Masalah intoleransi masih beberapa kali terjadi di masyarakat kita. Mulai dari masalah tentang penolakan di lingkungan masyarakat, seperti yang pernah terjadi di Dukun Karet, Bantul. Ketika di sana ada aturan yang dibuat oleh para warga menolak pendatang yang berkeyakinan berbeda dengan masyarakat setempat. Sang pendatang tidak terima hingga akhirnya Sultan Hamengkubuwana X sendiri juga sempat turun tangan.
Yang juga cukup miris adalah munculnya masalah-masalah intoleransi di lingkungan sekolah. Pada beberapa kasus, bibit-bibit intoleransi ini malah "ditanam"di sekolah oleh para guru. Para guru seharusnya dapat menjadi panutan tentang bagaimana hidup berbangsa yang benar yang dijiwai oleh semangat pancasilais.
Di SMKN 2 Padang, pernah kepala sekolahnya mewajibkan semua siswi memakai jilbab padahal siswi-siswi di sekolah itu berkeyakinan pada beberapa agama. Lalu di SMKN 58 Ciracas, Jakarta Timur dan SMAN 6 Depok terjadi intervensi guru dalam pemilihan ketua OSIS.
Tindakan intoleransi yang berusaha memberlakukan lingkungan belajar yang homogen adalah tindakan yang kurang pas. Sekolah semestinya menjadi laboratorium persiapan bagi para siswa untuk bisa hidup dalam masyarakat yang sangat beragam (Anita Lie, 2021).
Sebenarnya bila dilihat dari sudut pandang yang positif, sekolah dapat juga menjadi tempat yang cukup efektif dalam menumbuhkan rasa kebangsaan dan toleransi. Toleransi pada generasi muda adalah penting untuk menangkal berbagai ajakan untuk hidup dalam jiwa politik identitas.
Praktik politik identitas di masyarakat harus terus ditekan sekecil mungkin dalam pesta pemilihan umum 2024. Taruhannya adalah pada nasib bangsa ini ke depannya. Bangsa ini benar-benar memerlukan sosok pemimpin baru yang mampu menahkodai bangsa ini di tengah dunia yang semakin tidak mudah. Masih ada banyak PR yang harus dihadapi oleh sang pemimpin baru. Pemimpin baru kita harus mampu untuk meneruskan program penguatan perekonomian, kesehatan, hubungan internasional, pendidikan, rasa kebangsaan masyarakat dan kesejahteraan sosial.
Kita memerlukan pemimpin yang berintegritas untuk itu. Maka hendaklah kita melihat para calon pemimpin bukan dari latar belakang atau asal usulnya tetapi dari integritas dan program-programnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H