Suara resah kini tak lagi gaduh, ku akui bahwa kemarin masih saja berbisik membicarakan tentang mu dalam pikiran, entah pembicaraan konyol apa yang sedang dibahas, saat itu aku tidak memperdulikan siapa dirimu, walaupun aku mencintaimu dengan hebatnya.
Telah aku lewati dua minggu dalam penantian, bergulat dengan harapan yang selalu saja setiap malam menjadi syair permohonan, berdiskusi dengan diksi paling romantis, agar rasa ini tidak kau tepis.
Berdegup jantungku dengan hebat, ketika kata demi kata dengan lirih kau utarakan, sesak seketika nafasku bagai menghirup karbondioksida, imajinasiku seketika beku, seakan-akan aku dalam ruang kedap suara namun yang terdengar hanya lirih pesan suara darimu.
Ku kira Do'a berharap kisah cintaku kandas, menjadi hal yang sia-sia, meski setiap malam ku lantunkan agar bisa seirama Do'amu.
Ternyata persangkaan ku salah, semesta telah merestui, bahwa kata terakhir yang terdengar adalah kata yang selama lima belas hari aku pinta, bahwa kau telah terima aku untuk bersama sama melantunkan syair Do'a dengan irama senada dalam takdir sang Maha Esa.
Dengan diawali "Bismillahirrahmanirrahim" untuk satu aksara yang tertulis dengan tinta emas, yaitu Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan
Indramayu, 13 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H