Meruncingkan busur aksara agar bisa membinasakan resah, namun lagi-lagi kau menghunuskan belati kecewa, hingga aku terkapar dengan pasrah, lalu kau tersenyum bahagia bersamanya.
Pena ku patah diujung syair,
Sementara kepedihan belum berakhir,
Kekecewaan yang kau biarkan hampir, membunuh ku, semua kau lakukan demi kebahagiaannya atas nama cinta mu.
Kertas suci kini ternodai oleh puisi murahan,
Merusak mental ku dan semua seperti gelap hingga hilangkan semua harapan, suara menderu gaduh penuh kebencian di dalam kepala, panah asmara kini malah memporak-porandakan psikologi tanpa belas kasihan.
Memanglah kini aku menjadi dungu karena pernah memujamu dengan cinta yang lugu, tanpa aku sadari kau memelukku dengan penuh muslihat, meracuniku dengan candaan cinta paling laknat.
Daniaji
Indramayu, 4 November 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H