Tabrak Lari Hukum MenantiÂ
Tabrak lari merupakan istilah yang umumnya digunakan oleh masyarakat Indonesia bilamana menemukan suatu peristiwa tabrakan atau kecelakaan dan korban kejadian tersebut ditinggalkan oleh penabraknya. Pelaku tabrak lari tidak begitu saja lepas dari jeratan hukum. Akibat kelalaiannya, pelaku tabrak lari dinilai dapat membuat korban mengalami kondisi yang fatal. Selain bisa memperoleh luka parah, korban tabrak lari juga dapat kehilangan nyawanya.Â
Apa pun kondisi yang dialami korban,Baik Ringan ataupun berat sekalipun, tabrak lari bukan tindakan yang dibenarkan di mata hukum. Dalam Pasal 312 Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menjelaskan perihal tabrak lari. "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah)" . Sedangkan, jeratan hukum bagi pelaku tabrak lari dalam undang-undang yang sama dalam pasal 312 disebutkan, bahwa pelaku tabrak lari bisa dijerat dengan hukuman ancaman penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 75.000.000.Â
Selain itu, dalam UU ini terdapat aturan bagi yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas yang tertera dalam Pasal 231. Selain ancaman penjara dan pencabutan SIM seumur hidup, kendaraan yang digunakan pelaku juga diblokir, hal ini tertulis dalam Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor pasal 87 ayat 5. Kemudian mengingat kerugian yang diderita oleh korban tabrak lari timbul akibat terjadinya peristiwa kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh adanya perbuatan melanggar hukum, maka pelaku tabrak lari wajib mengganti kerugian, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1365 KUHPER.Â
UU LLAJ juga mengatur mengenai pemberian ganti rugi, yakni apabila korban kecelakaan lalu lintas meninggal dunia, pengemudi, pemilik, dan/atau perusahaan angkutan umum memberikan ganti kerugian wajib kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman. Besaran biaya ganti rugi dapat ditentukan berdasarkan putusan pengadilan atau dapat juga dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat dengan catatan kerugian tersebut terjadi pada kecelakaan lalu lintas ringan.Â
Dan Pasal 87 ayat 5 juga menjelaskan bahwa kendaraan yang terlibat kecelakaan lalu lintas dan melarikan diri pun akan terkena pemblokiran data STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan). Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan Bahwa UU yang mengatur tentang Tabrak Lari harus lebih diterapkan bagi siapapun yang melanggar, agar dapat meminimalisir angka dari kasus Tabrak Lari sendiri, serta perlunya pembenahan untuk sumber daya manusia yang bertugas (Baik pemerintah maupun aparatnya sekalipun).
Pembuatan artikel ini untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Metode Penelitian Hukum. mahasiswa program studi ilmu hukum srata 1 fakultas hukum universitas pamulang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H