Mohon tunggu...
Dhanny Artu
Dhanny Artu Mohon Tunggu... Penulis - Masyarakat

Hanya warga masyarakat biasa yang sedang mengupayakan diri untuk menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Politik Kita Hari Ini Perlu Dihantam Ikonoklasme

22 Desember 2023   19:23 Diperbarui: 22 Desember 2023   22:59 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://warungarsip.co/

Sebelumnya, para pemimpin di negeri ini dipilih oleh para anggota Majelis Permusyawaran baik melalui musyawarah atau pungutan suara. Pemilihan langsung ini merupakan salah satu bentuk transisi menuju demokrasi hasil perubahan fundamental yang telah dilakukan melalui amandemen undang-undang dasar.

Sumber: datatempo.co
Sumber: datatempo.co

Kala itu terdapat 5 pasang calon presiden dan wakilnya. Pemilihan berjalan dalam 2 putaran di mana situasi berakhir dengan seorang mantan jenderal 'mediocre' keluar sebagai menang. Ia menumbangkan seorang yang digelar bapak reformasi dan tiga orang mantan atasannya, presiden dan wakil presiden petahana, serta bekas panglimanya dulu sewaktu aktif di militer. 

Hasil ini jauh berbeda dari banyak tebakan, berbagai survei pun digelar. Lain dari yang lain, survei-survei ini digelar pasca pemilihan untuk menjajaki alasan para pemilih. Hasilnya menyimpulkan bahwa kemenangan ini turut dipengaruhi oleh persepsi publik yang tercipta saat masa pemilihan. 

Ikonografi politik kita hari ini

Cerita tersebut berlanjut hingga ke hari ini. Dari fase ini terjadi penyusunan kultur yang turut membentuk corak demokrasi kita di hari ini. Politisi mulai berlomba untuk memoles citra mereka di depan para masyarakat untuk mendulang persepsi positif. Tentu tujuan mereka adalah suara pada setiap diadakan pemilihan.

Untuk itu berbagai cara mereka tempuh mulai dari hal-hal sederhana dengan menampilkan kepribadian mereka yang mudah diterima dan berhubungan erat dengan masyarakat seperti kebersahajaan, menonjolkan populisme, dan sikap anti borjuisme.

Namun berbeda dengan politisi dengan level kawakan yang sudah memiliki basis pendukung tetap, mereka akan konsisten menonjolkan citra dirinya sebagai representasi basis yang menjadi konstituennya tersebut.

Basis pendukung tetap ini terdiri dari kelompok-kelompok pengikut berbagai ideologi politik. Keterikatan sebuah kelompok dengan paham ideologi yang mereka ikuti disebut dengan Tribalisme politik. Dalam dunia politik hal ini adalah suatu hal yang lumrah. Malangnya, basis pendukung tersebut terkadang berafiliasi dengan SARA dan kelompok sensitif tertentu.

Politisi akan cenderung menikmati karakteristik pendukung seperti ini yang gemar membawa hubungan batin dengan para pemain politik seperti mereka dalam alam sosial dengan latar belakang budaya sehingga wilayah personal atau sosok pribadi lebih digemari ketimbang content politisi itu sendiri. 

Sejatinya jika terjadi pertemuan derby para politisi kawakan dalam sebuah kontestasi seperti pemilihan umum terjadi kompetisi tribalisme yakni senggolan antar basis ideologi, mudahnya dibagi menjadi kelompok 'kanan', 'tengah', dan 'kiri'. 

Namun sayang karena kadang terbangun afiliasi dengan kelompok sensitif maka tribalisme yang asalnya berdasarkan ideologi dapat dipelintir menjadi pertarungan berdasarkan kelompok masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun