Mohon tunggu...
Daniel Deon
Daniel Deon Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Universitas Siber Asia

Mahasiswa S1 Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jaga Digitalisasi Demokrasi Indonesia agar Tidak Tertinggal

15 Februari 2024   16:36 Diperbarui: 15 Februari 2024   16:36 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Teknologi digital sangat penting dalam memudahkan masyarakat untuk terlibat dalam politik dan mengubah cara masyarakat berbicara tentang politik di Indonesia. Namun, masih banyak yang harus dilakukan untuk menghentikan perkataan yang merugikan dan informasi palsu serta melindungi demokrasi.

Mulai dari peran internet dalam reformasi Indonesia di akhir tahun 1990an hingga maraknya berita palsu di media sosial saat ini, teknologi digital selalu menjadi bagian dari kehidupan politik di Indonesia. Saat Indonesia bersiap-siap menyambut pemilihan presiden tahun 2024, inilah saat yang tepat untuk memikirkan bagaimana media sosial telah mengubah demokrasi di negara ini dan bagaimana media sosial dapat menjaga demokrasi yang "digital" agar tidak berantakan.

Teknologi digital sangat penting dalam memudahkan masyarakat untuk terlibat dalam politik dan mengubah cara masyarakat berbicara tentang politik di Indonesia, khususnya generasi muda. Presiden Joko Widodo, lebih dikenal sebagai Jokowi, adalah salah satu pemimpin politik pertama yang berhasil menggunakan media sosial untuk berkampanye selama pemilu. Pemilihan gubernur Jakarta tahun 2012 terjadi pada saat yang sama ketika jumlah orang yang menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter (sekarang X), dan YouTube sedang melonjak. Jokowi menjadi tenar seantero Indonesia setelah ia menang.

Media sosial telah memudahkan orang-orang biasa seperti Jokowi untuk menjadi berkuasa dan orang-orang biasa untuk menyelenggarakan lebih banyak acara sosial, politik, dan ekonomi, namun media sosial juga membawa banyak masalah.

Karena popularitas media sosial dan ketatnya pemilu, kampanye tidak hanya sekedar menyampaikan pesan positif atau negatif, namun juga menyoroti kualitas baik kandidat atau menyerang kelemahan lawannya. Sejak pemilu tahun 2012, berita palsu telah menyebar dengan cepat di media sosial, penuh dengan cerita-cerita buruk tentang pekerjaan dan kehidupan pribadi anggota parlemen, yang sebagian besar tidak benar.

Para pembuat undang-undang harus menemukan cara untuk melindungi kebebasan berpendapat, mendorong masyarakat untuk terlibat dalam komunitasnya, dan berhenti menyebarkan informasi palsu.

Tiga efek penting perlu perhatian penuh bangsa Indonesia adalah;

Pertama, menggunakan agama dan ras sebagai alasan untuk selalu bertengkar---juga dikenal sebagai penyalahgunaan "kebebasan untuk membenci"---telah merugikan demokrasi Indonesia karena mempersulit masyarakat untuk saling percaya dan bekerja sama. "Keyakinan selektif" adalah cara lain disinformasi yang memperburuk polarisasi. Pemilih lebih cenderung menerima informasi yang merugikan lawannya dibandingkan informasi yang merugikan kandidat favoritnya.

Kedua, kerja para "buzzer" politik atau akun rahasia palsu para influencer, terus dilakukan setelah pemilu, terutama untuk membersihkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak disukai masyarakat. Dalam kasus ini, pihak yang memproklamirkan diri sebagai "buzzers" Istana (juga dikenal sebagai Buzzers Istana) mendukung keyakinan kontroversial pemerintah bahwa kelompok radikal telah memasuki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini memberikan hak kepada pemerintah untuk membentuk kelompok untuk memilih pemimpin baru, yang menyebabkan seorang jenderal polisi yang aktif diangkat menjadi ketua KPK, yang bertentangan dengan aturan mengenai konflik kepentingan.

Ketiga, penyebaran informasi palsu menjadi alasan disahkannya beberapa undang-undang yang mengatur konten online, seperti undang-undang fitnah baru KUHP 2022 yang lebih kuat, yang berdampak baik dan buruk. Pemerintah telah menyiapkan cara untuk menangani berita palsu dan meluncurkan situs web di mana masyarakat dapat melaporkan dan memeriksa berita palsu yang mereka pikir telah mereka lihat. Undang-undang dan upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk melawan misinformasi memang sangat membantu, namun hal tersebut dapat digunakan sebagai "alat penindasan" terhadap mereka yang tidak setuju dengan pemerintah, dengan menyebut komentar mereka sebagai "berita palsu" dan menjadikannya ilegal.

Oleh karena itu, anggota parlemen harus menemukan cara untuk mendorong masyarakat agar terlibat dalam komunitasnya sekaligus mendukung kebebasan berpendapat dan mencegah informasi palsu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun