[caption id="attachment_394625" align="aligncenter" width="560" caption="(Tribunnews.com)"][/caption]
Pengakuan Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto pada 22 Januari 2015 bahwa saat menjelang Pilpres 2014 dia bersama beberapa petinggi PDI-P melakukan beberapa kali pertemuan rahasia dengan Ketua KPK Abraham Samad guna membicarakan hasrat Abraham Samad dijadikan calon wakil presiden mendampingi Jokowi, kelihatannya saja seperti memang benar demikian. Tetapi sesungguhnya, di kisah yang disampaikan melalui konferensi pers yang khusus diadakan untuk itu, terdapat beberapa kejanggalan-kejanggalan.
Yang saya percaya pada akhirnya akan membuktikan bahwa dia dengan “dukungan” partainya, PDI-P telah melakukan fitnah terkeji yang pernah dilakukan politikus mana pun di Indonesia dalam sejarah Republik ini!
Saya tidak percaya dengan pernyataan Hasto bahwa apa yang disampaikan tersebut tidak dengan sepengetahuan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Karena tindakan tersebut sangat luar biasa sensitifnya, sehingga tak mungkin Hasto berani melakukan tanpa sepengetahuan Megawati, dan buktinya sampai sekarang pun Hasto tidak mendapat teguran apa pun dari Megawati. Inilah yang membuat saya menulis apa yang dilakukan Hasto tersebut “didukung” oleh PDI-P.
Tudingan-Tudingan
Keyakinan ini semakin diperkuat dengan muncul lagi kesaksian berikutnya yang disampaikan tokoh PDI-P lainnya terkait dengan tudingan terhadap Abraham Samad tersebut.
Minggu, 1 Februari 2015, giliran anggota tim Advokasi Hukum dan HAM DPP PDI-P, Arteria Dahlan, memberi kesaksian adanya pertemuan rahasia Abraham Samad dengan anak seorang petinggi TNI, berinisial RNH, dalam rangka pencalonan Abraham sebagai wakil presiden dari PDI-P, sebelum akhirnya PDI-P lebih memilih JK, sehingga membuat Abraham murka, lalu membalas dendamnya dengan mengtersangkakan Komjen Budi Gunawan, calon tunggal Kapolri pilihan Jokowi, atau lebih tepat lagi pilihan Megawati.
Menurut Arteria, anak petinggi TNI berinisial RNH yang berfoto dengan Abraham tersebut bukan kader PDI-P. Namun, PDI-P melibatkan dia dalam pertemuan di sebuah rumah di kawasan Patal Senayan itu karena RNH paham soal operasi intelijen.
"Bukan orang PDI-P, bukan orang Abraham tapi dia paham soal intelijen makanya diajak ngobrol soal pencalonan," kata Arteria (Kompas.com).
Seperti yang dituding oleh Hasto kepada Abraham Samad, Arteria juga mengatakan bahwa dalam pertemuan itu Abraham sempat menyinggung kasus di KPK. "Dari Beliau katanya terlontar pernyataan Akan bantu PDI-P. Kalau enggak salah inti pernyataannya, saya kan dekat dengan PDI-P, PDI-P kan sudah dibantu, Emir Moeis kan sudah dibantu, hukumannya kan ringan," tutur Arteri.
Ia juga mengakui jika PDI-P ketika itu mengiyakan ajakan pertemuan dengan Abraham karena melihat kewenangan Abraham sebagai Ketua KPK. "Karena kewenangan Pak Abraham sebagai Ketua KPK," ucap Artheri.
Jadi, menurut kesaksian Hasto dan Arteria, di dalam pertemuan-pertemuan rahasia itu Abraham menawarkan perlakuan hukum khusus kepada PDI-P, terutama kepada para kadernya yang terlibat kasus korupsi, sebagai imbalannya, PDI-P harus menjadikan dia sebagai calon wakil presiden mendampingi Jokowi.
Seperti juga pengakuan dan tudingan Hasto, kesaksian dan tudingan Arteria kepada Abraham Samad ini pun penuh dengan kejanggalan-kejanggalan. Tak terkecuali dengan pengakuan yang seolah-olah dibuat untuk memperkuat kesaksian Hasto sebelumnya, yaitu kesaksian dari Supriansah, seorang sahabat Abraham, yang konon apartemennya, di The Capital Residence, di kawasan Niaga Terpadu, Sudirman, Jakarta Pusat, pernah dipakai sebagai tempat pertemuan rahasia Abraham dengan para petinggi PDI-P. Meskipun mengaku tidak tahu isi pertemuan itu, Supriansah mengaku Abraham pernah meminta izin kepadanya agar apartemennya itu dipakai untuk menerima tamu-tamunya.
Ketika diwawancarai Metro TV, Supriansah mengaku, semula dia tidak mengenal Tjahjo Kumolo dan Hasto Kristiyanto, yang saat itu masing-masing adalah Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P. Setelah pertemuan itu, dia baru tahu mereka adalah para petinggi PDI-P setelah melihatnya di televisi.
Logikah dari Mana Itu?
Orang-orang yang tidak suka dengan KPK entah dengan alasan apa, tentu merasa senang dengan kesaksian tiga orang ini. Mereka merasa yakin kesaksian-kesaksian itu benar. Pikir mereka, saatnya tiba hancurlah reputasi Abraham Samad yang ternyata gila kuasa, yang demi jabatan wakil presiden, diam-diam dia rela menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya melakukan transaksi hukum dengan politik. Menjanjikan perlakuan istimewa terhadap PDI-P, seperti meringankan hukuman petinggi PDI-P yang terjerat kasus korupsi, Emir Moeis dengan hukuman ringan, tiga tahun. Sebagai imbalannya, PDI-P harus menjadikan dia calon wakil presiden dari PDI-P. Betapa rendah dan hinanya seorang Abraham Samad!
Demikianlah pikir musuh-musuh KPK.
Mereka pun mendesak Abraham Samad harus segera membuktikan bahwa semua tudingan tersebut adalah tidak benar, dan dia harus lapor polisi kalau memang semua tudingan itu adalah fitnah. Ketika Abraham tidak melakukan itu, mereka pun menyimpulkan, berarti semua yang ditestimonikan Hasto, Surpiansah, dan Arteria adalah benar.
Logika dari mana itu?
Berarti kelak setiap kali ada lagi pengakuan dan tudingan seperti itu, para pimpinan KPK yang harus membuktikan ketidakbenarannya, dan harus lapor polisi? Bisa-bisa setiap hari para pimpinan KPK itu harus melakukan hal tersebut, karena bisa jadi setiap hari ada saja orang yang membuat-buat kesaksian dan tudingan seperti itu!
Justru siapa yang menuding orang lain melakukan suatu perbuatan tercela atau kejahatan, dialah yang harus membuktikannya!
Kenapa para musuh KPK itu justru tidak bertanya kepada Hasto cs, kapan mereka menyerahkan bukti-bukti yang katanya sudah mereka punya itu?
Patut pula ditanyakan kepada Hasto Kristiyanto dan Arteria Dahlan, apakah mereka tidak sadar dengan membuat pengakuan itu, sesungguhnya bukan hanya Abraham Samad saja yang mereka akan jerumuskan, tetapi juga mereka sendiri, termasuk tak tertutup kemungkinan sampai kepada Ketua Umum PDI-P? Sebab jika pertemuan-pertemuan itu memang benar pernah terjadi, maka ini berarti bukan suatu kejahatan sepihak, tetapi pasti suatu kejahatan persengkongkolan, melibatkan dua atau lebih pihak; mereka secara diam-diam dan bersama-sama melakukan kejahatan transakasi hukum dengan politik itu. Kalau Abraham diproses hukum, demikian juga seharusnya Hasto, Tjahjo Kumolo, dan para petinggi PDI-P lainnya!
Keganjilan-keganjilan Itu
Hasto mengaku punya bukti-bukti itu, yaitu berupa rekaman CCTV dan saksi. Salah satu saksinya itu adalah Supriansah, yang juga sudah membeberkan kesaksiannya yang membenarkan adanya pertemuan antara Abraham dengan para tamunya di apartemennya itu. Kata dia, semula dia tidak tahu siapa mereka. Dia baru tahu mereka antara lain adalah Tjahjo Kumolo dan Hasto Kristiyanto, setelah melihat penampilan mereka di tayangan berita televisi.
Sedangkan Arteria datang dengan membawa “barang bukti” berupa foto Abraham Samad dengan seorang anak petinggi TNI yang katanya lihai dalam dunia inteljen. Karena keahliannya itulah, menurut Arteria, anak TNI itu direkrut PDI-P untuk turut mencari calon wakil presiden yang terbaik.
Semua kisah itu memang sepertinya benar.
Tetapi, namanya suatu kisah rekayasa, suatu kebohongan. Sehebat apa pun tetap ada saja yang kelihatan. Yang kelihatan itulah yang disebut kejanggalan-kejanggalan. Keganjilan-keganjilan itu justru berada di dalam kesaksian-kesaksian mereka itu sendiri.
Abraham Samad adalah seorang Ketua KPK, yang tentu saja sangat paham mengenai cara-cara para penjahat koruptor mengamuflasekan, mengaburkan, menghilangkan jejak kejahatan dan setiap apa yang bisa menjadikan itu barang bukti kejahatan mereka. Ketika melakukan kejahatan itu, harus tidak ada saksi satu pun.
Sangat tak masuk akal ketika melakukan pertemuan-pertemuan rahasia dengan para petinggi PDI-P sebagaimana dimaksud oleh Hasto cs, Abraham justru memilih atau bersedia datang di tempat-tempat yang meninggalkan cukup banyak jejak, bukti, dan saksi, sekalipun – seperti yang dikatakan Hasto -- dia memakai topi dan masker. Padahal pertemuan rahasia semacam yang disebut Hasto itu bukan hanya suatu pelanggaran kode etik, tetapi merupakan suatu kejahatan yang luar biasa.
Jika benar Abraham Samad melakukan pertemuan-pertemuan rahasia itu, pasti dia tak mau di tempat-tempat yang justru banyak CCTV-nya, apalagi malah sengaja “mengundang” saksinya, yaitu Supriansah, dengan meminta izin kepadanya agar apartemennya itu dipakai untuk menerima tamu-tamunya dari PDI-P itu. Belum lagi ada kemungkinan saksi-saksi lainnya, seperti satpam-satpam di apartemen itu. Masuk akalkah, Abraham malah secara tak langsung memberitahukan kepada Supriansah bahwa dia melakukan pertemuan dengan para petinggi PDI-P itu? Padahal, Supriansah pasti tahu pertemuan seperti itu adalah sesuatu yang sangat terlarang bagi seorang Ketua KPK.
Supriansah mengaku mula-mula ketika bertemu dengan para tamu Abraham itu, dia tidak mengenal mereka, setelah pertemuan itu, dan menonton berita di televisi, barulah dia sadar para tamunya itu adalah para petinggi PDI-P, di antaranya adalah Tjahjo Kumolo dan Hasto Kristiyanto itu.
Percayakah Anda dengan cerita ini? Percayakah Anda bahwa Supriansah tidak tahu, seolah-olah tak pernah melihat sebelumnya wajah dari Tjahjo Kumolo dan Hasto Kristiyanto? Padahal, harus kita ingat saat itu adalah masa hangat-hangatnya Pilpres 2014, pada saat itulah sering sekali, baik Tjahjo, maupun Hasto muncul di televisi-televisi dan media lainnya, terkait Pilpres 2014, karena mereka termasuk tokoh inti tim sukses calon presiden Jokowi di Pilpres 2014 itu.
Supriansah adalah aktivis mahasiwa Universitas Muslim Indonesia (UMI) penghujung era 1980-an, angkatan 1983. Dia adalah kader Partai Demokrat di Makassar. Pada 2010 dijadikan calon Wakil Bupati Kabupaten Soppeng. Pernah juga menjadi calon anggota DPR RI dengan nomor urut 5 Partai Demokrat di Daerah Pemilihan (Dapil) II Sulawesi Selatan, tetapi gagal.
Dengan latar belakang politiknya seperti ini, siapakah yang mau percaya pernyataan Supriansah bahwa mula-mula dia tidak mengenali wajah dari Tjahjo Kumolo dan Hasto Kristiyanto itu?
Tjahjo Kumolo (sekarang Menteri Dalam Negeri) juga sebelumnya menyangkal kesaksian Hasto tersebut. Dia bilang, sebagai Sekjen PDI-P dan salah satu tim sukses Jokowi, dia tidak pernah melakukan pertemuan rahasia apa pun dengan Abraham. Pertemuan PDI-P dengan Abraham hanya terjadi di forum-forum resmi.
Andi Widjajanto (sekarang Sekretaris Kabinet), juga sudah menyanggah kesaksian Hasto itu. Andi saat Pilpres itu adalah satu satu sosok penting yang terlibat sejak awal pencalonan Jokowi sebagai presiden. Dia merupakan salah satu anggota dari tim sebelas, dengan latar belakang akademisi. Tim tersebut beranggota politisi PDI-P dan sejumlah pakar, dibentuk Megawati untuk menyaring calon wakil presiden pendamping Jokowi.
“Setahu saya (pertemuan) itu tidak dimungkinkan.” Karena, menurutnya, sebagai Ketua KPK, Abraham tidak mungkin bergerak sendirian, tanpa pengawal KPK. Selama ini, dalam setiap pertemuan dengan Ketua KPK, kata Andi, selalu di acara-acara resmi, yang ada staf KPK-nya (Harian Jawa Pos, Jumat, 23/01/2015).
Kesaksian Arteria Dahlan bahwa Abraham Samad juga melakukan pertemuan rahasia dengan seorang putra petinggi TNI, berinisial RNH, yang lihai dalam dunia inteljen, dengan membawa “bukti” berupa foto bersama Abraham Samad dengan RNH itu bukan hanya janggal, tetapi juga konyol.
Kekonyolan kesaksian Arteria adalah dengan membawa foto bersama Abraham Samad dengan RNH itu. Bagaimana bisa seorang Ketua KPK dengan seorang yang katanya lihai dalam dunia inteljen itu bisa melakukan suatu kesalahan mendasar paling fatal secara sedemikian konyol itu? Mereka tahu pertemuan itu sangat terlarang, kok bisa, ya, pakai acara foto bersama segala, meninggalkan “alat bukti”-nya?
Tentang foto bersama itu, seperti yang dijelaskan oleh Abraham Samad, pada konferensi pers saat mengumumkan penahanan Sutan Bathoeghana, Senin, 2 Februari 2015, di Gedung KPK, sebagai tokoh publik (public figure) Abraham Samad memang sangat sering diminta foto bersama di mana saja dia berada di tempat umum. Termasuk sampai di atas pesawat terbang pun, kata Abraham, dia diminat selfie bersama pramugari-pramugari, dan pilot. Demikian pula sesungguhnya yang terjadi dengan foto bersama Abraham Samad dengan RNH yang mau dijadikan bukti oleh Arteria bahwa adanya pertemuan rahasia Abraham dengan RNH itu.
Hasto Memutarbalikkan Fakta?
Kejanggalan juga terjadi dalam kesaksian dan pengakuan Hasto bahwa Abraham Samad menawarkan imbalan perlakukan hukum khusus kepada para kader PDI-P yang terkena kasus hukum dan ditangani KPK, berupa hukuman yang ringan. Imbalannya, dia (Abraham) harus dijadikan calon wakil presiden dari PDIP. Sebagai wujud komitmennya itu, kata Hasto, Abraham menunjukkan buktinya, yaitu Emir Moeis, yang sudah divonis ringan oleh Pengadilan Tipikor, hanya tiga tahun penjara.
Menurut Hasto, PDI-P sempat mempertimbangkan transaksi hukum dengan politik yang ditawarkan Abraham itu, mengingat wewenangnya sebagai Ketua KPK. Tetapi menjelang saat-saat akhir, keputusan PDI-P berbalik arah, meninggalkan Abraham Samad, memilih Jusuf Kalla (JK) sebagai calon wakil presiden-nya Jokowi.
Karena itulah, kata Hasto, Abraham marah besar, dan berjanji akan membalas dendam kepada PDI-P. Dia tahu siapa yang menyebabkan gagalnya dia dijadikan calon wakil presiden itu, yaitu Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Sebab itulah, Budi Gunawan dijadikan tersangka oleh KPK, saat sudah menjadi calon tunggal Kapolri, yang dipilih Presiden jokowi.
Seperti kisah sebelumnya, kisah ini pun sepertinya masuk akal juga, jadi bisa saja benar demikian. Tetapi apakah memang benar demikian?
Pertanyaannya adalah apakah sedemikian pentingnya seorang Emir Muis bagi PDI-P, sehingga hukuman ringannya itu bisa dibarter dengan tawaran jabatan calon wakil presiden kepada Abraham Samad?
Apa benar dengan jabatannya sebagai Ketua KPK, Abraham Samad menjadi sedemikian super saktinya, sehingga bisa mengendalikan KPK sebagai suatu lembaga pemberantasan korupsi, termasuk yang menentukan siapa-siapa saja yang harus dijadikan tersangka? Apakah bisa Abraham seorang diri yang menentukan Budi Gunawan yang giliran dijadikan tersangka oleh KPK, dan semua pimpinan KPK lainnya menurut saja?
Apakah benar, dengan jabatannya sebagai Ketua KPK itu, Abraham Samad sedemikian super saktinya, sampai juga bisa mengendalikan keputusan hakim Tipikor?
Dalam penjelasannya di Gedung KPK, pada Senin, 1 Februari 2015, Abraham Samad mengaku memang saat Pilpres 2014 ada wacana untuk menjadikan dia sebagai calon wakil presiden, tetapi itu bukan inisiatifnya. Maka, bisa jadi, justru inisiatif itu datang dari PDI-P, yang dimotori oleh Hasto Kristiyanto.
Bisa jadi memang ada upaya transaksi hukum dengan politik, tetapi penawaran itu bukan dari Abraham sebagaimana disebut Hasto, tetapi justru sebaliknya; penawaran itu datang dari PDI-P. Apa yang terjadi sebenarnya di balik itu pun, “lebih mengerikan” daripada kisah versi Hasto itu.
Tanpa perlu ada pertemuan-pertemuan rahasia, bisa jadi Hasto sebagai wakil dari PDI-P pernah menawarkan sesuatu kepada Abraham Samad.
Yaitu, sebagai ketua KPK Abraham harus bisa mengupayakan KPK di bawah kepemimpinannya tidak melakukan pengusutan lebih lanjut terhadap kasus yang berkaitan dengan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI, yang terjadi masa pemerintahan Presiden Megawati. Imbalannya, PDI-P akan menjadikannya sebagai calon wakil presiden.
Tetapi, penawaran itu bertepuk sebelah tangan, Abraham tidak bersedia dicalonkan. Juga menolak melakukan transaksi hukum dengan politik seperti itu, bukan hanya karena memang sebagai Ketua KPK dia tak sudi melakukannya, tetapi juga hal tersebut memang tak mungkin bisa dilakukan di KPK. Karena standard operaing procedur (SOP) KPK dalam mengusut suatu kasus sampai menetapkan seseorang sebagai tersangka harus melalui prosedur yang super ketat dan keputusannya tidak bisa hanya ada di satu tangan saja, tetapi harus secara collective collegial. Jabatan Ketua KPK “tidak laku” dalam prosedur ini (lihat grafis di bawah ini:)
[caption id="attachment_349136" align="aligncenter" width="540" caption="(Sumber: Majalah Tempo)"]
Bisa jadi, dalam kaitan kepentingan dengan itulah, PDI-P ngotot kepada Presiden Jokowi, agar mantan ajudan Presiden Megawati itu, Komisaris Jenderal Budi Gunawan harus sesegera mungkin dijadikan kapolri, Jenderal Sutarman harus diberhentikan lebih cepat beberapa bulan daripada seharusnya, Kabareskrim Mabes Polri Komjen Suhardi Alius segera diganti oleh Komjen Budi Waseso.
Menurut Majalah Tempo, Sutarman diberhentikan lebih cepat daripada seharusnya, karena dia mendukung KPK memproses hukum Budi Gunawan, dan Suhardi Alius harus diganti karena dia adalah pemasok data-data tentang Budi Gunawan kepada KPK. Oleh karena itulah ada pernyataan sindiran dari Budi Waseso bahwa ada jenderal pengkhianat di Mabes Polri.
Dan, yang terakhir semua pimpinan KPK, satu per satu, harus disingirkan!
Apa yang saya utarakan tersebut di atas hanyalah sebuah hipotesa-analisis. Kalau Hasto bisa membuat cerita versinya yang menuding Abraham Samad sampai sedemikian jahatnya, kenapa tidak, kalau saya juga bisa membuat analisis yang sebaliknya? Analisis yang menurut saya, bukan sesuatu yang tak mungkin terjadi. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H