Mohon tunggu...
Daniel Hermawan
Daniel Hermawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Blogger yang berusaha memberikan inspirasi di setiap tulisannya bagi pencerahan paradigma dan kemajuan bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berawal dari Kepedulian Selamatkan Citarum

4 Mei 2011   15:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:05 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Layaknya sungai yang menjadi tempat lahirnya peradaban dunia, seperti Sungai Nil di Mesir, Sungai Gangga di India, dan sungai-sungai vital lainnya, Citarum juga memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam perkembangan peradaban di Indonesia. Dengan panjang sekitar 269 kilometer, Citarum mengaliri Pulau Jawa dan Bali untuk berbagai keperluan. Mengairi area pertanian dan perikanan, memasok air untuk industri, serta menyuplai bahan baku air minum, khususnya bagi 80 persen warga DKI Jakarta. Fungsi ini membuat Citarum menjadi salah satu sungai yang memiliki tingkat vitalitas tertinggi di Indonesia.

Tak hanya memiliki fungsi dan peran yang strategis, Citarum juga menjadi saksi bisu sejarah dalam cita-cita kemerdekaan Indonesia. Rengasdengklok, di mana Soekarno dan Hatta merumuskan naskah proklamasi adalah kota kecil yang dialiri Sungai Citarum. Citarum telah menjadi sungai yang mengalirkan dan mewujudnyatakan kemerdekaan Indonesia. Tak hanya itu, Citarum juga menjadi benteng alamiah dari serbuan musuh yang datang dari arah Jakarta. Begitu banyak fungsi dan peran yang dimiliki Citarum.

Sayangnya, Citarum kini mengalami degradasi kualitas dan kuantitas sumber air yang dimilikinya. Tingginya kandungan zat kimia Zn (seng), Fe (logam), NH3-N, NO2-N (nitrogen), H2S, Mn (mangan), biochemical oxygen demand (BOD), COD, dan zat kimia lainnya yang melebihi ambang baku mutu membuat Citarum tidak dapat lagi melakukan fungsinya seperti semula. Hal ini diakibatkan karena adanya pembuangan limbah industri yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan.

Masyarakat pun turut berkontribusi dalam pencemaran Sungai Citarum. Pembuangan limbah kotoran sapi ke air Citarum membuat kandungan senyawa organik H2S dan COD meningkat secara signifikan. Fenomena ini juga diikuti terjadinya pelumpuran dan pendangkalan yang hebat secara terus menerus yang mengakibatkan sedimentasi. Akibatnya, kerusakan Sungai Citarum pun tidak dapat dihindarkan lagi.

Padahal, Citarum memiliki fungsi yang sangat vital dalam menunjang kehidupan masyarakat di Pulau Jawa. Sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat ini digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik tenaga air (PLTA) di Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Jatiluhur. Ketiga PLTA inilah yang memasok listrik untuk jaringan interkoneksi Pulau Jawa-Bali. Sungai Citarum juga digunakan untuk perikanan dan irigasi di 420.000 hektar lahan pertanian di Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Cianjur, Karawang, Subang, dan Indramayu. Ketidaksadaran masyarakat dan ketidakpedulian pemerintah membuat sungai terpenting di Pulau Jawa ini mengalami kerusakan parah dan terancam tidak dapat digunakan lagi seperti sediakala.

Kerusakan yang dialami Citarum ini membuat banyak ikan dan udang dari sektor perikanan di Pulau Jawa mati. Belum lagi kualitas air yang tidak layak mengakibatkan pengurangan sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sungai yang memiliki luas daerah sekitar 6.614 km ini juga seringkali memicu terjadinya banjir karena sedimentasi yang terjadi. Alhasil, perilaku masyarakat yang tidak menghargai dan melestarikan Sungai Citarum menjadi bumerang tersendiri dengan datangnya banjir dari Citarum.

Refleksi

Banyak orang mengatakan rasa cinta tanah air itu diwujudnyatakan dengan mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional dengan prestasi dan perolehan medali. Tentu pemahaman itu tidak salah, hanya saja sangat sempit. Rasa cinta tanah air itu seharusnya diwujudnyatakan lewat kecintaan terhadap kondisi bangsa kita terlebih dahulu. Rasanya miris melihat banyak anak bangsa kita yang memenangkan olimpiade Fisika di kancah internasional, sementara di dalam negeri sendiri terdapat sungai vital bernama Citarum yang kini mengalami kerusakan parah.

Di samping itu, rasa kecintaan masyarakat terhadap tanah air juga mulai memudar dewasa ini. Masyarakat seolah tak peduli dan cuek terhadap kerusakan yang terjadi pada Citarum. Mereka tetap menjadikan Citarum sebagai tempat pembuangan limbah peternakan, pertanian, industri, dan rumah tangga. Bahkan ada juga yang menjadikan Citarum sebagai tempat mandi, cuci, dan kakus (MCK) tanpa memperhatikan aspek lingkungan dan higienitas. Akibatnya, penurunan kualitas Citarum pun terus terjadi secara signifikan. Ujung-ujungnya, banyak masyarakat yang terkena penyakit diare, muntaber, dan penyakit seputar pencernaan lainnya karena perilaku mereka sendiri.

Pemerintah pun seolah tampak tak peduli terhadap kerusakan Citarum yang terjadi. Pemerintah seolah lebih sibuk dengan kasus Gayus Tambunan, Inong Malinda, studi banding ke luar negeri, dan lain sebagainya dibandingkan mengurusi kerusakan Citarum yang sudah semakin parah. Hingga saat ini, pemerintah hanya sebatas menghimbau masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan tanpa memberikan solusi yang konkret. Akibatnya, kerusakan Citarum tetap berjalan tanpa adanya penanganan yang nyata dari pemerintah.
Dalam hal ini, masyarakat dan pemerintah sama-sama memiliki andil yang besar dalam memulihkan kembali citra Citarum dan fungsinya. Sebagai masyarakat yang tinggal di wilayah Citarum, maka kita harus sadar bahwa menjaga Citarum ibarat menjaga kelangsungan hidup kita dari kepunahan. Citarum adalah pusat dari pemenuhan kebutuhan kehidupan kita sehari-hari layaknya darah yang mengalir dalam tubuh kita. Apa jadinya jika kelak Citarum yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan sehari-hari ini tidak dapat lagi digunakan? Tentu kita akan merasakan dampaknya, bukan?

Rasanya bukan lagi saatnya bagi kita untuk berlaku cuek dan tidak peduli terhadap kerusakan Citarum. Sebagai orang yang paling dekat dan mengenal Citarum secara intens, mulailah untuk memperlakukan Citarum sebagai anak kita sendiri. Bagaimana kita mempedulikan, menjaga, dan merawat anak kita untuk menjadi seseorang yang berguna kelak di masa mendatang? Pola pikir inilah yang seyogianya diadaptasi dan diimplementasikan dalam menjaga dan merawat kerusakan Citarum. Jika kita ingin Citarum berguna bagi kita, maka kita harus memperlakukan Citarum sebagai sungai yang berguna.

Kita juga harus sadar bahwa perilaku membuang limbah sapi, rumah tangga, dan pabrik ke sungai adalah hal yang salah dan sangat merusak kebersihan Citarum. Maka dari itu, hentikan kebiasaan itu dari sekarang. Jangan sampai kita hanya bisa menyalahkan pemerintah karena tidak becus menangani kerusakan sungai, sementara di sisi lain kita masih saja melakukan kebiasaan buruk yang sama. Sebagai masyarakat yang menumpang hidup dari aliran Sungai Citarum, kita setidaknya harus tahu diri bahwa Citarum adalah oksigen dan nafas kehidupan yang menunjang kita untuk tetap hidup. Maka dari itu, kita harus berusaha untuk menjaga dan melestarikannya dengan sebaik mungkin.

Mengingat bahwa Citarum adalah saksi bisu sejarah juga dapat kita jadikan sebagai bingkai kenangan untuk mengingatkan kita bahwa kita harus berterima kasih pada Citarum. Citarum telah menghantarkan bangsa kita menuju cita-citanya untuk merdeka. Tentu dengan kesadaran ini pula kita menyadari bahwa merusak Citarum sama halnya dengan merusak sejarah yang telah dibangun bapak pendiri bangsa kita. Kita akan menjadi orang yang tidak tahu terima kasih. Pemahaman ini tentu akan menghindarkan kita dari niat untuk mengeksploitasi dan merusak Citarum secara terus menerus.

Pemerintah pun harus berperan aktif dalam memulihkan Citarum. Sebagai pemegang amanah rakyat, maka pengalokasikan APBN negara untuk revitalisasi Sungai Citarum adalah kewajiban yang harus dilakukan. Dalam hal ini, Kementerian Lingkungan Hidup yang digawangi oleh Prof. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta, MS harus memberikan solusi aplikatif dalam upaya penyelamatan Citarum.

Pemerintah bisa menugaskan para ahli Kimia dan lingkungan untuk melakukan penelitian dan mencari solusi ilmiah dalam mengatasi kerusakan yang terjadi. Penulis yakin perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada saat ini mampu mengatasi persoalan yang sedang Citarum hadapi. Di samping itu, perlunya penyuluhan, seminar, dan pengenalan akan jenis-jenis limbah yang dapat dan tidak dapat dibuang ke Citarum juga wajib disosialisasikan oleh pemerintah dalam mencegah ketidaktahuan masyarakat akan dampak dari pembuangan limbah yang dilakukan.

Penutup
Pada akhirnya, menyelamatkan Citarum bukanlah utopia belaka. Menyelamatkan Citarum adalah soal peduli atau tidaknya diri kita terhadap keberlangsungan fungsi Citarum bagi bangsa ini. Rasanya tak penting untuk mengetahui siapa kambing hitam dari kerusakan Citarum. Yang terpenting saat ini untuk dilakukan adalah maukah kita bertindak untuk menjaga dan memulihkan Citarum seperti sediakala? Maukah kita menjaga saksi bisu sejarah ini tetap berseri dan mampu melakukan fungsi dan perannya dengan baik? Hanya kita sendiri yang dapat menjawabnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun