Mohon tunggu...
Dhanny Artu
Dhanny Artu Mohon Tunggu... Penulis - Masyarakat

Hanya warga masyarakat biasa yang sedang mengupayakan diri untuk menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Politik Kita Hari Ini Perlu Dihantam Ikonoklasme

22 Desember 2023   19:23 Diperbarui: 22 Desember 2023   22:59 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini secara perlahan menjadi katalis yang membuat hubungan antara keuskupan Roma dan patriarkat Konstantinopel memburuk dan puncaknya ketika kelak putra Leo III, kaisar Konstantinus V melepaskan yurisdiksi gerejawi Roma atas Balkan dan memberikannya kepada Patriarkat Konstantinopel. 

Akibatnya, Roma kehilangan kendali agama atas Balkan, kecuali di pantai baratnya. Akhirnya bukan hanya kekaisaran, gereja pun menjadi terpecah antara Barat dan Timur. 

Ikonoklasme baru reda pada tahun 843 saat masa pemerintahan kaisar Mikhael III yang masih kecil lewat tangan ibunya yang menjadi wali kekaisaran, ibu suri Theodora yang memproklamirkan berakhirnya pelarangan terakhir terhadap praktik ikonografi, dan Bizantium kembali melakukan pemujaan ikon. Namun, hubungan Gereja Barat dan Timur tak lagi bisa menyatu.

Nusantara sebagai konsumen ikonografi

Tak jauh dari masa tersebut, jauh di belahan timur dunia terdapat sebuah gugus kepulauan di mana telah berdiri sebuah peradaban panjang dari rangkaian kerajaan yang kelak dikenal dengan kepulauan Nusantara. Nusantara sudah lama mengenal ikonografi dan memang menggunakannya sebagai sarana pemujaan dan hal spiritual lain seperti jimat keberuntungan serta tolak bala. 

Kelak para padri dari Timur Tengah masuk dan menyebarkan ajaran kepercayaan yang baru bagi orang Nusantara. Ajaran tersebut sebetulnya juga tidak memperkenankan pemujaan dan kepercayaan apapun terhadap objek benda mati dengan dalih apapun. Berbeda dengan para kaisar ikonoklast di Bizantium, para padri ini menggunakan pendekatan yang lebih halus dengan mengalihkan penggunaan objek ikon menjadi sarana menyampaikan dakwah dan kisah-kisah para orang suci terdahulu. 

Penyampaiannya pun juga disertai nilai-nilai kearifan lokal. Lama-kelamaan ajaran tersebut dianut oleh kebanyakan masyarakat lewat cara lembut penyebarannya kala itu. Walapun begitu, kebiasaan klenik masyarakat memang tak bisa hilang begitu saja karena Nusantara masih terjebak di dalam sistem yang dijalankan oleh hampir seluruh masyarakat dunia pada masa tersebut hingga akhir abad ke 20, struktur feodalisme dengan strata sosial dan keistimewaan yang didasarkan pada keturunan dan tingkatannya. 

Setiap keluarga bangsawan memiliki pengikut dari kalangan yang berada di bawahnya yang mana kesetiaan kadang kala dibangun lewat cerita-cerita mistis. Kepercayaan klenik yang awalnya dipercaya ada pada objek benda mati beralih pada sosok pemimpin, bukan bermaksud dipuja tapi dianggap memiliki kekuatan supranatural sehingga dikatakan layak untuk memimpin karena kekuatannya.

Sumber: Perpusnas.go.id
Sumber: Perpusnas.go.id

Zaman berganti dengan masuknya penjajahan diikuti perjuangan kemerdekaan di mana suasana mendadak menjadi egaliter, semua menjadi setara yang mana baik bangsawan, rakyat jelata berada di meja perundingan dan medan perang yang sama. Akhirnya kemerdekaan Nusantara tercapai sepenuhnya dan sekarang dikenali sebagai Indonesia.

Ikonografi dalam penjelmaan modern

Sebagai sebuah negara berdaulat yang baru berdiri seumur jagung, terjadi banyak ketidakstabilan politik di dalam negeri hingga pada akhirnya melalui sebuah langkah drastis, pemimpin kala itu mengkonsolidasi seluruh kekuatan berada dalam kekuasaannya, yang dipandangnya sebagai bagian dari upaya menjaga kestabilan. 

Sumber: Anonim
Sumber: Anonim

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun