Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demi Kekuasaan, Aburizal Mengundang Prabowo Intervensi Golkar?

27 November 2014   23:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:40 2170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_338208" align="aligncenter" width="600" caption="Aburizal Bakrie dan Prabowo Subianto, April 2014 (Antaranews.com)"][/caption]

Di Partai Golkar, ada sepasang selebritis yang menjadi politikus yang setiap kali membuat pernyataan politiknya membuat saya merasa mau muntah. Yang pertama selibritis bernama Tantowi Yahya, dan yang kedua selibritis bernama Nurul Arifin. Yang disebut terakhir ini, baru-baru ini sempat membuat mau muntah banyak orang, terutama pengguna sosial media (Twitter), ketika merespon dengan sinis menteri-menteri Presiden Jokowi yang giat melakukan blusukan.

Ketika itu Nurul Arifin mengatakan mau muntah melihat mentri-menteri Jokowi yang giat melakukan blusukan tersebut, yang segera mendapat serangan balik dari para pengguna sosial media, terutama pengguna Twitter, yang ramai-ramai mem-bully artis yang menjadi politikus ini. Mereka ramai-ramai justru yang mau muntah dengan pernyataan Nurul yang konyol itu. Menteri-menteri mau kerja secara nyata turun langsung ke lapangan justru direspon sinis seperti itu. Siapa yang tidak mual melihat kelakuan super subyektif yang hanya berlandaskan antipati politikus seperti ini?

Tuduhan Tanpa Dasar Nurul kepada Menko Polhukam

Sekarang, kembali Nurul Arifin membuat pernyataan politik yang kualitas kekonyolannya lebih buruk lagi, yaitu responnya atas pernyataan Menko Polhukam Tedjo Edhi Purdijatno, yang meminta kepada pihak Polda Bali untuk tidak memberi izin penyelenggaran Munas IX  Golkar (versi Aburizal Bakrie) yang rencananya akan diselenggarakan di Bali,  pada 30 November – 4 Desember 2014.

Juru Bicara DPP Partai Golkar itu mengatakan dengan meminta Polda Bali tidak mengizinkan penyelenggaraan Munas Golkar di Bali itu, maka sama dengan Menko Polhukam itu telah melakukan intervensi yang terlalu jauh terhadap Golkar. Tedjo juga dituduh telah memanas-manasi suasana yang sudah panas itu, dan melepaskan tanggung jawabnya terhadap keamanan di Bali terkait rencana penyelenggaraan Munas tersebut.

"Bukannya mendinginkan situasi malah kesannya mengompori suasana," kata Nurul, Rabu (26/11/2014).

Nurul menegaskan, Menko Polhukam seharusnya menjamin keamanan warga negara di seluruh wilayah Indonesia. Akan tetapi, dengan pernyataan-pernyataan yang dilontarkan, menurut Nurul, justru membuat suasana menjadi tidak kondusif.

"Kesannya mau menakut-nakuti dan mau lepas tangan jika situasi tidak terkendali. Intervensinya terlalu jauh," ujarnya.

Menurut Nurul, pernyataan Menko Polhukam juga menunjukkan bahwa ia melempar tanggung jawabnya kepada Partai Golkar. Padahal, jaminan atas rasa aman merupakan hak semua warga negara Indonesia dan tertuang jelas dalam konstitusi.

"Menyakitkan mendengar seorang menteri bicara seperti itu," kata Nurul (Kompas.com).

Padahal jika Munas Golkar itu tetap dipaksakan diselenggarakan di Bali, suasana yang saat ini masih panas membara di antara kedua kubu yang saling berlawanan di tubuh Golkar itu, justru berpotensi besar berkobar lebih membesar lagi. Justru jika Munas tetap diselenggarakan dalam suasana demikian sama dengan mengompori pihak anti-Aburizal Bakrie untuk melakukan perlawanan yang lebih hebat lagi daripada yang sudah terjadi di Jakarta pada Selasa, 25 November kemarin itu. Ketika itu, di depan kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Nelly, Slipi, Jakarta, kelompok anggota Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dari kedua kubu saling menyerang dan adu fisik, termasuk dengan menggunakan senjata tajam, sampai beberapa di antara mereka berdarah-darah terkena bacokan.

Logika darimana yang diambil oleh Nurul, yang mengatakan langkah Menko Polhukam Tedjo Edhi Purdijatno yang meminta Polda Bali tidak mengizinkan Munas itu diadakan di sana sama saja dengan membuat suasana semakin panas, dan malah mengompori suasana? Logika yang diambil dari lumpur Lapindo kah?

Kalau aparat keamanan mengantisipasi terjadinya bentrokan dan kerusuhan – apalagi itu sudah terjadi sebelumnya, dengan melakukan langkah-langkah preventif berupa tidak memberi izin itu, kok disamakan dengan mau menakut-nakuti, dan lepas tangan? Menakut-nakuti apanya? Golkar kubu Aburizal saja, termasuk anda (Nurul Arifin) yang sebenarnya sedang ketakutan kehilangan kekuasaan di Golkar.

Menko Polhukam mau lepas tangan, melempar tanggung jawab kepada Golkar? Apakah logika Nurul itu begini: Meskipun polisi sudah tahu potensi terjadinya bentrokan fisik yang bisa mengarah kepada kerusuhan yang lebih buruk itu besar sekali, maka polisi itu tetap harus mengizinkan Munas itu diselenggarakan, kalau toh bentrokan dan kerusuhan itu betul-betul terjadi seperti yang dikhawatirkan, ‘kan polisi harus menurunkan pasukannya untuk mengatasi bentokan/kerusuhan itu. Sekali lagi, ini logikanya berasal dari mana? Lumpur Lapindo, atau dari orang yang sedang panik karena terancam kehilangan kekuasaannya?

Sungguh menyakitkan mendengar seorang anggota DPR bicara seperti ini.

Demi Aburizal, Keamanan Bali Mau Dikorbankan?

“Jaminan atas rasa aman merupakan hak semua warga negara Indonesia dan tertuang jelas dalam konstitusi,” kata Nurul Arifin. Itu sungguh betul, maka itu demi menjamin hak keamanan dan kepentingan umum di Bali itu, polisi memang harus melakukan langkah-langkah preventif tersebut. Ini soal demi keamanan Bali sebagai pusat pariwisata dunia milik Indonesia, demi nama baik Indonesia. Bukan demi mengamankan kepentingan politik seorang Aburizal Bakrie dan kroni-kroninya! Golkar jelas juga bukan milik pribadi Aburizal Bakrie. Seperti kata Yoris Raweray di Metro TV, “Emangnya Golkar itu dia yang punya?”

Justru Menko Polhukam melaksanakan tanggung jawabnya itu ketika dia meminta kepada polisi Bali agar izin Munas Golkar itu tidak dikeluarkan dengan jadwal demikian. Karena dia merasa bertanggung jawab terhadap keamanan kepentingan umum di Bali, maka sebaiknya memang Munas itu tidak diselenggarakan dulu di sana.

[caption id="attachment_338222" align="aligncenter" width="624" caption="Dua kelompok pemuda yang mengatasnamakan Angkatan Muda Partai Golkar bentrok di lapangan parkir kantor DPP partai Golkar, Slipi, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2014) sore ( Kompascom/INDRA AKUNTONO ) - Bayangkan jika kerusuhan seperti ini atau yang lebih besar lagi terjadi di Bali, ketika mendekati musim liburan besar akhir tahun 2014. Bisa terjadi pembatalan besar-besaran kunjungan wisatawan asing, maupun lokal ke Bali,"]

1417086433391286507
1417086433391286507
[/caption]

Alasan Menko Polhukam Tedjo meminta Polda Bali tidak mengeluarkan izin Munas Golkar itu pun sangat jelas  dan tepat, yaitu, pemerintah tidak mau mengambil risiko, jika Munas Golkar itu diselenggarakan di Bali, kemudian terjadi lagi bentrokan fisik yang berpotensi menjadi kerusuhan yang lebih besar lagi. Seperti yang sudah terjadi di Jakarta itu.

Padahal Bali adalah pusat pariwisata domestik, maupun internasional terbesar di Indonesia, dan waktu penyelenggaraan Munas Golkar yang direncanakan itu sangat dekat dengan waktu musim liburan besar akhir tahun tiba. Bagaimana jika Munas diselenggarakan, kemudian pecah bentrokan seperti di Jakarta, atau yang jauh lebih besar? Tentu risiko itu akan sangat besar dipikul Indonesia, karena dunia pariwisata Bali bisa kembali hancur setelah bangkit kembali dengan susah payah pasca bom Bali 1 dan 2.

Menko Polhukam Tedjo itu sudah menjelaskan alasannya meminta Polda Bali tidak mengeluarkan izin Munas Golkar pada jadwal tersebut, yaitu seperti tersebut di atas. Tedjo mengatakan, pemerintah lebih memilih untuk menjaga nama baik Indonesia, mengingat Bali merupakan tujuan pariwisata utama bagi turis asing, maupun lokal. Kisruh di Partai Golkar, menurut Tedjo, dikhawatirkan akan berdampak terhadap pariwisata di Bali.

"Lebih penting mana, Golkar yang diputuskan sepihak untuk pilih Ical dengan kepentingan lebih besar? Rusak nama indonesia, pariwisata hancur, mana yang lebih (besar)? Apa lebih memilih Ical? Nah kan, berani memilih mana yang lebih penting untuk kepentingan bangsa dan negara," kata Tedjo Selasa (25/11/2014) malam.

Pertimbangan itu, menurut Tedjo, setelah melihat bentrokan yang terjadi di DPP Partai Golkar itu. "Yang pro dan kontra itu bentrok sampai ada yang luka-luka. Saya sarankan Polri supaya tidak berikan izin di Bali tanggal 30," ujarnya (Kompas.com).

Pernyataan Tedjo itu spesifik pada jadwal penyelenggaran Munas Golkar yang sangat dekat dengan musim liburan akhir tahun di Bali itu, bukan berlaku secara umum. Tedjo tidak bilang, polisi jangan mengeluarkan izin Munas Golkar kapan saja, dan di mana saja. Golkar bebas melakukan Munas-nya di mana saja, dan kapan saja, tetapi harus juga lebih mementingkan kepentingan bangsa dan negara.

[caption id="attachment_338221" align="aligncenter" width="620" caption="Dua kelompok anggota Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) saling serang dan adu fisik di DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Nelly, Slipi, Jakarta, 25 November 2014. TEMPO/Imam Sukamto. - Bayangkan jika kerusuhan seperti ini atau yang lebih besar lagi terjadi di Bali, ketika mendekati musim liburan besar akhir tahun 2014. Bisa terjadi pembatalan besar-besaran kunjungan wisatawan asing, maupun lokal ke Bali,"]

14170863831895684002
14170863831895684002
[/caption]

Kalau di Bali, dan waktunya begitu dekat dengan musim liburan akhir tahun, apakah bijak Munas Golkar itu tetap dipaksakan harus diselenggarakan di sana dengan jadwal itu, padahal kedua kubu yang saling bermusuhan di Golkar itu baru saja terlibat bentrokan berdarah di Jakarta, dan besar kemungkinan masih saling menyimpan dendamnya, sehingga peristiwa serupa sangat besar terjadi lagi, bahkan lebih buruk lagi.

Apa berani Aburizal menjamin kepada Menko Polhukam bahwa Munas Golkar yang akan dilaksanakan di Bali itu pasti aman dan lancar, dan jika terjadi bentrokan fisik dan kerusuhan, maka dia bersedia bertanggung jawab, sekaligus dipenjara?

Jadi, di mana logikanya sampai muncul kesimpulan Menko Polhukam Tedjo Edhi Purdijatno yang meminta Polda Bali tidak mengizinkan Munas itu diadakan di sana sama saja dengan itu sudah mengintervensi Golkar? Apalagi ditambah embel-embel: “Terlalu jauh melakukan mengintervensi”, “menakut-nakuti”,  “membuat suasana semakin panas,” “lempar tanggung jawab”, dan seterusnya itu? Apanya yang diintervensi? Kalau Tedjo mengeluarkan pernyataan, mendukung salah satu calon ketua umum Golkar, itu baru bisa dikatakan Tedjo telah mengintervensi Golkar. Seperti yang dilakukan oleh Fadli Zon dari Gerindra.

Fadli Zon Ikut-ikutan

Masih wajar kalau politisi Golkar yang menuduh Menko Polhukam Tedjo telah mengintervensi partainya, lepas dari bisa diterima atau tidak tuduhan itu, karena memang menyangkut partainya sendiri, tetapi kalau politikus partai lain yang juga ikut-ikutan melakukan tuduhan itu?

Itulah yang dilakukan oleh politisi yang juga Wakil Ketua DPR dari Partai Gerindra, Fadli Zon.

Dengan sinis Fadli Zon menuduh Menko Polhukam Tedjo Edhi Purdijatno itu telah mengintervensi Golkar dengan tidak mengizinkan Munas Golkar diselenggarakan di Bali itu.  Menurutnya, masih banyak masalah lain yang harus segera dituntaskan oleh Menko Polhukam seperti bentrok TNI-Polri di Kepulauan Riau.

"Ini intervensi dan sangat jelas misi politik kepada Golkar. Mengurus bentrok TNI-Polri saja saja tidak becus, malah mau mengurus soal tempat dan waktu Munas Golar. Apa urusannya?," ujar Fadli Zon di gedung parlemen Senayan Jakarta, Rabu (26/11).

Menurutnya, pernyataan Menko Polhukam yang menyebutkan agar Polri tidak memberi izin atas Munas Golkar dinilai terlalu berlebihan. Bahkan, pernyataan itu dinilai sangat murahan.

"Mungkin Pak Jokowi perlu mengevalusi kinerja Tedjo itu karena menterinya itu amatiran sekali. Tindakan (Tedjo) itu membahayakan kepentingan nasional," katanya (Beritasatu.com).

Padahal, dia sendiri malah mengeluarkan pernyataan yang bisa dikategorikan sebagai pernyataann yang mengintervensi kemelut yang sedang terjadi di Partai berlambang pohon beringin ini. Ketika kedua kubu di internal Golkar sedang saling berseteru untuk memperebutkan kursi Ketua Umum Golkar yang baru, Fadli malah mengeluarkan pernyataannya mengatasnamakan KMP, mendukung Aburizal Bakrie kembali menjadi Ketua Umum Golkar.

"Kami tidak mau ikut campur urusan partai, partai Golkar sudah mapan bagaimana cara memilih ketua sendiri. KMP sendiri berharap kalau bisa Aburizal Bakrie memimpin kembali," kata Fadli Selasa (25/11/2014).

Fadli menegaskan, apabila Aburizal kembali menjabat Ketum Golkar, maka dijamin Koalisi Merah Putih (KMP) akan menjadi lebih solid.

"Kami berharap Pak Ical terpilih kembali, terlebih beliau ketua presidium KMP sehingga KMP bisa lebih solid lagi," jelas dia (detik.com).

Demikianlah sesungguhnya maksud sebenarnya pernyataan dari Nurul dan Fadli, bahwa semuanya itu semata-mata demi kepentingan KMP, sehingga mereka bersikap seolah-olah Golkar itu miliknya Aburizal Bakrie pribadi, sehingga dapat digunakan semau-maunya sesuai dengan kepentingan politik KMP.

Aburizal Mengundang Prabowo Intervensi Golkar?

Nurul Arifin mengecam Menko Polhukam Tedjo Edhi Purdijatno telah melakukan intervensi ke dalam Partai Golkar, demikian juga dengan Fadli Zon yang sebenarnya tak ada kaitan apa pun dengan urusan internal Golkar ikut-ikutan melakukan tuduhan serupa. Tetapi, Aburizal Bakrie sendiri malah diduga kuat telah diam-diam mengundang atau membuka pintu lebar-lebar kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk membantunya melawan kubu Golkar yang tidak menghendakinya lagi sebagai Ketua Umum Golkar. Dengan kata lain, Aburizal diduga kuat mengundang Prabowo untuk diam-diam melakukan intervensi ke dalam urusan internal Golkar yang sedang dilanda kemelut hebat itu.

Dugaan ini mencuat pada saat kejadian setelah Rapat Pleno DPP Partai Golkar pada Selasa malam, 25 November 2014, yang memutuskan membekukan kepengurusan Aburizal Bakrie.  Seusai pleno itu, Aburizal mengadakan konferensi pers di Bakrie Tower, Kuningan, Jakarta Selatan. Ketika konferensi pers pimpinan Golkar berlangsung, tampak Prabowo masuk ke dalam lift dan menuju lantai atas Bakrie Tower. Rupanya, keduanya sudah mengadakan janji untuk melakukan pembicaraan penting di sana, yang diduga kuat menyangkut kemelut di Partai Golkar itu.

Pengamat politik dari Centre for Strategic of International Studies, J. Kristiadi, mengatakan pertemuan Aburizal dengan Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindra menunjukkan akan ada transaksi politik dari kedua partai itu. “Ical mungkin meminta tolong Prabowo sebagai Ketua Koalisi Merah Putih membantu selesaikan kudeta ini,” katanya, Rabu, 26 November 2014.

Prabowo juga sepertinya akan membantu Aburizal. Alasannya, Prabowo sendiri yang menghampiri Aburizal di gedung Bakrie. "Prabowo bisa mengerahkan pengaruhnya," ujarnya  (Tempo.co).

Jika dugaan ini benar, sungguh semakin tampak jahat dan memuakkan sikap dan perilaku Aburizal Bakrie dan Prabowo Subianto ini, juga para pengikut mereka semacam Nurul Arifin dan Fadli Zon. Mereka tampak menghalalkan segala cara haram demi kepentingan politik pragmatis kelompok mereka. Aburizal rela menjual Golkar kepada Prabowo demi bisa mempertahankan kekuasaannya di Golkar.

Karakter Aburizal seperti ini tidaklah mengejutkan, mengingat di masa Pilpres 2014 lalu pun, dia rela menggadaikan harga dirinya lebih dari sekali, demi bisa meraih kekuasaan. Pertama, beruapaya keras melawan fakta mengenai elektabilitasnya yang sangat rendah sebagai calon presiden dari Golkar, akibatnya dia benar-benar gagal menjadi calon presiden. Kemudian berusaha keras ada calon presiden yang mau memasangnya sebagai calon wakil presiden, tetapi semua calon presiden tidak ada yang mau. Termasuk beberapakali melobi Jokowi dan Prabowo bolak-balik. Setelah tidak laku juga sebagai calon wakil presiden, Aburizal rela menurunkan lagi derajatnya hanya menjadi calon Menteri Utama-nya calon presiden Prabowo Subianto, namun juga batal, karena Prabowo kalah di Pilpres tersebut. Kini satu-satunya jabatan yang diakuasai adalah kursi Ketua Umum Partai Golkar. Inilah yang akan diapertahankan mati-matian, dengan segala cara, termasuk adanya dugaan dia hendak menggadaikan Golkar kepada Prabowo, supaya mendapat dukungan dari Ketua Umum Partai Gerindra itu.

Anak-anak buah mereka seperti Nurul Arifin dan Fadli Zon lantang beteriak mengecam Menko Polhukam Tedjo telah melakukan intervensi terhadap kemelut di dalam Partai Golkar, padahal diam-diam justru Aburizal Bakrie telah mengundang Prabowo untuk mengintervensi kemelut di dalam tubuh Partai Golkar itu demi bisa tetap menjadi Ketua Umumnya. Entah dengan cara apakah kedua orang ini bersekutu melawan kubu Golkar yang menghendaki Aburizal hengkang dari kursi ketua Umum itu. Termasuk entah bagaimana caranya mereka akan melawan dan mengalahkan DPP Partai Golkar yang sudah memecat Aburizal Bakrie  dan Idrus Marham, dan membekukan Kepengurusan Aburizal Bakrie itu.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Bidang Hubungan Luar Negeri Tantowi Yahya mengakui adanya pertemuan antara Aburizal Bakrie dengan Prabowo Subianto di gedung Bakrie itu,  pasca pleno DPP Partai Golkar yang memutuskan memecat Aburizal dan membekukan Kepengurusannya di Golkar, tetapi dia membantah pertemuan khusus itu adalah untuk membicarakan mengenai kemelut dan langkah-langkah keduanya dalam upaya mempertahankan kursi Ketua Umum Golkar untuk Aburizal.

Tantowi Yahya mengatakan pertemuan Aburizal dengan Prabowo itu hanya merupakan pertemuan rutin biasa, hanya membicarakan masalah koalisi. “Itu pertemuan reguler, sudah direncanakan sejak lama. Bukan dadakan karena keributan partai,” kata Tantowi.

Seperti yang saya sebutkan di awal tulisan ini, dari Golkar, selain Nurul Arifin, hampir setiap kali membaca pernyataan politik Tantowi Yahya, saya merasa mual. Demikian juga dengan pernyataan penyangkalannya ini. Siapakah yang begitu naif, mau percaya bahwa pertemuan rahasia Aburizal dengan Prabowo itu hanya merupakan pertemuan rutin biasa dan tidak terkait dengan kemelut di Golkar, di saat-saat genting bagi posisi Aburizal di Golkar seperti sekarang ini? ***

Berita terkait:

Dosa Berat yang Membeli Ical

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun