Mohon tunggu...
Dani Izzudin
Dani Izzudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - hanya manusia biasa

keseharian sebagai mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi Terpimpin ala Soekarno

17 November 2022   07:02 Diperbarui: 17 November 2022   07:11 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Pembentukan MPRS dan DPAS membubarkan DPR dan MPR hasil pemilu 1955, digantikan oleh MPR Sementara dan DPR Gotong Royong yang anggotanya diangkat oleh Presiden Soekarno. Pimpinan MPR Sementara dan DPR Gotong Royong juga diangkat menjadi Menteri Koordinator dan Menteri Kabinet.

Sedangkan  usaha  Presiden  Soekarno  untuk  menyederhanakam sistempartai  politik dengan  mengurangi  jumlah  partai  politik  melalui  Perpres  No.  7/1959  yang  membatalkan maklumat pemerintah tentang pembentukan partai politik tanggal 3 November 1945, diganti dengan  partai-partai  politik  harus  memenuhi  syarat-syarat  yang  harus  dipenuhi  agar  diakui pemerintah.  Hanya  10  partai  yang  memenuhi  sayarat  tersebut  yaitu  PKI,  PNI,  NU,  Partai Katolik, Partindo, Parkindo, Partai Murba, PSII Arudji, IPKI, Partai Islam Perti, sedangkan partai  lain  tidak  memenuhi  syarat,  termasuk  PSI  dan  Masyumi  yang  dituduh  terlibat pemberontakan PRRI/PERMESTA.

Sebuah Front Nasional dibentuk untuk 10 partai, berdasarkan NASAKOM (nasionalis, agama dan komunis) dan fungsional kelompok, termasuk militer. PKI berhasil mengembangkan pengaruhnya untuk melemahkan posisi partai politik. Namun akibat dari itu muncul persaingan dan politik segitiga kekuatan baru dalam perpolitikan nasional, yaitu antara Presiden Soekarno, tentara dan PKI.TNI dan PKI memiliki tujuan yang berbeda dan nasakom terus berjalan. Namun gagal karena PKI berusaha menyingkirkan tentara melalui Gestapo, namun tentara lebih siap menghadapinya, malah menyebabkan gagalnya demokrasi terkelola dan pencopotan Presiden Sukarno dari kekuasaan.

KESIMPULAN 

Bagaimana Presiden Soekarno  kehilangan kekuasaan dan  menjadi simbol persatuan bangsa baru setelah keputusan pemerintah pada tanggal 14 November 1945 mengubah bentuk pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer dan berlanjut hingga konstitusi tahun 1950. hingga Juli  1959. Sukarno tidak bisa berbuat banyak ketika pemerintah tumbang, pemberontakan di daerah, konflik antar partai  karena sistem multi partai, yang sangat tidak disukai Sukarno, Sukarno lebih memilih partai tunggal yang akan menciptakan Persatuan dan persatuan nasional.Soekarno melihat bahwa sistem demokrasi parlementer  barat tidak cocok digunakan di Indonesia. Sukarno lebih tertarik pada sistem demokrasi rakyat, yang tidak didasarkan pada perbedaan kelas dalam masyarakat dan  demokrasi yang dikelola, di mana seorang pemimpin  akan memimpin rakyat dalam demokrasi, sehingga tidak terjadi kekacauan seperti pada demokrasi parlementer. Soekarno menyederhanakan masalah bahwa  seorang pemimpin yang kuat dapat mempersatukan semua orang dan semua organisasi sosial politik dapat bersatu meskipun mereka memiliki kepentingan yang berbeda dan harus saling bersaing untuk memenangkan kepentingan mereka. Misalnya persaingan antara PKI dan militer justru menghancurkan demokrasi yang berpemerintahan sendiri dan menggulingkan Sukarno dari kekuasaan.Kebetulan pergantian Sukarno dari demokrasi menjadi demokrasi yang dipimpin gagal total, Sukarno tidak melihat realitas politik yang terjadi di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun