Mohon tunggu...
Daniel Frierido
Daniel Frierido Mohon Tunggu... wiraswasta -

kopi hitam

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Kita Gemar “Merujak” Bahasa Indonesia

5 September 2012   17:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:52 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sekolah, siswa sudah akrab mendengar ujaran: "AKU CINTA BAHASA INDONESIA". Namun, bagi mahasiswa mungkin hanya di Jurusan Bahasa Indonesia saja. Kata cinta merupakan inti dari ujaran tersebut karena berperan sebagai kata kerja serta menjadi aplikasi dari ujaran tersebut. Aplikasi yang dimaksud adalah perihal kebenaran cinta tersebut. Apakah benar kita cinta Bahasa Indonesia? Pertanyaan tersebut mungkin dapat kita jawab dengan memperhatikan buah cinta terhadap Bahasa Indonesia. Buah cinta terhadap Bahasa Indonesia lebih kepada penerapan kita dalam menggunakan Bahasa Indonesia. Penggunaan yang dimaksud mencakup keterampilan menulis dan berbicara. Namun, dalam penggunaannya saat ini sering terjadi percampuran Bahasa Indonesia dengan bahasa asing dalam satu konteks situasi, terutama Bahasa Inggris. Contoh kecil dapat dilihat pada jalanan di Jakarta, yakni saya sebutkan jalur transjakarta. Pada jalur Transjakarta sering terdapat bentuk kalimat: HATI-HATI BUSWAY. Kata "busway" jelas merupakan bahasa asing (Inggris). Penggunaan kata "busway" perlu dipertanyakan karena adanya kata "hati-hati" sebelumnya yang memiliki arti berbeda. "Busway" merupakan kata majemuk bahasa inggris, yakni bus (bis) + way (jalan). Artinya, kenapa tidak dituliskan dengan menggunakan Bahasa Indonesia secara keseluruhan?, yakni: HATI-HATI JALUR BIS atau HATI-HATI JALUR TRANS JAKARTA. Jika memang kata TRANS JAKARTA TERLALU PANJANG, bukankah masih bisa dengan menggunakan akronim TJ?, sehingga menjadi HATI-HATI JALUR TJ. Hal ini mengingat penggunaannya masih di Indonesia. Hadirnya kata "busway" tidak terlepas dengan pengadaan TRANS JAKARTA. Pertanyaan yang penting lebih ditujukan kepada Pemda DKI selaku penggerak transportasi TRANS JAKARTA. Pertanyaan yang dimaksud adalah peran mereka dalam pembinaan buah cinta terhadap Bahasa Indonesia. Implikasi dari "busway" adalah minimnya penggunaan kata "Transjakarta" sehingga pernyataan-pernyataan: "Lagi dibusway gue, naik busway gue, dll" sungguh sering ditemukan. Kasus lain yang sangat sering "merujak" bahasa Indonesia adalah media promsi, salah satunya iklan. Dunia ini paling suka dengan "rujak" bahasa. Iklan terbaru yang "merujak" bahasa Indonesia adalah 3 (Three) dengan bentuk bahasa inggris: always on dan think again. Bentuk ini tidak masalah jika digunakan dalam Bahasa Inggris secara keseluruhuan dan merupakan iklan internasional. Namun, secara keseluruhan iklan ini memiliki dialog-dialog bahasa Indonesia yang memiliki konteks situasi "kebebasan" dengan menganologikan paket baru (Internet Three). Berhubunagn dengan always on yang dijadikan sebagai nama paket internet Three yang baru mungkin bukan hak kita untuk mencampuri nama paket Three, akan tetapi bentuk think again adalah tingkah merujak Bahasa Indonesia. Think again seharusnya dituliskan dengan bentuk "pikirkan lagi" karena bukan sebuah paket Three melainkan hanya unsur naskah iklan. Media promosi yang sering "merjuak" Bahasa Indonesia adalah pamflet yang lahir lewat mahasiswa/pelajar. Bentuk-bentuk: let's Join, open recruitment yang tertera dengan huruf kapital yang ditebalkan "dirujak" dengan bahasa indonesia. Tidak masalah menggunakan Bahasa Inggris, namun ada baiknya menggunakannya jangan dengan "merujak" kedua bahasa. Lebih baik menggunakan Bahasa Inggris secara keseluruhan atau Bahasa Indonesia. Namun,  masalah besar jika pamflet "rujak" Bahasa Indonesia ditulis oleh mahasiswa Bahasa Indonesia. Bukanlah salah untuk menggunakan bahasa asing, namun penggunaan sesuai konteks situasi dan tanpa "merujak" dengan bahasa Indonesia haruslah dimaksimalkan. Bukan juga berarti kita dendam dengan bahasa asing atau inggris hingga kita menerjemahkan secara keseluruhan ke dalam Bahasa Indonesia. Artinya, jika sebuah produk yang menggunakan kata bahasa inggris, bukanlah hak kita menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia. Salah satu contohnya dalah magnum gold, bukan hak kita menerjemahkan kata gold menjadi emas atau paket internet Three always on. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa ujaran "AKU CINTA BAHASA INDONESIA" hanyalah ujaran semata yang tanpa aplikasi karena sadar atau tidak sadar kita lebih memiliki buah cinta terhadap bahasa Indonesia yang "dirujak" dengan bahasa asing. Buah cinta itu hadir, karena kita menganggap kata yang berasal dari Bahasa asing tersebut memiliki nilai rasa yang tinggi dan nilai jual yang tinggi. Nilai rasa yang tinggi inilah yang secara tidak sadar telah merusak buah cinta kita terhadap Bahasa Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun