Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Para Pengkhianat Berbicara tentang Khianat

10 Desember 2014   18:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:36 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_340511" align="aligncenter" width="441" caption="Aburizal Bakrie di Munas IX Golkar, Nusa Dua Bali, 30 November - 3 Desember 2014 (lensaindonesia.com)"][/caption]

Ketika muncul berita dari hasil Munas IX Golkar versi Aburizal Bakrie di Nusa Dua, Bali, pada Rabu, 3 Desember 2014 bahwa Golkar menolak Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada langsung, atau Golkar mendukung Pilkada tidak langsung (melalui DPRD), serta merta para dedengkot Partai Demokrat memamerkan reaksi marahnya, sambil menuding Golkar yang dipimpin oleh Aburizal Bakrie alias Ical itu tidak beretika, telah ingkar janji, telah berkhianat terhadap kesepakatan yang telah mereka buat bersama KMP untuk mendukung Perppu tersebut.

Reaksi pertama muncul dari sang Ketua Umum-nya, mantan Presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Seperti biasa curhat rasa kecewa beratnya pun disebarkan melalui akun Twitter kesayangannya. Pada 4 Desember 2014, SBY mengicaukan rasa kecewa beratnya itu dengan kalimat antara lain: “Kini, secara sepihak PG menolak Perppu, berarti mengingkari kesepakatan yang telah dibuat. Bagi saya hal begini amat prinsip. *SBY* “



[caption id="attachment_340513" align="aligncenter" width="504" caption="Curhat SBY di akun Twitter-nya (Twitter)"]

14181866811269722514
14181866811269722514
[/caption]



Menyusul kemudian Ketua Harian Partai Demokrat Syarif Hasan ikut mengecam sikap Partai Golkar-nya Aburizal Bakrie itu, katanya: "Sekarang mereka (Golkar) kembali katanya bukan menolak Perpu tapi memperjuangkan pilkada lewat DPRD. Itu sama saja. Sangat disayangkan sampai ingkar janji gitu!"

Kata Syarif, dengan alasan itu, ada instruksi dari Ketua Umum Partai Demokrat, SBY untuk tidak menghadiri Munas yang menunjuk Aburizal Bakrie kembali menjadi Ketua Umum Golkar itu (Tribunnews.com).

Di sini, ketahuan bohongnya Syarif Hasan itu. Dia bilang, SBY memerintahkan Demokrat tidak menghadiri Munas IX Golkar di Bali itu karena Golkar menolak Perppu, sedangkan Munas IX Golkar di Bali itu diselenggarakan mulai 30 November – 3 Desember 2014, dan pernyataan Golkar menolak Perppu tersebut baru ada di hari terakhir Munas itu (3/12).

Tak mau ketinggalan, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Demokrat, Benny K Harman ikut mengkritik sikap Golkar yang menyatakan penolakan mereka terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2014 itu, kata Benny, kesepakatan merupakan hukum tertinggi dan, mau tidak mau, harus ditaati. "Bahasa hukumnya yaitu pacta sunt servanda. Artinya bahwa perjanjian itu tidak bisa ditarik kembali tanpa persetujuan pihak lain," terangnya (Jpnn.com).

Belum terasa komplit pula jika Ketua Fraksi Partai Demokrat, yang juga putra Sang Ketua Umum, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas tidak ikut berkomentar. Dengan nada menyindir Ibas mengkritik Golkar yang menurutnya tidak beretika, karena telah ingkar dengan kesepakatan tentang mendukung Perppu itu yang telah mereka buat bersama-sama parpol-parpol lain di KMP.

"Saya menyambut baik partai dan fraksi yang ikut mendukung dan tetap optimistis kepada partai dan fraksi lain karena pasti mereka akan mengedepankan etika serta tidak berkhianat terhadap kesepakatan yang sudah ada," katanya, Kamis (4/12/2014) (Kompas.com).

Pengkhianat Menuduh Pengkhianat

Para dedengkot Partai Demokrat yang nama-namanya disebutkan di atas: SBY, Syarif Hasan, Benny K Harman, dan Ibas, yang marah-marah mengatai Golkar (Aburizal) adalah pengkhianat karena mengingkari kesepakatan bersama untuk mendukung Perppu Pilkada langsung itu sesungguhnya lebih pengkhianat daripada Golkar itu sendiri. Sebab jika ditelusuri biang kerok dari perubahan sistem Pilkada dari langsung menjadi tidak langsung itu berada di tangan Presiden SBY sebagai pihak pemerintah.

Pada 2012 adalah awal dari munculnya niat Presiden SBY untuk mengubah UU Pilkada dari langsung menjadi tidak langsung itu. Mula-mula semua parpol kecuali Demokrat menolak niat pemerintah itu. Tetapi sesudah Pilpres dengan kemenangan pada Jokowi-JK, koalisi yang bergabung di KMP berbalik arah memanfaatkan RUU Pilkada inisiatif pemerintah (Presiden SBY) itu.

Puncaknya terjadi pada Jumat dini hari, 26 September 2014, ketika diadakan voting di rapat paripurna DPR untuk menentukan apakah Pilkada diselenggarakan secara langsung ataukah tidak langsung (melalui DPRD). Demokrat yang menjadi kunci penentunya karena jumlah suara yang dikuasai paling banyak justru memilih walk-out dengan alasan yang super tidak masuk akal. Dengan walk-out-nya Demokrat sama saja dengan Demokrat memberi kemenangan kepada KMP yang memilih opsi Pilkada tidak langsung itu.

Yang memimpin aksi sandiwara walk-out itu adalah Benny K Harman, atas perintah dari Syarif Hasan yang menerima mandat tersebut via telepon dari SBY, yang ketika itu berada di Washington, Amerika Serikat. Ibas sebagai Sekjen Partai Demokrat dan putra SBY pun mengetahui semua skenario itu. Setelah sandiwara walk-out itu terjadi, dia bersama Syarif Hasan buru-buru meninggalkan gedung DPR, menolak diwawancarai wartawan.

Juga terungkap bahwa sejak semula Demokrat sudah berkomitmen dengan KMP untuk mendukung Pilkada tidak langsung, tetapi akan bermain sandiwara dengan peran seolah-olah pendukung Pilkada langsung. Bahkan aksi walk-out itu juga sudah diskenario pula bersama KMP sebagai plan B sesuai dengan perkembanagan di parlemen saat itu. Tumbalnya dibebankan kepada Ketua Fraksi Demokrat ketika itu, Nurhayati Ali Assegaf, dengan pernyataan bahwa yang bersangkutan akan dijatuhkan sanksi yang sangat berat. Kenyataannya, dia malah sempat dicalonkan oleh partainya itu sebagai calon wakil ketua MPR.

Jelas-jelas ini adalah bentuk pembohongan publik dan pengkhianatan besar terhadap kedaulatan rakyat dan demokrasi yang selama ini sudah berlangsung dan berkembang dengan sangat baik, yang merupakan hasil dari perjuangan para aktifis pro-reformasi dan demokrasi, pada 1998, yang berhasil menumbangkan kekuatan Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto.

Khalifah Ali bin Thalib pernah memperingatkan kepada para pemimpin bangsa bahwa “Pengkhianatan terbesar adalah pengkhianatan terhadap rakyat, dan penipuan paling kejam adalah yang dilakukan para pemimpin”

SBY cs itu pikir, rakyat akan pasrah saja dengan drama di paripurna DPR ketika itu, tetapi ternyata mereka keliru besar, hujatan rakyat bagaikan tsunami seketika itu juga melanda SBY yang dianggap sebagai biang keroknya. Tidak tahan menahan badai hujatan itu, dan gentar dengan kemarahan rakyat, SBY pun menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 untuk mengembalikan sistem Pilkada menjadi langsung, dengan membatalkan ketentuan-ketentuan tentang Pilkada tidak langsung di Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pilkada.

Jalannya sandiwara para tokoh Partai Demokrat tersebut di atas di paripurna DPR, 26 September 2014, saat voting Pilkada akan dilangsungkan itu sudah saya tulis di artikel saya yang berjudul Inilah Sandiwara SBY dan Demokrat dari Pilkada Sampai Ketua MPR.

Sekarang, mereka semua itu tanpa malu berani bicara mengecam Golkar yang dituduh telah berkhianat kepada mereka? Golkar “hanya” berkhianat terhadap kesepakatan KMP mendukung Perppu Nomor 1 Tahun 2014 itu, tetapi Demokrat pernah membohongi dan berkhianat langsung kepada rakyat, sebagaimana diuraikan di atas.

Siapa Pengkhianat Pembohong?

Merespon pernyataan kekecewaan berat SBY yang menuduh Golkar telah ingkar janji mengenai kesepakatan mendukung Perppu Nomor 1 Tahun 2014 itu, tampillah  Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Desmond J Mahesa, yang langsung menyebut mantan SBY sebagai seorang pembohong. "SBY itu pembohong!" kata Desmond di Jakarta, Kamis, 4 Desemebr 2014.

Menurut Desmond perkataan SBY bahwa sudah ada kesepakatan antara KMP dan Partai Demokrat untuk mendukung diterbitkannya Perppu Pilkada adalah tidak benar. Dia bahkan menantang SBY untuk menunjukkan bukti tertulis adanya kesepakatan itu.

"Silakan tanya pada Demokrat mana kesepakatan itu," lanjut  Desmond yang juga anggota Komisi III DPR RI tersebut.

Desmond bahkan berani mengatakan langkah pembuatan Perppu tersebut merupakan ajang pencitraan belaka. "Itu hanya pencitraan SBY saja," ujar Desmond yang partainya menjadi poros KMP itu (cnnindonesia.com).

Wakil Sekretaris Jenderal PKS, yang terkenal dengan cita-citanya yang tak pernah padam untuk membubarkan KPK, Fahri Hamzah pun ikut-ikutan meramaikan suasana dengan berbalik menuduh SBY telah berbohong, menguatkan pernyataan Desmond tersebut. Fahri menyangkal ada perjanjian bahwa KMP mendukung Perppu Pilkada.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad H Wibowo. "(Dalam perjanjian) Tak ada kata mendukung dan/atau menyetujui Perppu di DPR," katanya (Kompas.com)

Sedangkan Wakil Ketua umum Partai Gerindra ‎ Fadli Zon dengan nada tidak tegas mengakui adanya kesepakatan antara KMP dengan Presiden SBY untuk mendukung Perppu Pilkada langsung itu. Tetapi, katanya, itu hanya semacam rekomendasi belum sebagai keputusan akhir. Keputusan akhir baru diputuskan saat sidang paripurna pada Januari 2015 saat membahas Perppu tersebut.

"‎Kalau tidak salah bahasanya merekomendasikan, kalau rekomendasi tidak mutlak," ujarnya (Kamis, 04/12/2014).

Soal kesepakatan KMP dengan SBY tadi, Fadli menegaskan masih perlu dibahas sebelum menyatakan sikap menerima atau menolak. Namun sekalipun menolak ia menyebut hal yang wajar meski sudah ada kesepakatan (detik.com).

Catat, pernyataan dari Desmond J Mahesa, Fahri Hamzah, dan Fadli Zon tersebut di atas. Terutama sekali Desmond J Mahesa dan Fahri Hamzah yang dengan tegas-tegas menyatakan tidak pernah ada kesepakatan apa pun antara KMP dengan SBY tentang dukungan terhadap Perppu Pilkada langsung itu. Keduanya tanpa ragu menuduh SBY telah berbohong hanya demi pencitraan dirinya.

Pernyataan dua pentolan di KMP ini menunjukkan bahwa mereka sangat ingin yang diberlakukan adalah sistem Pilkada tidak langsung (melalui DPRD) kembali seperti era Orde Baru, dengan maksud dan tujuan politik demi kepentingan KMP yang menguasai nyaris seluruh DPRD di Indonesia itu. Dua orang mantan aktifis yang dulu bersama rekan-rekannya memperjuangkan runtuhnya Orde Baru, kini berkhianat terhadap apa yang dulu mereka perjuangkan bersama rekan-rekan mereka itu, termasuk tiga belas orang yang masih hilang diculik sampai sekarang.

Ketika Aburizal Berbalik Arah

Ketika menyatakan Golkar tidak akan mendukung Perppu Pilkada langsung, dan menghendaki Pilkada tidak langsung, kemungkinan besar Aburizal Bakrie cs sekali lagi ingin menguji kekuatan dari pihak yang mendukung Pilkada langsung, termasuk bagaimana reaksi rakyat pada umumnya. Ternyata kekuatan parpol-parpol (KIH ditambah PPP dan Demokrat) plus kekuatan rakyat terlalu besar untuk dilawan, maka itulah Aburizal pun tiba-tiba berubah sikap. Dia “balik kucing”, berbalik arah kembali menyatakan Golkar mendukung Pilkada langsung, mendukung Perppu Nomor 1 Tahun 2014 itu. Juga mengaku bahwa benar apa yang dikatakan SBY, ada kesepakatan tertulis tentang KMP bersama Demokrat akan mendukung Perppu tersebut ketika dibahas di DPR pada Januari 2015 mendatang.

Hal tersebut dianyatakan dengan jelas dan tegas di akun Face Book-nya yang sudah diverifikasi. Di situ Aburizal menjelaskan duduk persoalan sebenarnya tentang kesepakatan dukungan terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2014 itu, lengkap dengan kopi surat bukti kesepakatan yang dipindai di akun Face Book-nya itu.

[caption id="attachment_340512" align="aligncenter" width="261" caption="Surat bukti kesepakatan antara KMP dengan Demokrat untuk mendukung Perppu Nomor 1 Tahun 2014 (sumber: Face Book Aburizal Bakrie)"]

14181865401746813406
14181865401746813406
[/caption]

Aburizal menjelaskan di Face Book-nya itu bahwa pada awal Oktober 2014 Partai Golkar, Gerindra, PAN, PKS, PPP, Partai Demokrat, membuat kesepakatan yang pada pasal pertamanya menyatakan: “Bersepakat untuk bersama-sama mensukseskan pemilihan pimpinan DPR-RI dan seluruh alat kelengkapannya secara proporsional serta kepemimpinan MPR-RI, dengan menetapkan susunannya.”

Dalam kesepakatan itu juga, pada pasal 2 menyatakan: “Kami bersepakat untuk mendukung Perppu usul pemerintah terhadap UU Pilkada.”

Pada Munas Partai Golkar di Bali, tanggal 30 November – 3 Desember 2014, jelas Aburizal, dibuat rekomendasi untuk memperjuangkan Pilkada melalui DPRD. Rekomendasi tersebut diusulkan oleh keseluruhan 547 pemilik hak suara dan 1300 peninjau.

Sesuai dengan idealisme Golkar (dan KMP) yang berjuang agar prinsip-prinsip Pancasila tetap dijalankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita tahu di dalam sila ke-4 Pancasila, disebutkan: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.”

Karena itu, tulis Aburizal lagi, peserta Munas Golkar di Bali beranggapan bahwa yang paling cocok dengan sila ke-4 tersebut adalah Pilkada melalui perwakilan, yaitu DPRD.

Meskipun demikian, setelah melihat:

a) Keinginan masyarakat luas untuk tetap melaksanakan Pilkada Langsung,

b) Kesepakatan awal bulan Oktober antara 6 partai-partai tersebut di atas,

c) Pembicaraan dengan partai-partai dalam KMP.

"Maka Partai Golkar akan mendukung Perppu usul Pemerintah tentang UU Pilkada tersebut," kata Ical.

Demikian yang dijelaskan Aburizal Bakrie di akun Face Book-nya itu.

Dari uraian Aburizal bakrie itu juga kelihatan bahwa dia (Golkar) memang sebenarnya sudah berniat untuk mengingkari atau mengkhianati isi kesepakatan yang sudah ditandatanganinya bersama parpol-parpol lain sesama KMP dan Demokrat itu, tetapi karena kuatnya dukungan terhadap Pilkada langsung, Golkar versi Aburizal itu kembali berbalik arah lagi.

Jadi, awalnya mereka mendukung Pilkada tidak langsung melalui voting di paripurna DPR pada 26 September lalu, kemudian berubah pikiran dengan bersepakat bersama KMP dan Demokrat mendukung kembali ke Pilkada langsung, tetapi berubah lagi di Munas IX Golkar di Nusa Dua, Bali itu, menjadi mendukung Pilkada tidak langsung. Setelah itu berubah lagi sekarang, melalui pernyataan Aburizal di Face Book-nya itu, mendukung Pilkada langsung.  Jangan-jangan, nanti di paripurna DPR, Januari 2015, berubah lagi?

Dengan adanya pengakuan Aburizal tentang kebenaran adanya kesepakatan tertulis dukungan KMP terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2014 disertai dengan bukti berupa kopi pindaian surat kesepakatan yang ditandatangani para pihak yang berkompeten di parpol-nya masing-masing itu, lalu, bagaimana dengan Desmond J Mahesa dan Fahri Hamzah yang sebelumnya dengan jelas dan tegas menuduh SBY telah berbohong, bahwa tidak pernah ada kesepakatan tentang itu? Jelaslah sekarang, siapakah itu pembohong sebenarnya. Apakah mereka malu, kemungkinan besar, tidak. Ironisnya, politikus-politikus macam beginilah yang sekarang banyak menguasai DPR, bahkan pimpinan DPR.

Dari sekian banyak pengkhianat, adakalanya ada sebagian yang akhirnya sadar, kemudian kembali ke jalan yang benar, ada juga yang pura-pura sadar menyesuaikan sikap dengan situasi dan kondisi politik saat ini, untuk kemudian keluar aslinya ketika keadaan berubah lagi, tetapi ada juga yang ngotot tetap mempertahankan sikap khianatnya, sekalipun itu harus berbohong kepada rakyat.

Siapakah mereka-mereka itu, kita akan mengetahuinya nanti melalui perkembangan politik ke depan. Khusus yang berkaitan dengan Pilkada langsung, atau tidak langsung, kita sudah bisa menyaksikan di sidang paripurna DPR, Januari 2015, ketika Perppu Nomor 1 Tahun 2014 itu diputuskan, dengan cara voting. ***

Artikel terkait:

Inilah Sandiwara SBY dan Demokrat dari Pilkada Sampai Ketua MPR

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun