Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Inilah Kelebihan Jokowi daripada SBY

15 Februari 2015   23:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:08 7896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_351267" align="aligncenter" width="663" caption="Jokowi dan SBY (sumber: viva.co.id)"][/caption]

Kemarin, Sabtu, 14 Februari 2015, seusai melakukan pertemuan tertutup dengan sejumlah petinggi Koalisi Indonesia Hebat, termasuk Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, di Loji Gandrung, rumah dinas Walikota Solo, di Solo, Presiden Jokowi mengaku bahwa dalm pertemuan itu dibahas pula mengenai Kapolri.

Tetapi ketika wartawan bertanya kepadanya, jadi, kapan keputusan penting tersebut akan diambilnya, Jokowi menjawab, “Belum bisa saya sampaikan, tapi secepatnya, kalau sudah clear, semuanya saya sampaikan,” katanya.

“Ya, sabar sedikit. Menunggu sehari masak tidak sabar,” kata Presiden Jokowi saat diberi informasi terkait permohonan praperadilan Budi Gunawan yang menurut rencana diputus besok, Senin (16/02).

Jokowi bilang, “Sabar sedikit, masa sehari saja tidak sabar?” Benarkah hanya sehari kita disuruh menunggu?

Jika ini hitung dari sejak KPK menetapkan calon tunggal Kapolri Budi Gunawan itu sebagai tersangka, pada 13 Januari 2015, jelas kita menunggu ketegasan Jokowi sebagai Presiden itu sudah lebih dari sebulan, bukan hanya sehari.

Kemudian, pada Rabu minggu lalu, 4 Februari lalu, seusai membuka Rapat Koordinasi nasional (Rakornas) Darurat Narkona Tahun 2015, di Hotel Bidakara, Jakarta, Presiden Jokowi berjanji kepada semua orang bahwa pasti dalam minggu depan (berarti, antara tanggal 9-15 Februari 2015), sepulangnya dari lawatannya ke Malaysia dan Brunei, ia sudah mengumumkan keputusan definitifnya tentang calon Kapolri.

“Calon Kapolri saya umumkan minggu depan, bisa Senin, Selasa, atau Rabu. ...  Saya kan ada agenda pertemuan bilateral dengan Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina,” janji Jokowi ketika itu (setkab.go.id).

Seminggu kemudian, Jumat, 13 Februari, di Istana Bogor, Presiden Jokowi hanya menjawabnya dengan janji lagi, ketika wartawan yang menanyakan masalah calon Kapolri tersebut kepadanya: “Secepatnya”.

Tentang Bapak yang telah menghubungi Ketua DPR untuk membatalkan Calon Kapolri Budi Gunawan, bagaimana?” tanya wartawan.

Menurut Presiden Jokowi, prosesnya sebetulnya sudah berjalan, dan ia kembali kepada pernyataan aslinya mengenai keputusan itu: “Secepatnya, tetapi belum saat ini,” ujarnya.

Saat ditanya wartawan soal 6 (enam) nama baru calon Kapolri yang diajukan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Presiden Jokowi sempat menanyakan, “Itu pertimbangan atau…?”

Berarti Komjen BG tidak dilantik? Tanya wartawan lagi. “Tadi, di depan saya sampaikan, secepatnya nanti saya sampaikan,” tegas Jokowi.

Apakah keputusan baru akan diambil setelah keputusan hasil sidang pra peradilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan? “Secepatnya, bisa saja setelah ini saya ngomong lagi (sambil ketawa),” kata Jokowi.

Presiden kembali menegaskan, bahwa sebetulnya sudah ada proses dalam pengambilan keputusan mengenai calon Kapolri itu. Tetapi, ia belum bisa menyampaikan saat ini.

Apakah dalam dua hari ini? “

Secepatnya, tetapi ini perlu kalkulasi, perlu perhitungan yang betul-betul matang,” kata Presiden.

Menurut Presiden Jokowi,ada kalkulasi, ada perhitungan yang menyangkut masalah hal yang berkaitan dengan politik, hal yang berkaitan  hukum, yang semuanya harus dihitung, dikalkulasi.

“Kalau masalahnya hanya satu tidak bertumpukan, 1 x 24 jam sudah saya putuskan,” kata Jokowi.

"DPR ngotot bahwa Pak BG tetap harus dilantik, bagaimana?", tanya wartawan lagi.

“Nanti dilihat,” Jokowi berusaha tegas namun semakin kelihatan tidak tegas. (setgab.go.id).

Semua pernyataan Jokowi tersebut di atas,  dengan mengulur-ulur waktu, sampai mengingkari janjinya sendiri, dengan jurus pernyataan mengelak: “secepatnya,” “secepatnya”, … secara terus-menerus itu, hanyalah semakin memperkuat indikasi bahwa betapa Jokowi berada di bawah tekanan yang sangat hebat dari para pembeking Budi Gunawan, yang masih terus mendesaknya untuk melantik Budi Gunawan. Bahwa semakin nyata, sesungguhnya Jokowi berada di bawah kendali Megawati cs (baca 3 bagian artikel: Jika BG  Tidak Tersangka, Apakah KPK Juga Tidak “Dihabisi”? )

Selama semua hal tidak ada kaitannya dengan kepentingan Megawati dan kawan-kawannya, maka Jokowi bisa dengan mudah “memamerkan” ketegasannya dalam bersikap, taat hukum, dan sebagainya. Sebaliknya, jika sesuatu hal ada kaitannya dengan kepentingan Megawati dan kawan-kawannya, maka hanya ketidakberdayaan dan ketidaktegasan yang bisa ditunjukkan Jokowi. Ternyata, apa yang pernah disebut Prabowo Subianto dengan sebutan ‘presiden boneka’, ada benarnya juga. Tidak benar? Silakan dibuktikan!

Kelihatan sekali bahwa atas kehendak dari para pembeking Budi Gunawan, yang diduga dipimpin oleh Megawati, Jokowi pun terpaksa menjilat ludahnya sendiri, ketika berjanji dalam minggu ini (antara tanggal 9 – 15 Februari) ia pasti akan mengumumkan kepastian mengenai masalah calon Kapolri, tetapi setelahnya waktunya tiba, sampai lewat waktu tersebut, yangdiabisa katakan hanya, “secepatnya,” “secepatnya”, …. Itu karena Jokowi mengira dalam minggu ini sidang praperadilan Budi Gunawan itu sudah diputuskan hakim. Atas kendali pembeking Budi Gunawan itulah, Jokowi menyatakan menunggu hasil sidang praperadilan itu, dengan alasan taat hukum.

Bagaimana bisa disebut taat hukum, kalau landasan hukum dari sidang praperadilan itu saja tidak ada, dan patut dicurigai pula sidang praperadilan itu sebagai bagian dari suatu rekayasa politik  tingkat tinggi untuk meloloskan Budi Gunawan.

Peraturan hukum acara praperadilan sudah secara definitif, dan oleh karena itu tidak bisa ditafsirkan lagi lain daripada yang sudah disebutkan Pasal 77 KUHAP, bahwa penetapan status tersangka bukan merupakan obyek hukum acara praperadilan. Bahkan yurisprudensinya pun sudah ada, yang intinya menyatakan penetapan seseorang sebagai tersangka bukan obyek dari praperadilan.   Tetapi kenapa, tetap digelar sidang peradilan itu? Sudah begitu, kenapa pula hakim tunggal yang menyidangkan gugatan tersebut adalah hakim Sarpin Rizaldi yang tidak punya rekam jejak negatif? (baca artikel Peringatan kepada Hakim Praperadilan Budi Gunawan).

Sikap Jokowi yang terus mengulur-ulur waktunya, dengan jurus mengelak “secepatnya” itu jelas bukan sikap seorang Presiden yang taat hukum, tetapi lebih tepat taat penyimpangan hukum, atau lebih pas lagi taat kepada para pembeking Budi GUnawan, yang dipimpin oleh Megawati.

Kontroversi hukum dalam gugatan praperadilan Budi Gunawan itu seharusnya tidak mempengaruhi seorang presiden yang sungguh-sungguh taat hukum, karena presiden yang sungguh-sungguh taat hukum adalah ia yang benar-benar menggunakan hak prerogatifnya yang diatur di dalam Konstitusi. Di dalam peraturan perundang-undangan mana pun tidak ada satu pun ketentuan yang mengatakan untuk menentukan seorang calon Kapolri, presiden harus menunggu proses hukum (praperadilan) terhadap calon tersebut.

Hanya presiden yang lebih taat kepada partai politik dan para elite politik pendukungnya ketimbang kepada Konstitusi dan rakyatnyalah yang punya alasan seperti yang dikemukakan Jokowi sekarang.

Masalah calon Kapolri Budi Gunawan ini sebenarnya tidak perlu menjadi sedemikian parahnya sampai KPK pun sekarat, seandai sedari awal Presiden Jokowi sudah berani bersikap tegas dengan membatalkan pencalonan Budi Gunawan begitu ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, sebagaimana pernah diputuskan Presiden SBY ketika tiga menterinya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Tetapi karena rupanya Jokowi adalah presiden yang lebih taat kepada partai politiknya dan tokoh yang dihormatinya, maka jadilah seperti sekarang ini. Hal yang gampang diatasi menjadi sedemikian rumit, ruwet, kacau, lama, bertele-tele, dan seterusnya.

“Secepatnya, tetapi ini perlu kalkulasi, perlu perhitungan yang betul-betul matang,” kata Presiden Jokowi untuk menggambarkan kepada kita betapa ruwet, pelik, dan kompleksnya hanya untuk memutuskan pembatalan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.

Sebaliknya, ketika dia memutuskan untuk memberhentikan (dengan hormat) Jenderal Sutarman sebagai Kapolri, begitu tiba-tiba dan cepatnya luar biasa, padahal masa jabatan Sutarman sebagai Kapolri itu baru berakhir pada Oktober 2015 mendatang.

Untuk memberhentikan seorang Kapolri, Jokowi bisa bertindak sedemikian tegas dan cepat, tetapi aneh tapi nyata, untuk membatalkan seorang calon Kapolri saja lamanya bukan main, ruwet, dan rumit bukan kepalang.

Dengan demikian, maka kita bisa menilai, ternyata Presiden Jokowi memang punya kelebihan dibandingkan dengan Presiden SBY. Apakah kelebihan Jokowi itu dibandingkan dengan Presiden SBY itu?

Kelebihan Jokowi daripada SBY adalah  Jokowi lebih buruk daripada SBY!. ***



Artikel terkait:

Jika BG Tidak Tersangka, Apakah KPK Juga Tidak "Dihabisi"? Bagian pertama, kedua, dan ketiga

Peringatan kepada Hakim Praperadilan Budi Gunawan

Ketika JK Berhadapan dengan KPK, Membela Budi Gunawan

Siapa di Belakang Praperadilkan KPK?

Presiden Super Sakti

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun