Mohon tunggu...
dania Salsabella
dania Salsabella Mohon Tunggu... Guru - Guru Bimbingan dan Konseling

Saya menyukai membaca dan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perilaku Asertif Pada Generasi Milenial

28 Oktober 2023   19:57 Diperbarui: 28 Oktober 2023   20:12 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Studi Literatur : Perilaku Asertif Pada Generasi Milenial 

Abstrak

Perilaku asertif generasi milenial dalam perspektif psikologi Islam, dengan menggunakan pendekatan studi pustaka. Adapun data yang diperoleh bersumber dari buku-buku dan artikel jurnal yang terkait dengan perilaku asertif, generasi milenial. Hasil kajian ini menjelaskan Dalam perilaku asertif yang menuntut individu, khususnya generasi milenial saat ini agar tegas menyuarakan keinginan. Hal tersebut meliputi ketegasan sebagai pembelaan atas hak-hak pribadi, ekspresi pikiran, perasaan, dan keyakinan secara langsung, jujur, serta pantas untuk menghormati hak-hak orang lain.

Kata Kunci: Perilaku Asertif, Generasi Milenial

Pendahuluan

Di zaman modern seperti sekarang, banyak orang yang ingin pendapatnya didengar, baik itu sebuah opini, saran, bahkan kritikan dengan tanpa memikirkan perasaan atau tanggapan orang lain. Persoalan yang sering muncul adalah ketika seseorang cenderung tidak membentengi diri dengan perilaku asertif ketika berkomunikasi, di mana perilaku asertif sendiri memiliki arti kemampuan seseorang untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain atau pihak yang dituju, (Dewi & Karlina, 2017) dengan kata lain, ketegasan sebagai pembelaan atas hak-hak pribadi dan ekspresi pikiran, perasaan, dan keyakinan secara langsung, jujur, serta pantas untuk menghormati hak orang lain. (Anastacio & Zelia, 2016) Dalam literatur lain mengatakan bahwa perilaku asertif adalah bagian dari keterampilan sosial. Orang yang asertif merasa nyaman saat mengungkapkan kebutuhannya dan membuat orang lain tetap merasa nyaman. Orang-orang yang asertif juga pada umumnya memiliki kecerdasan emosional yang baik, tahu alasan mengapa menolak atau menerima pernyataan orang lain, serta tahu akibat dan sebab sesuatu yang akan dilakukan. (Sriyanto, Abdulkarim, Zainul, & Maryani, 2014).

Penelitian Johnson menunjukkan bahwa individu yang berperilaku asertif timbul karena adanya kebebasan emosi dan keadaan afektif yang mendukung dengan cara: (1) menyatakan hak-hak pribadi; (2) berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut; (3) melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi, sehingga seseorang tersebut mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya diri, lebih kompeten, dapat diandalkan, (Suryanoto, 2015) lebih mampu bersikap positif, percaya terhadap orang lain, lebih objektif, dan terbuka. Sebaliknya individu yang kurang mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure) atau tidak memiliki kemampuan asertif, maka individu tersebut tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, serta tertutup, (Faisal, 2017) dan akhirnya membuat individu kesulitan beradaptasi dengan dunia luas saat ini, atau yang dikenal dengan dunia modern. Dunia modern saat ini mengharuskan manusia untuk terus mengikuti perkembanganya. Arus globalisasi menyeret setiap orang ke dunia digital, dengan terminologi yang sering disebut virtual. Tidak ada lagi batas waktu, 24 jam nonstop terhubung serta siap dihubungi. Semua serba terkoneksi, global, go internasional, dan instant culture. (Faisal, 2017) Hal tersebut tentu membuat dunia terkesan tanpa batas yang secara langsung maupun tidak langsung cukup berpengaruh terhadap adanya perubahan budaya di era generasi milenial saat ini.

Penelitian Heru Dwi Wahana menunjukka bahwa perubahan budaya tersebut ditandai dengan adanya sifat generasi milenial yang lebih terbuka terhadap berbagai akses informasi yang bersifat lintas batas, cenderung lebih permisif terhadap keanekaragaman, tidak perduli tentang privasi, dan bersedia untuk berbagi rincian intim tentang diri sendiri terhadap orang asing lewat media sosial. (Wahana, 2015) Budaya membuat status merupakan aktivitas sehari-hari di media sosial, seperti di instagram, facebook, tweeter, dan media sosial lainnya. Trend, lifestyle menjadi arah tujuan hidup generasi milenial saat ini agar terlihat tampak dandy (sangat baik) dan serba terkini. Masing-masing individu dengan dunianya sendiri, padahal duduk berdampingan, namun hati, pikiran dan pandangan mata tertuju pada hasil teknologi yang berada di genggaman tangan masingmasing, yaitu berupa ponsel. (Walidah, 2017).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Andreas Rudiwantoro yang menunjukkan bahwa generasi milenial memiliki kebiasan yang cukup khas, yaitu tidak bisa jauh dari gadget. Mulai dari bangun tidur sampai ingin tidur kembali gadget selalu ada di tangan, dan adapun ciri khas lain dari generasi milenial adalah sangat wajib memiliki media sosial. Hampir semua generasi milenial mempunyai akun media sosial, dan dengan akun tersebut, generasi ini dapat dengan mudah menunjukkan jati diri masing-masing kepada orang lain melalui status yang diupload (diungah). (Andreas, 2018) Kini media sosial memiliki andil besar dalam mepermudah manusia untuk bersosialisasi dan berinteraksi, memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain di seluruh dunia, menjalin pertemanan baru, berbisnis, dan bahkan mencari pasangan hidup. (Rafsanjani, 2018) Adapun sisi negatif dari media sosial adalah ketika warganet tidak bisa membedakan mana informasi yang benar dan teruji serta informasi yang tidak benar dan belum diketahui jelas asalnya, sebab saat ini dengan adanya media sosial yang semakin bebas, informasi yang masuk cenderung tidak terkontrol dan langsung diterima oleh masyarakat tanpa melalui proses filterisasi. Akses media sosial yang mudah, menyebabkan mudahnya pula peredaran berita bohong (hoax) di masyarakat. Penelitian Iffah Al Walidah, menunjukkan bahwa berita hoax di media sosial beragam bentuknya; mulai dari aspek pendidikan, kesehatan, politik, serta ujaran kebencian, sehingga mengakibatkan pecahnya persatuan masyarakat yang telah dibangun dengan asas gotong-royong. (Walidah, 2017)

Perkembangan budaya di era generasi milenial saat ini secara langsung maupun tidak langsung tentu cukup berpengaruh terhadap perubahan pola komunikasi dan juga perilaku generasi milenial saat ini. Terlebih, generasi milenial sudah pasti akan terjun ke berbagai bidang kehidupan di masyarakat, akan menghadapi berbagai perubahan dan berbagai macam orang, serta sangat mungkin akan menjadi pemimpin di masyarakat, oleh sebab itu perlu dibentengi dengan perilaku asertif. Bagus Riono sendiri mengatakan bahwa perilaku asertif dalam perpektif psikologi Islam berkaitan erat dengan etika kita ketika seseorang berkomunikasi yaitu ma’ruf (baik), sadida (benar/jujur), karima (mulia), masyura (pantas), layyina (lemah lembut), dan baligha (berbekas/meninggalkan bekas). (Riyono, 2018)

Berdasarkan ulasan di atas, maka tulisan ini bertujuan untuk mengkaji lebih lanjut terkait tentang perilaku asertif pada generasi milenial dengan menggunakan pendekatan studi pustaka (library research). Adapun data yang diperoleh bersumber dari buku-buku dan artikel jurnal yang terkait dengan perilaku asertif pada generasi milenial. Setelah data terkumpul penulis akan melakukan analisis data sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan yang merupakan tujuan dari penulisan artikel ini, yaitu untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang perilaku asertif pada generasi milenial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun