Namun, saya juga menyadari bahwa, ada beberapa sikap yang sebetulnya membuat saya sedih dan kurang nyaman. Dimana budaya patriarki di dalam anak-anak punk ini sangat kuat sekali.
Sangat kental, dan juga ada candaan candaan yang menyinggung serta juga kentalnya catcalling, yang sebetulnya saya ingin sekali menegur tapi saya tidak tau dari mana, karena ada perasaan takut dan segan untuk menyinggung.
Seperti “ai lalaki mah kudu bobogohana jeung awewe, lain jeung lalaki deui” ini sangat menyinggung teman teman LGBTQI+, yang dimana sebetulnya saya sendiri fokus menyerukan ideologis feminis, mengenai kesetaraan gender.
Kemudian juga, bagaimana ada yang beberapa bercanda dengan perempuan yang lewat seperti “neng kadieu heula atuh neng” jujur itu membuat tidak nyaman juga. Sedih namun tidak bisa apa-apa itulah yang dirasakan.
Kehidupan mereka sebetulnya merupakan suatu keunikan, namun mereka menjadi komunitas yang terpinggirkan dari masyarakat karena keunikannya, mereka adalah teman kita, teman yang sedang mencari jati dirinya bahkan mencari sesuap nasi melalui perjalanannya.
Ada baiknya kita sebagai sesame manusia, juga memanusiakan mereka dengan tidak memberi banyak stigma negatif dan memberi kesempatan yang sama bagi mereka untuk mendapat pekerjaan yang layak dan sepadan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H