Aku kini berhasil berada di sepasang mata yang pernah menatap indah takdir ku, namun aksara seolah bersembunyi dan diam tak bergeming, memperhatikan tubuh sang terkasih sedang memparodikan kecewa paling sungguh.
Musim rindu hampir usai, keras kepalaku masih membenturkan kepiluan. Di antara jingga yang senja ada sunyi yang ku teriakan pinta, agar sepi tidak menghadirkan resah paling gigil.
Aku terlalu bersemangat pergi menuju pemakaman hatimu, membawa sekantung mawar yang berhasil aku petik meski memberi luka-luka kecil, demi agar bisa aku taburkan di atas kisah ini. Payung keikhlasan mencoba memberi teduh dari teriknya kecewa, berharap rintik paling pilu tidak memberi kilatan dendam.
Makna dari selamat tinggal menitipkan kenang, percuma saja aku mengadu pada waktu. Sementara kau memilih kata usai, saat cara membahagiakanmu sedang ku pelajari dan belum sempat aku kuasai.
Jakarta, 14 Oktober 2023
😶🌫 Daniaji
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H