Sinopsis
 Ravi, seorang pemuda dari desa terpencil di kaki gunung, memiliki impian besar yang tak terucapkan: menaklukkan puncak tertinggi dunia. Meski dibesarkan dalam keterbatasan, dengan ayah yang bekerja sebagai buruh kasar dan ibu yang sering sakit, ia selalu merasa ada yang lebih besar untuk dirinya. Setiap hari, ia memandang gunung yang menjulang di kejauhan, seolah menantangnya untuk mencapai puncaknya suatu hari nanti.
Suatu ketika, Tuan Saka, seorang pendaki profesional, datang ke desa mencari pemandu lokal. Ravi melihat ini sebagai kesempatan emas, meski sebelumnya selalu dianggap lemah karena tubuh kecilnya. Meski awalnya ditolak, Ravi tetap gigih melatih dirinya dan membuktikan bahwa keberanian lebih penting daripada ukuran fisik. Dalam perjalanan untuk menaklukkan puncak, Ravi tidak hanya mengatasi tantangan alam, tetapi juga tantangan dalam dirinya sendiri---mencari kekuatan dan keyakinan bahwa impian besar bisa dicapai, meski dimulai dari langkah kecil.
Bab 1: Di Bawah Bayangan Gunung
Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki gunung, Ravi duduk di depan rumahnya, memandang puncak gunung yang tertutup salju. Setiap hari, ia memandangi puncak itu, seakan ada panggilan yang tak pernah bisa ia abaikan. Dalam benaknya, gunung itu bukan hanya sekadar batu dan tanah yang dingin, tetapi lambang dari impian yang ingin ia capai---impian yang terasa jauh, tetapi tidak mustahil.
"Ravi, ambilkan air dari sumur!" suara ibunya terdengar dari dalam rumah.
Dengan cepat, Ravi bangkit. Ia melewati jalan setapak yang berdebu dan menuju sumur yang berada di ujung desa. Di sepanjang perjalanan, beberapa anak desa melewatinya dengan tertawa. Mereka tahu bahwa Ravi adalah pemuda dengan tubuh kecil dan kekuatan yang jauh dari kata sempurna.
"Ravi, mau jadi pendaki?" salah seorang anak mengejek. "Kamu bahkan bisa pingsan sebelum sampai ke setengah jalan!"
Ravi menundukkan kepala, menyembunyikan rasa sakit dari kata-kata itu. Namun, di dalam hatinya, ia memiliki keyakinan bahwa suatu hari nanti ia akan membuktikan mereka salah. Tidak dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan.
Sesampainya di sumur, ia melihat ibunya duduk di dekat api unggun, batuk keras. Ravi menggenggam ember air dengan kuat, memandang gunung di kejauhan sekali lagi.