"Enak ya lihat orang-orang punya pacar bisa seneng terus ada yang merhatiin," katanya saat melihat dua sejoli sedang suap-suapan bakso di seberang tempat kami duduk.
Aku hanya tersenyum tertawa kecil kepadanya. Sendiri menjadi label yang sepertinya akan melekat sampai beberapa tahun ke depan bagiku. Selain karena tak ada yang mendekat, aku sendiri juga tak ada upaya untuk mengubah penampilanku yang notabene semrawut ini. Sendiri bukan sebuah kesalahan, bahagia bisa dari mana saja. Menggantungkan kebahagiaan pada orang lain yang belum pasti? Ah, mau saja dikadalin perasaan.
"Memangnya kamu bahagia sekarang? Apasih yang bisa bikin kamu seneng?"
Duduk di sampingmu misalnya. Melihatmu tersenyum simpul semanis gula. Haha bercanda. Tapi itu juga benar sih. "Sederhana. Melihat orang lain bahagia," jawabku.
Bagiku bahagia itu lahir dari hal-hal sederhana. Terkadang kita lupa merayakan hal-hal kecil setiap hari. Aku juga belum tahu pasti hal apa yang benar-benar bisa membuatku bahagia. Tapi ada satu perihal yang jelas selalu membuatku bahagia. Melihat orang lain tersenyum, tertawa, dan senang. Siapapun itu. Rekan kerja, sahabat, tukang parkir di depan cafe, klien di kantor, pemulung yang kadang kutemui saat berkendara, atau Mbok Iyem yang sedang meracik ketoprak pesananku.
"Mbok, pedesnya sedang ya,"
"Siap mas," jawab Mbok Iyem pemilik warung ketoprak langganan di depan kosku. Ketoprak Mbok Iyem belum ada yang menandingi se-antero Bintaro Jaya. Makan ketoprak berdua dengan dia seperti ini saja sudah bahagia. Sesederhana itu memang.
"Pakeeeet! JNE!" Teriak seorang mas-mas yang baru saja datang dan memarkirkan motornya di depan gerbang kosku. Siang bolong gini semua orang kos sedang bekerja di kantornya masing-masing. Kadang suka kasihan kalau melihat mas-mas JNE antar paket tapi nggak ada yang keluar. Kerennya mereka dengan sabar menunggu pemilik paket, meneleponnya, memastikan paket yang diantar sampai dengan selamat dan aman. Kualitas kurir ekspedisi berpengalaman 30 tahun memang berbeda, bukan JNE kalau kurirnya nggak pekerja keras.
"Mas mas atas nama siapa mas?" tanyaku sembari melangkah menghampirinya.
"Dengan Mas Andi?" tanyanya seraya memeriksa nama yang tertera di box.
Ternyata paketku sudah datang. Cepat juga batinku. Perasaan baru pesan 2 hari lalu. Memang kalau urusan kirim mengirim aku selalu memilih pakai JNE. Selain cabangnya ada di mana-mana, bukanya juga sampai malam, sampainya juga cepat. Kalau memesan barang dari daerah Bandung atau Jawa Barat yang termasuk dekat dengan Jakarta, biasanya 1-2 hari sudah sampai, walaupun pilihnya pakai paket reguler. Sedangkan jika mengirim dari Jawa Timur atau Jawa Tengah, Surabaya atau Jogja misalnya, paling 3 hari juga sudah sampai. Belum pernah yang terlambat sampai berhari-hari tidak sampai.
Setelah mengatakan namaku, ia memeriksa sebuah kertas kemudian meminta tanda tanganku sebagai tanda terima. "Terima kasih, mas," kata mas-mas JNE sopan seraya menyalakan motornya kembali dan bergegas mengirimkan paket lainnya.
"Ini buat kamu, tadi katanya dingin kan nggak punya jaket, kan?" Kataku sembari memberinya paket yang baru saja aku terima. Aku memberinya hoodie yang sebenarnya ingin kupakai saat bermain ke villa di puncak minggu depan. Tapi aku rasa ia lebih membutuhkannya. Seorang perempuan yang aku kenal di Lapak Pemulung Sarmili. Sudah dua tahun terakhir aku aktif bermain ke lapak pemulung di Sarmili, nama daerah dekat kosku, untuk berbagi makanan, buku-buku, dan mengajar anak-anak yang kurang beruntung di sana. Orang tuaku pernah berpesan bahwa menyantuni anak yatim piatu itu adalah hal yang sangat mulia. Mereka itu kunci surga. Mungkin saat ini aku termasuk sangat beruntung dengan pekerjaan dan gaji tetap setiap bulannya, sedangkan mereka? Tidak. Bayangkan kalau kita yang ada di posisi itu. Lagipula hidup itu untuk berbagi, bukan dinikmati sendiri. Segalanya terasa lebih nikmat kalau bisa dirayakan bersama-sama.
Saat itu pula lah aku bertemu dengannya, Riri, gadis 25 tahun yang sudah menjadi yatim piatu sejak umur 15 tahun. Setiap harinya ia bekerja keras di sebuah rumah makan sebagai pelayan hingga malam. Kurasa hoodie ini bisa membantunya lebih hangat saat lelah menghampirinya setiap pulang bekerja. Riri membuka paket dariku kemudian tersenyum lebar menampakkan gigi gingsulnya itu.
"Terima kasih banyak, Andiii, seneng banget dehh dapet hoodie baru," katanya dengan mata berbinar-binar. Aduh, diabetes aku melihat senyumnya itu. Manis banget. Obrolan pun berlanjut sembari menyantap ketoprak dan teh hangat.
"Kita ke toko buku terus ke JNE dulu ya, aku harus mengirim buku untuk adik-adik di kampung,"
Sesekali aku juga mengirim buku ke lapak yang aku kelola bersama temanku di Malang, Jawa Timur. Aku mengajaknya ke toko buku dan membiarkannya memilih buku untuk dikirim ke Malang. Setelah mendapatkan beberapa buku yang tepat kami membungkusnya bersama di kosku kemudian segera menuju JNE terdekat. Enaknya JNE tidak perlu jauh-jauh kesana kemari mencari cabangnya. Agen JNE ada dimana-mana, tidak usah khawatir tidak bisa mengirim paket kapanpun dimanapun kamu butuh mengirim barang, dokumen, atau apapun.
Sesampainya di JNE, pegawai JNE menyambutku dan tersenyum ramah kemudian menanyakan keperluan. Dicatatnya alamat yang kutuliskan di paket, kemudian menanyakan barang yang akan dikirim. "Buku, mas."
Setelah dicatat dan membayar ongkos kirimnya kemudian diberikan selembar resi sebagai bukti pengiriman dan nomor untuk melacak pengiriman. Cepat dan jelas, kurang dari lima menit paket sudah siap meluncur.
"Kamu yang simpan resinya ya, nanti kamu cek lewat handphone paketnya sudah sampai ke temanku di Malang atau belum." Kataku sembari memberikan selembar resi padanya. Ia mengangguk mengerti dan tersenyum. Kemudian kami melaju menuju tempatnya bekerja.
Sesaat setelah mengantarnya aku kembali ke kos dan duduk santai di teras kos. Bahagia sekali rasanya bisa berbagi sampai dua tahun ini. Baik dekat maupun jauh, berkat JNE yang sudah berpengalaman selama 3 dekade ini, sudah berbagai macam paket aku kirim dan aku terima. Barang-barang dan dokumen yang menjadi bagian dari perjalanan hidupku, bagian dari berkembangnya diriku.
Sesaat kemudian notifikasi di handphoneku menyala. Pengumuman Surat Keputusan Mutasi. Ah akhirnya tiba juga saat ini. Lima tahun berada di zona nyaman di Jakarta, akhirnya kebagian untuk pindah ke luar Jakarta juga. Namanya juga bekerja di kantor pemerintah, sudah harus siap bekerja di mana-mana. Namaku tercantum untuk pindah ke kantor baru di kalimantan. Aku hanya tersenyum kemudian terbelalak karena hanya diberikan waktu tiga hari untuk segera bertugas di kantor baru.
Aduh, baru ingat, aku ada acara makan bersama di lapak besok. Segera aku bangkit dari kursi dan membereskan barang-barangku untuk menyiapkan kepindahanku. Kalau dilihat-lihat banyak juga barangku ini. Untung ada JNE, kalau sudah urusan kirim barang ya hanya JNE yang kuingat. Apalagi barang dalam jumlah sebanyak ini, 20 kg lebih. Saat pindah ke Jakarta aku juga menggunakan jasa JNE trucking untuk memborong barang-barangku dari Malang ke Jakarta. Biaya JNE trucking memang paling murah. Sudah aku bandingkan dengan ekspedisi lain, maklum saat itu masih belum bekerja, jadi cari yang paling murah. Bedanya bisa hemat hingga 100 ribu lebih.
Langsung saja aku menelepon customer service JNE di nomor 021-29278888. Tak menunggu lama langsung diangkat dan mbak-mbak di seberang sana menyapa dengan sangat ramah. Saat aku menjelaskan keperluanku untuk menggunakan JNE trucking, sang Customer Service menjelaskan dengan rinci mulai dari tarif, waktu pengiriman, hingga layanan asuransi.
"Mbak ini bisa dijemput nggak ya ke lokasi?"
Syukurlah, Customer Service JNE menjawab bahwa untuk layanan JNE trucking bisa dilakukan penjemputan dengan menghubungi agen terdekat. Kusampaikan alamat kosku dan Ia membantuku mencari nomor agen terdekat. Lengkap dengan beberapa pilihan agen terdekat, saat itu aku diberi nomor Agen JNE Emerald dan Agen JNE Ciputat. Seusai mengucap terima kasih aku langsung menghubungi nomor agen JNE tersebut.
Dijawabnya juga cepat sekali, katanya bisa dijemput besok pagi saat buka pukul 8.
"Waduh mas saya sudah di kantor pukul segitu, malamnya juga saya langsung ada acara, bagaimana ya mas baiknya?"
"Oh tenang saja, Mas. Barangnya disiapkan saja di depan rumah yang bisa dijangkau oleh kurir kami. Nanti kami akan mengambilnya dengan menghubungi mas melalui telepon agar lebih tepat dan aman."
Bersyukur sekali ada JNE, aku tak perlu terlambat masuk kantor dan melewatkan acara di lapak malam harinya, barangku pun bisa terbang ke Kalimantan. Keesokan harinya aku menjalani hari-hari seperti biasa tanpa harus panik karena sudah ada JNE. Memang JNE top markotop, sih!
Pada setiap pertemuan niscaya ada perpisahan. Aku tak kurang-kurangnya bersyukur dikelilingi oleh orang-orang baik di kantor dan di lapak pemulung, terutama Riri. Gadis yang sudah menemani hari-hariku selama dua tahun terakhir ini. Aku yakin suatu hari nanti pekerja keras sepertinya akan menuai kesuksesan luar biasa. Setelah menangis dan melepas sedih bersama orang-orang tersayang, aku pamit.
Tiga hari kemudian, aku sudah berdiri di asrama baru. Saat pertama kali sampai, bukan kawan baru yang menyambutku, tapi JNE! Ternyata barangku yang segebok itu sudah sampai. Buset cepet amat, batinku. Dengan langkah baru dan senyum lebar, aku memulai kehidupan baruku di sini. Meskipun jauh dari ibu kota, jauh dari Riri di lapak, aku tak perlu khawatir. Cabang JNE ada dimana-mana di sini, aku sudah mengeceknya di internet kemarin. Tak perlu takut tak bisa berbagi, karena bersama JNE, aku tetap bisa berbagi kapanpun dan dimanapun aku berada.
Ada. Orang-orang yang terbiasa mendahulukan kebahagiaan orang lain di atas kebahagiaannya sendiri, baginya melihat orang lain tersenyum itu memberinya kepuasan tersendiri, seakan menjadi orang paling berhasil di dunia.
Hai kamu, jangan lupa merawat bahagiamu ya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI