Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kecaman Kwik Kwan Gie kepada Jokowi/PDIP yang Membingungkan

23 Oktober 2014   15:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:01 10161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_330662" align="aligncenter" width="620" caption="Kwik Kwan Gie di acara ILC, TV One, Rabu, 22 Oktober 2014"][/caption]

Salah satu tokoh yang diminta pendapatnya oleh Karni Ilyas di acara Indonesia Lawyers Club (ILC), TV One, Selasa malam, 21 Oktober 2014, yang berjudul “Jokowi-JK Mencari Menteri yang Bersih,” adalah salah satu petinggi PDIP yang sudah sepuh dan sudah cukup lama tidak aktif lagi, Kwik Kwan Gie. Pada kesemptan itu Kwik menyampaikan kritikan-kritikannya yang sangat keras kepada kubu Jokowi (PDIP), mengenai cara Jokowi menyusun kabinetnya, yang melibatkan KPK/PPATK.

Saya sangat merasakan ada sesuatu yang kontradiksi dan janggal di balik kritik-kritik Kwik Kwan Gie itu. Pernyataan-pernyataan mantan Ketua Bappenas di era pemerintahan Presiden Megawati itu mengindikasikan bahwa sekarang antara dia dengan PDIP telah terbentang jurang yang sangat lebar. Sehingga dia tidak tahu apa-apa lagi mengenai internal PDIP.

Bagaimana mungkin Kwik Kwan Gie mengaku masih sangat cinta dan setia kepada PDIP dan Megawati, tetapi di Pilpres 2014 lalu dia malah berpihak kepada Prabowo-Hatta? Dalam beberapa kesempatan acara yang diselenggarakan tim sukses Prabowo-Hatta, Kwik menghadirinya, menyampaikan keberpihakannya kepada Prabowo-Hatta, dan mengecam kubu Jokowi-JK  dengan antara lain menuding adanya sekelompok taipan  yang mengendalikan Jokowi (seperti yang pernah ditulis di salah satu artikelnya di Harian Kompas).

Pada 9 Juli 2014, selesai pencoblosan Pilpres, yang diikuti dengan pengumuman hasil hitung cepat berbagai lembaga survei, dengan hasil Jokowi-JK keluar sebagai pemenang, malamnya, Kwik Kwan Gie mendatangi markas besar tim sukses Prabowo-Hatta, di Rumah Polonia, Jakarta. Saat itu hadir pula Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.

Ketika itu dia berpidato yang isinya bertolak belakang dengan fakta sebenarnya, persis seperti TV One dengan slogannya: “TV One Memang Beda” itu. Kwik malah mengecam dan menuduh 8 lembaga survei yang mengumumkan hasil pilpres dimenangkan oleh Jokowi-JK itu sebagai lembaga-lembaga survei abai-abai yang dibayar. Padahal, faktanya, justru 3 lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Hatta itulah yang abai-abai.

Secara tidak langsung Kwik juga mengecam kubu Jokowi-JK yang terlalu cepat mengumumkan kemenangan mereka padahal baru berdasarkan hasil hitung cepat dari semua lembaga survei yang menurutnya tidak kredibel itu. Seraya memuji Prabowo, yang katanya tetap sabar, menunggu hasil resmi dari KPU.

[caption id="attachment_330664" align="aligncenter" width="483" caption="Pada 9 Juli 2014 di Rumah Polonia, Jakarta, Kwik Kwan Gie menyatakan dukungannya kepada Prabowo-Hatta, dan mengecam kubu Jokowi-JK yang dianggapnya terlalu cepat merayakan kemenangan mereka. Kwik juga menuding 8 lembaga survei yang memenangkan Jokowi-JK itu sebagai lembaga survei yang dibayar."]

1414027507559298501
1414027507559298501
[/caption]

Apa yang terjadi kemudian, kita semua sudah mengetahuinya. Malam itu juga Prabowo-Hatta juga mengumumkan “kemenangannya” mereka berdasarkan hasil hitung cepat versi 3 lembaga survei abai-abai itu, bahkan pakai adegan sujud syukur segala. Setelah itu Prabowo justru menuding KPU melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif, dan menggugatnya ke Mahmakah Konstitusi.

Kembali ke pokok pembicaraan mengenai kecaman-kecaman Kwik Kwan Gie kepada Jokowi di acara ILC tersebut di atas.

Dari apa yang dinyatakan oleh Kwik di dalam kecaman-kecamannya itu tercermin bahwa saat ini antara dia dengan PDIP terdapat gap yang sangat lebar, sampai-sampai dia sama sekali tidak tahu apa-apa lagi mengenai internal PDIP.

Sistem perekrutan para calon menteri yang dilakukan Jokowi menang adalah cara yang lain daripada yang biasanya dilakukan oleh presiden-presiden sebelumnya sejak era reformasi (antaralain kompromi dan bagi-bagi kekuasaan dengan parpol-parpol pendukung).

Sejak semula Jokowi sudah berkomitmen untuk membentuk pemerintahan yang benar-benar bersih, bukan sekadar slogan. Oleh karena itu sejak Pilpres, dia sudah menetapkan prinsip dan syarat bagi parpol atau pihak mana saja yang hendak berkoalisi atau bergabung dengan PDIP untuk mendukungnya sebagai calon presiden harus tidak berdasarkan syarat janji bagi-bagi kekuasaan. Tetapi terlebih dulu bertolak dari komitmen bersama untuk membangun bangsa dan negara.

Dengan dasar itu, setelah kemenangan diraih, Jokowi bebas untuk melaksanakan hak prerogatifnya sebagai presiden untuk memilih para menterinya. Dalam melaksanakan hak prerogatifnya itu Jokowi melakukan dengan cara yang tidak pernah dilakukan oleh presiden mana pun sebelumnya. Yaitu, selain tentu saja menerima masukkan dari PDIP dan parpol-parpol yang bergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat, juga melibatkan publik, mulai dari rakyat biasa, LSM, maupun pengusaha.

Itulah sebabnya semula ada ribuan nama yang mencalonkan atau dicalonkan sebagai menterinya Jokowi yang diterima tim transisi. Dari ribuan itu tim transisi melakukan seleksi untuk mendapat ratusan nama, kemudian menyusut sampai puluhan nama. Dari puluhan nama inilah yang disodorkan kepada Jokowi, mana yang akan dipilih, dan mana yang dicoret. Dari sinilah didapat 43 nama calon menteri.

Untuk mencegah jangan sampai salah memilih menteri yang ternyata kemudian bermasalah dengan korupsi, Jokowi pun berinisiatif untuk melibatkan KPK dengan bantuan PPATK untuk memeriksa 43 nama calon-calon menterinya itu apakah rekam jejak mereka benar-benar bersih dari korupsi.

Jokowi tentu tidak mau bernasib seperti SBY, yang dalam sejarah Republik ini, menjadi presiden yang paling banyak punya menteri korupsi dan dipenjara KPK.

Terbukti, lewat penelusuran KPK dengan bantuan PPATK itu, terdapat beberapa nama yang diberi tanda kode merah dan kuning oleh KPK. Merah, artinya mereka sangat kuat berpotensi menjadi tersangka kasus korupsi. Kuning, artinya, bermasalah, punya indikasi dan potensi terkena kasus korupsi. Rupanya di antara calon-calon menteri KPK itu terdapat beberapa nama yang diam-diam sudah lama menjadi incaran KPK untuk ditangkap. Ternyata diam-diam KPK telah memasukkan nama-nama itu di daftar antrian para tersangkanya. Dikarenakan faktor-faktor tertentu, di antaranya tenaga penyidikan yang terbatas, maka mereka belum ditetapkan sebagai tersangka atau ditangkap KPK.

KPK pun merekomendasikan kepada Jokowi agar mencoret nama-nama tersebut dari daftar calon menteri, daripada tetap dipilih, tetapi beberapa bulan kemudian menjadi tersangka KPK. Ketua KPK Abraham Samad bilang, jika calon-calon bermasalah tersebut tetap dipaksakan diangkat menjadi menteri, maka dapat dipastikan pemerintahan Jokowi juga akan rusak. “Itu artinya pemerintahan bersih yang mau dibangun Jokowi-JK hanya lip serivice.” (Harian Kompas, Rabu, 22/10/2014).

Bayangkan saja, jika Jokowi tidak melibatkan KPK, tetapi langsung memilih menteri-menterinya dari 43 calon tersebut, pasti di antaranya terdapat nama-nama yang direkomendasikan KPK untuk dicoret itu. Beberapa bulan kemudian, nama mereka diumumkan KPK sebagai tersangka korupsi, ditahan, dan masuk penjara.

Jadi, bukankah sudah benar cara Jokowi dalam menyusun dan melaksanakan sistem perekrutan para menterinya yang akan duduk di Kabinet Indonesia Hebat itu?

Pelibatan KPK dalam perekrutan para menterinya itu sama sekali tidak mengurangi hak prerogatif Presiden Jokowi. Sebaliknya, justru dengan melibatkan KPK itu, Jokowi bisa melaksanakan hak prerogatifnya secara lebih sempurna. Penentuan akhirnya siapa yang akan menjadi menterinya tetap di tangan Jokowi dengan memperhatikan rekomendasi dari KPK tersebut.

Namun, demikian tetap saja ada orang yang memandang rendah sistem dan cara pemilihan para menteri yang dilakukan oleh Jokowi yang memang lain daripada yang lain itu. Mungkin karena merasa dirinya jauh lebih pintar dan berpengalaman daripada Jokowi, karena sudah puluhan tahun bergelut di dunia politik dan pemerintahan, sudah sepuh, punya teori-teori politik dan pemerintahan yang dianggap paling bagus, yang seharusnya dilakukan Jokowi.

Ketika Jokowi melakukan hal-hal yang jauh melenceng dari teori-teorinya, yang bertolak belakang dari cara pandangnya yang dianggap hebat itu, langsung dia seolah-olah menganggap Jokowi seperti seorang bodoh yang kebetulan saja bernasib baik terpilih sebagai Presiden. Salah satu dari orang-orang seperti ini adalah orang yang saya sebutkan di awal tulisan ini, yaitu Kwik Kwan Gie.

Berikut ini adalah beberapa pernyataan kritikan pedas Kwik Kwan Gie kepada kubu Jokowi, di acara ILC, TV One itu, diikuti dengan komentar dari saya.

Kwik Kwan Gie: Jangankan presiden, direktur sebuah perusahaan saja, jika ingin memberi kepercayaan kepada seseorang untuk menjalankan jabatannya, harus mencari informasi mengenai orang tersebut. Tetapi itu harus dilakukan dengan sangat, sangat rahasia. Tetapi kenapa oleh Jokowi informasi tersebut malah diumbar secara sedemikian rupa?

Komentar saya: Saya heran, apa sebenarnya yang dimaksud Kwik dengan Jokowi telah mengumbar informasi rahasia para calon menterinya? Rahasia apa dari para calon menteri itu yang telah diumbar Jokowi? Jokowi tidak mengumumkan ke publik  nama siapa-siapa saja calon menterinya itu yang dimasukkan ke KPK untuk ditelusuri rekam jejaknya itu.

KPK juga tidak mengumumkan nama-nama tersebut, termasuk KPK tidak menngumumkan siapa saja dari para calon menteri itu yang diberi tanda merah itu.

Merekrut direktur di perusahaan tentu berbeda dengan merekrut menteri. Salah pilih direktur, itu risiko dan dirasakan oleh perusahaanitu sendiri. Tetapi, salah merekrut menteri, risikonya pada kinerja pemerintahan yang berdampak pada rakyat banyak pula. Oleh karena itu bukan hanya presiden dan wakil presidennya saja yang harus tahu rekam jejak calon menterinya, tetapi juga publik.

Memasukkan nama-nama itu ke KPK sama sekali tidak sama dengan mengumbar rahasia. Apanya yang mau dirahasiakan dari KPK? Rahasia korupsinya?

Kwik Kwan Gie: Mengenai zaken kabinet. Menurut Kwik, Jokowi pernah mengatakan, tidak ada pertimbangan partai, harus profesional. Tidak takut partai, “Saya akan bertanggung jawab langsung kepada rakyat,” Kwik mengutip yang menurutnya apa yang pernah diucapkan Jokowi.

Lalu, kata Kwik, sifatnya itu bersikap memusihi partai politik. “Aneh,” kata Kwik, “Partai politik itu infrastruktur politik, organisasi politik yang diciptakan khusus sebagai wadah untuk orang yang tertarik menyelenggarakan negara, dimusuhin oleh orang yang menjadikannya Presiden. “Jadi, saya bingung sekali, sebagai kader, karena saya tidak terlibat sama sekali dalam tim transisi, dan lain-lain.”

“Lalu, belum apa-apa sudah mengatakan 16 dari 34 itu untuk partai politik tanpa mengetahui siapa orangnya. Seandainya semua partai politik menyampaikan nama, tidak sampai 16, bagaimana? Jadi, ini, yang sangat, sangat membingungkan saya.”

Komentar saya: Seingat saya Jokowi tidak pernah mengatakan tidak ada pertimbangan partai politik, (dalam menyusun kabinetnya). Saya juga tidak pernah mendengar Jokowi mengatakan dia tidak takut partai karena dikesampingkan dalam menyusun kabinetnya itu. Yang saya pernah dengar adalah Jokowi mengatakan dia tidak takut seandainya partai-partai politik yang bergabung di KMP  itu berniat melengserkannya lewat kekuatan mayoritas mereka di parlemen, karena dia yakin dengan program-program pro rakyatnya, rakyat pasti selalu mendukungnya.

Bukankah di tim transisi juga terdapat wakil dari partai politik, yaitu Hasto Kristiyanto dari PDIP, dan Akbar Faisal dari Partai Nasdem?

Ketika Jokowi mengumumkan akan ada sekitar 16 posisi menteri yang berasal dari partai politik, bukankah itu juga sebagai tanda dalam menyusun kabinetnya itu, Jokowi juga melibatkan partai-partai politik yang bergabung di KIH? Tidak mungkin akan ada 16 menteri dari partai politik itu tanpa melibatkan partainya.

Yang pernah dikatakan Jokowi dalam menyusun kabinetnya itu adalah tidak dilakukan semata-mata berdasarkan sistem bagi-bagi kekuasaan, atau mengemukakan politik balas budi ketimbang berdasarkan kemampuan dan integritas calon, dan lain sebagainya. Tetapi, harus berdasarkan profesionalitas, kemampuan, integritas, jujur dan bersih korupsi. Yang kualitasnya setaraf dengan CEO perusahaan-perusahaan raksasa. Itu bisa berasal dari swasta, maupun dari kader politik.

Jadi, Jokowi sama sekali tidak anti partai politik, apalagi menganggap partai politik itu sebagai musuhnya. Tudingan  Kwik bahwa Jokowi menganggap partai politik sebagai musuh, itu hanya karangan atau tafsiran Kwik yang sangat keliru.  Jika kader partai politik memenuhi syarat dan kriteria yang telah ditetapkan Jokowi, dia pasti berpotensi besar dipilih Jokowi sebagai salah satu menterinya.

Mengenai pernyataan Jokowi, dia hanya bertanggung jawab kepada rakyat, bukan kepada partai politik. Apakah itu salah?

Kwik Kwan Gie rupanya termasuk politisi peninggalan zaman dahulu kala, yang masih punya pola pikir kader partai politik harus tetap mengabdi kepada partainya, sekalipun sudah menjadi pejabat publik, termasuk presiden.

Partai politik memang adalah prasarana politik kadernya dalam mengabdi kepada bangsa dan negara. Ingat, mengabdi kepada bangsa dan begara. Bukan mengabdi kepada partainya. Sekalipun benar partainya itu sudah berjasa membawanya ke kursi kekuasaan.  Partai politik yang benar pasti tidak mengharapkan balas budi berupa kadernya itu jika sudah jadi presiden, misalnya, harus lebih mementingkan kepentingan partainya daripada kepentingan bangsa dan negara. Partai politik yang baik, tentu akan bangga dan tidak turut campur lagi ketika kadernya itu telah menjalankan kekuasaan pemerintahannya, selama semua itu betul-betul dijalankan dengan baik dan demi semata-mata kepentingan rakyat banyak.

My loyalty to my party ends where my loyalty to the country begins,” kesetiaanku kepada partai berakhir ketika kesetiaanku kepada negara dimulai, itulah sebuah prinsip yang paling terkenal sedunia yang pernah diucapkan oleh Manuel Luis Quezon Molina, Presiden Persemakmuran Philipina (1935-1944), yang menjadi pegangan bagi semua pimpinan di dunia yang berjiwa negarawan, termasuk Jokowi. Tetapi, di mata Kwik Kwan Gie, itu adalah suatu kesalahan.

“Lalu, belum apa-apa sudah mengatakan 16 dari 34 itu untuk partai politik tanpa mengetahui siapa orangnya. Seandainya semua partai politik menyampaikan nama, tidak sampai 16, bagaimana? Jadi, ini, yang sangat, sangat membingungkan saya.” kritik Kwik kepada Jokowi, seolah-olah Jokowi hanya seorang Presiden yang sangat naif.

Dari mana Kwik Kwan Gie tahu kalau Jokowi ketika mengumumkan 16 dari 34 calon menterinya itu untuk partai politik dengan tanpa mengetahui siapa orangnya terlebih dulu? Jokowi pasti sudah terlebih dulu menentukan siapa-siapa saja kader politik dan dari partai politik mana saja yang dicalonkan sebagai menterinya. Untuk itu dia juga pasti sudah menghubungi kader-kader tersebut dan berbicara dengan partai-partai politiknya, sebelum mengutarakan hal tersebut.

Kwin Kwan Gie: Prinsip paling mendasar dari organisasi juga dilanggar (Jokowi). Yaitu, organisasi itu ada dua. Kebiasaan umum yang salah adalah strategi mengikuti struktur. Bukan sebaliknya. Ini struktur ditentukan dulu, apa 18, apa 34, apakah 16 dari partai, barulah strateginya.

Komentar saya: Sekali lagi, dari mana Kwik Kwan Gie tahu bahwa dalam menyusun kabinetnya bersama tim transisinya itu Jokowi melakukan dengan cara terbalik seperti yang diutarakan Kwik Kwan Gie itu, yaitu menentukan dulu strukturnya (jumlah menterinya) baru kemudian menyusun apa yang hendak dicapai pemerintahannya (strateginya)?

Bukankah sedari awal secara garis besar Jokowi sudah menyatakan mengenai strategi apakah yang hendak dicapai oleh pemerintahannya, yaitu di antaranya adalah dengan memajukan dan memaksimalkan potensi maritim Indonesia dengan memanfaatkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia itu.

“ ... presiden harus diwawancarai habis-habisan, anda ini ingin mencapai apa, anda ini ingin mengubah apa. Kongkrit detail, anda ini maunya apa. Setelah itu para ahli organisasi membawa data itu baru mengajukan usulan, strukturnya. Ini sama sekali tidak ada.” Kata Kwik Kwan Gie seolah-olah Jokowi dan tim transisinya itu terdiri dari sekelompok orang-orang linglung dan bingung harus berbuat apa.

Dari mana dia tahu bahwa hal tersebut sama sekali tidak ada, atau sama sekali tidak dilakukan oleh Jokowi bersama tim transisinya? Bukankah Kwik sendiri mengaku dia sama sekali tidak terlibat, tidak tahu-menahu apa saja yang dilakukan oleh tim transisi dan Jokowi dalam menyusun kabinetnya itu?

Saya yakin substansi dari yang diutarakan Kwik Kwan Gie itu pasti sudah dijalankan Jokowi dan tim transisinya itu, meskipun tidak harus persis seperti yang dikatakan Kwik.

Kwik Kwan Gie: “Saya betul-betul sangat prihatin adanya kabar-kabar yang mengatakan Pak Jokowi itu dikendalikan oleh 9 taipan, orang-orang kaya yang mengendalikan. Dan, kabar ini menyebar sangat luas. Cuma, tidak ada yang berani mengatakan. Biarlah saya yang mengatakan, bukan karena apa-apa, tetapi karena kecintaan saya. Tolong dibantah sekeras-kerasnya dengan fakta-fakta yang nyata bahwa hal itu tidak betul. Karena kabar ini sangat meluas. Lalu, kemudian, apa peran Sofjan Wanandi. Memang dia Ketua Umum Apindo, mengapa harus muncul di mana-mana? Itulah yang memperkuat bahwa para taipan ini mempunyai pengaruh besar, sehingga demikian orang mulai was-was, akan jadi apa kabinet ini, apa betul yang dijanjikan akan jujur, memberantas korupsi, dan lain-lain.

Komentar saya: Tentang isu atau lebih tepatnya fitnah mengenai 9 taipan mengendalikan Jokowi itu sudah lama beredar di dunia maya, yang paling menghebohkan itu  di tabloid “Obor Rakyat.”

Rupanya, Kwik Kwan Gie  tidak mengikuti perkembangan di dunia maya, dan lupa tentang “Obor Rakyat”, sehingga dia mengira selama ini tidak ada yang berani mengungkap berita (fitnah)  tersebut, dan dialah orang pertama yang melakukannya.

Jadi, Kwik salah ketika mengatakan, “ ... Cuma, tidak ada yang berani mengatakan. Biarlah saya yang mengatakan...” . Jauh sebelum dia mengatakan hal ini di acara ILC itu, sudah sejak Jokowi nyapres bahkan sejak Jokowi menjadi calon gubernur DKI jakarta (2012) kabar fitnah itu sudah pernah tersebar luas di dunia maya, dan mencapai puncaknya ketika Jokowi nyapres (2014). Tablod “Obor Rakyat” bahkan jauh lebih berani daripada Kwik dalam menyebarkan fitnah itu.

Kwik Kwan Gie menuntut jika informasi itu salah, maka pihak Jokowi, KIH termasuk PDIP di dalamnya harus membantah sekeras-kerasnya dengan fakta-fakta yang nyata bahwa hal itu tidak betul.

Untuk apa kubu Jokowi capek-capek membuang waktu dan enerji di tengah kesibukan luar biasanya sekarang dalam mempersiapkan pemerintahan yang baru, harus meladeni fitnah-fitnah tersebut? Kenapa Kwik menuntut harus kubu Jokowi yang membuktikan hal itu tidak benar, bukannya menuntut pihak yang menyebarkan berita itu yang membuktikan kebenaran tudingan mereka itu?

Tentang adanya dukungan para taipan, termasuk Sofjan Wanandi, terhadap Jokowi, apakah itu salah? Semua WNI berhak mendukung presidennya sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing berdasarkan hukum yang berlaku. Para taipan itu bisa mendukung Jokowi dalam berbagai pembangunan yang mampu mereka lakukan berdasarkan program-program yang ditetapkan Jokowi, seperti pembangunan infrastruktur, pengadaan kapal-kapal untuk menunjang pembangunan tol laut ala Jokowi, pembangunan perumahan untuk kaum miskin, pembangunan-pembangunan infra struktur, perumahan, dan pendidikan di daerah-daerah tertinggal. dan sebagainya. Kalau dalam interaksi mereka dengan Jokowi terdapat suatu kejahatan, bukankah ada pihak yang berwenang yang siap menanganinya, termasuk KPK? Masyarakat luas pun bisa berperan di dalamnya, dengan melaporkan apa yang diketahuinya, yang dianggapnya suatu kejahatan itu.

“... sehingga demikian orang mulai was-was, akan jadi apa kabinet ini, apa betul yang dijanjikan akan jujur, memberantas korupsi, dan lain-lain,” kata Kwik Kwan Gie khawatir.

Jawabannya, justru itulah di sinilah aspek sangat pentingnya Jokowi melibatkan KPK dan PPATK dalam menyusun kabinetnya itu. Kenapa harus protes? Kwik ingin kabinet Jokowi itu harus bersih dari korupsi, tetapi tidak setuju jika Jokowi melibatkan KPK dan PPATK untuk menelusuri rekam jejak para calon menterinya itu. Tidak mungkin Jokowi-JK bisa menelusuri rekam jejak para calon menterinya itu bebas korupsi atau tidak, tanpa bantuan KPK.

Inilah yang justru membikin saya merasa aneh sekali, dan sangat bingung melebihi rasa aneh dan binggungnya Kwik.

Kwik Kwan Gie menutup kritik-kritiknya itu dengan mengatakan, “Jangan salah paham kalau saya mengatakan ini adalah atas kecintaan saya terhadap PDIP, partai saya yang pernah berjuang mati-matian. Kalau pun Pak Jokowi dianggap orang kos-kosan, bukan kader yang sejak awal sudah berjuang mati-matian, akan tetapi kaitan antara Pak Jokowi dengan PDIP adalah sangat erat. Sehingga demikian, saya berkepentingan untuk memberitahu sejujur-jujurnya, mumpung belum terlambat.”

Komentar saya: Setahu tidak pernah ada orang yang menganggap Jokowi orang kos-kosan, karena bukan kader yang sejak awal sudah berjuang mati-matian seperti Kwik Kwan Gie. Saya justru baru pertama kali mendengarnya dari Kwik Kwan Gie yang mengatakan demikian.

Justru tanpa mempertimbangkan status Jokowi yang menurut Kwik kos-kosan dan masih “hijau” di PDIP itu, Megawati sebagai Ketua Umum PDIP-lah yang mendorong dan mendukung Jokowi untuk pertama kali maju sebagai calon walikota Solo di Pilkada Solo 2005, dan menang. Demikian juga di Pilkada Solo 2010 (petahana),  Pilkada DKI Jakarta 2012, dan yang paling tinggi di Pilpres 2014.

Justru sekarang kita tahu, ada orang yang mengatakan dia sudah berjuang puluhan tahun mati-matian dengan PDI(P), sangat cinta dan hormati Megawati, tetapi ketika Pilpres 2014, justru berseberangan dengan PDIP  dalam mendukung pasangan calon presidennya. Bukan mendukung calon presiden pilihan PDIP, tetapi mendukung lawannya, memujinya setinggi langit. Sebaliknya, sempat mengecam kubu Jokowi-JK plus Koalisi Indonesia Hebat-nya ketika dianggap terlalu cepat merayakan kemenangan mereka tempo hari.

Jika sampai sekarang Kwik Kwan Gie masih mempunyai hubungan yang baik dengan PDIP, termasuk Megawati, kenapa hal-hal ini tidak diasampaikan langsung ke PDIP, ke Megawati langsung, tetapi justru mengumbarkannya ke publik?

Sepanjang kritikan-kritikannya itu, tercermin jelas kini Kwik Kwan Gie tidak lagi punya akses ke internal PDIP, -- entah mengapa. Itu terbukti dari pengakuannya sendiri, yang menyatakan tidak terlibat dalam agenda apa pun bersama PDIP, termasuk penyusunan tim transisi Jokowi, bahkan tidak tahu menahu dengan semua kegiatan/agenda PDIP sekarang. Sehingga membuatnya merasa aneh dan bingung. Padahal justru kita yang merasa aneh dan bingung, kenapa Kwik kini seperti itu? ***


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun