Mohon tunggu...
Dania Ramadhan
Dania Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sedang menempuh pendidikan S1 di Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TRITURA: Antara Mahasiswa, Tentara, dan CIA

31 Mei 2022   18:04 Diperbarui: 31 Mei 2022   18:04 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahukah Anda?

Meletusnya peristiwa Gerakan 30 September 1965 menjadi titik balik sekaligus pemicu berakhirnya masa kekuasaan pemerintahan Presiden Soekarno dan bermulanya rezim baru yaitu pemerintahan Orde Baru. Meskipun peristiwa tersebut terjadi 57 tahun yang lalu namun penulisan sejarah kejadian tersebut masih dirasa belum tuntas dan masih menjadi misteri. Berakhirnya singgasana Soekarno saat itu tidak dapat terlepas dari peristiwa yang menewaskan para perwira tinggi TNI-AD yang dikenal loyal terhadap pemerintahan Soekarno namun tidak sejalan dengan ideologi komunis. 

Abdul Mun'im (dalam Muridan S. Widjojo, 1999, hlm. 28-42) menyebutkan bahwa saat terjadinya pertarungan sengit antar para elit politik Orde Lama ini membuat kekuatan terbelah, kekuatan Soekarno yang anti Amerika, kekuatan pro-Barat, kekuatan militer dan komunis. Saat itu pun kekuatan militer terpecah menjadi dua poros yaitu pendukung Soekarno juga pendukung Jenderal Soeharto. Pergolakan politik ini ternyata memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi ekonomi dalam negeri yang kian merosot sehingga pada akhirnya runtutan peristiwa ini bermuara pada peristiwa Gerakan 30 September 1965. 

Mahasiswa yang pada akhirnya terstimulus bersama-sama melakukan gerakan politik dengan tuntutan utama nya adalah pembubaran PKI yang digadang-gadang sebagai dalang dari porak-poranda nya negeri ini saat itu. Mulanya, gerakan mahasiswa ini hanya bersifat kedaerahan dan baru mapan ketika mereka terhimpun ke dalam organisasi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang berdiri di hampir seluruh kota besar di Indonesia. Kemudian pada bulan Juni 1966, mereka berhasil merumuskan konsep yang lebih sistematis dan provokatif sesuai dengan nuansa politik yang disebut dengan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) yang isi tuntutannya yakni bubarkan PKI; retool kabinet Dwikora; dan turunkan harga barang. Meskipun mahasiswa saat itu menegaskan bahwa gerakan tersebut adalah gerakan moral (moral force) dan dibangun semata-mata untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, namun pemerintah saat itu mencurigai adanya andil pihak lain dan gerakan ini ditunggangi oleh kepentingan Amerika melalui CIA. 

Selanjutnya, perjalanan politik di Indonesia saat itu ditandai oleh adanya aliansi antara mahasiswa dengan militer (terutama Angkatan Darat). Melalui doktrin dwi-fungsi ABRI, kekuatan militer kemudian memiliki legitimasi untuk berpartisipasi aktif dalam politik nasional sehingga militer tidak hanya bertugas untuk menjaga kemanan negeri saja tapi juga mengisi peran berbagai bidang kehidupan masyarakat (Usman, S., 1999, hlm. 150-151). Dalam aksi-aksinya, Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) berperan sebagai tim penekan dibantu oleh militer angkatan darat yang merupakan tim kunci dalam dinamika politik Indonesia saat itu sebab keduanya memiliki kesamaan pandangan. Tentara yang tidak bisa melontarkan kritik secara langsung menentang Panglima Tertinggi bekerja sama dengan mahasiswa untuk melancarkan penentangannya. Namun aliansi ini tidak bertahan lama karena pada tahun 1970-an mulai muncul benih-benih perbedaan pandangan yang mencuat ke permukaan. Di satu sisi, pemerintah melalui peningkatan penanaman modal asing dan pemeliharaan stabilitas politik merasa telah sukses memperbaiki kondisi perekonomian negeri yang saat itu sedang porak-poranda dan berhasil menjaga pertumbuhan ekonominya. Namun di sisi lain, pihak mahasiswa merasa bahwa upaya perbaikan dan pertumbuhan ekonomi ini hanyalah semu belaka, apalagi saat itu sedang marak terjadi praktik korupsi dan kesenjangan sosial yang makin menajam. Kesenjangan, ketidakadilan, penderitaan rakyat, korupsi dan manipulasi semacamnya lah yang akhirnya membuat aliansi antara mahasiswa dan militer bubar. 

Di saat masa-masa pergolakan politik terjadi di internal pemerintahan Indonesia, Willem Oltmans (dalam Di Balik Keterlibatan CIA: Bung Karno Dikhianati?, 2001) menyatakan bahwa Soekarno dianggap sebagai pemimpin Dunia Ketiga yang perannya tidak dapat dikendalikan lagi oleh Amerika Serikat sehingga CIA mulai menggelontorkan dana nya ke Indonesia untuk diselenggarakannya pemilu, upaya pembunuhan Soekarno, dan bergabung dengan pejabat militer yang "sehaluan" untuk memaksimalkan perang terhadap pemerintahan Orde Lama. Keterlibatan CIA pada rangkaian peristiwa menjelang runtuhnya Orde Lama akhirnya bermuara ketika pemerintahan Soekarno selesai. 

Referensi:

Oltmans, W. (2001). Di Balik Keterlibatan CIA -- Bung Karno Dikhianati?. Jakarta: Aksara Karunia.

Usman, S. (1999). Arah Gerakan Mahasiswa: Gerakan Politik Ataukah Gerakan Moral?. Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik, 3(2), 146-163. ISSN: 1410-4916.

Widjojo, M. S. (1999). Penakluk Rezim Orde Baru, Gerakan Mahasiswa '98. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun