jangan lupa ajak saya naik pesawat baru Kepresidenan,” disambut tawa seluruh hadirin di acara itu.
Najwa bertanya, “Ini pesan yang sama juga ke Pak Prabowo juga?”
Ahok menjawab, “Kalau yang ini, saya tidak berani..” Najwa, Jokowo, dan hadirin tertawa semua.
Apa yang saya kisahkan di atas mengenai hubungan Ahok dengan Jokowi tersebut di atas menunjukkan bahwa sesungguhnya karena adanya hubungan kebathinan yang begitu dekat antara keduanya. Ahok sudah merasakan Jokowi itu seperti saudaranya sendiri, sedangkan dengan Prabowo masih merupakan orang asing baginya, tak ada hubungan bathin di antara keduanya.
Saya percaya, secara nurani di Pilpres ini Ahok lebih memilih Jokowi daripada Prabowo, sebagai Presiden barunya. Jika tidak demikian, sudah pasti, Ahok tanpa ragu secara langsung, ataupun tidak akan menjawab tegas bahwa dia akan memilih Prabowo di Pilres ini.
Jokowi sendiri pernah mengutarakan kepada Tim Sebelas, yaitu tim yang dibentuk Megawati untuk menyaring calon presiden dan calon wakil presiden dari PDIP, bahwa yang diainginkan adalah calon wakil presiden yang muda dan berkarakter seperti Ahok. Mungkin saja, jika ketika itu memungkinkan, Jokowi tanpa ragu akan mengajak Ahok menjadi cawapres-nya.
Akhirnya, yang menjadi calon wakil presiden mendampingi Jokowi adalah Jusuf Kalla (JK).
Sebenarnya, keinginan Jokowi punya pendamping seperti Ahok itu sudah terwujud dalam diri JK. Secara usia, tentu saja JK jauh lebih tua dan senior daripada Ahok. Tetapi secara karakter, bersikap dalam mengambil keputusan ala pengusaha, yaitu tidak suka bertele-tele, melainkan harus tegas, cepat dan tepat. Minus “marah-marah” ala Ahok. Substansi dalam cara memimpin antara JK dengan Ahok pada inti adalah sama.
Nanti, pada 9 Juli 2014, di bilik suara, apakah Ahok akan menentukan pilihannya menurut suara hatinya, ataukah perintah partai Gerindranya? Hanya Ahok dan Tuhan yang tahu.
[caption id="attachment_312762" align="alignnone" width="478" caption="Jokowi dan Ahok di Mata Najwa, 7 Mei 2014, sudah seperti saudara (Metro TV)"]
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H